DUA PULUH ENAM

435 16 7
                                    

▶︎ Ed Sheeran - All Of The Stars

Darah Annasya

           Annasya memandangi Faris daritadi. Faris lebih sering melamun sejak masuk dikamar hotel tadi.

          "Faris,"

          Pria itu tidak menjawab. Bahkan, tidak ada respon sedikitpun.

          "Faris,"

          Faris mendongak dan menatap Annasya- nya dengan bingung, "Loe manggil gue?"

          "Gue manggil loe dua kali."

          "Loe kenapa?"

          "Tidak ada apa-apa, Annasya."

          Annasya berpindah duduk. Kali ini dia berusaha duduk dipangkuan Faris dan menghadap ke arah laki-laki tepat di wajahnya. Faris bingung.

          "Apa yang loe lakuin, Sya?"

          Annasya mendekatkan wajahnya. Ia mengelus setiap lengkuk waja Pria itu dengan lembut. Dia menikmati setiap sentuh yang diberikan Annasya.

          Kini mereka berdua berciuman di ruangan terbuka dengan posisi Annasya dipangkuan Faris. Sedangkan yang dicium mulai memainkan jemarinya di balik kaos yang sedang Annasya.

         Sebelum Faris melepas kaitan bra itu secara sempurna. Ia tersadar dari buaiannya.

         "Apa yang loe inginkan, Sya? Loe pengen tahu sesuatu?"

          Rencana Annasya gagal. Ia melepas ciuman panasnya lalu menatap Faris tajam.

           "Apa yang loe sembunyiin? Bahkan sampai Elo enggak denger ucapanku sama sekali. Kamu bisa cerita dan aku akan membantumu untuk mencari jalan keluarnya, Faris. make it simple."

          "Tidak ada yang gue sembunyiin dari loe, Sya."

          Belum sempat Annasya membalas ucapannya. Faris sudah memotong terlebih dulu.

          "Tidurlah. Ini sudah malam, Annasya."

Pria itu hendak meninggalkan Annasya. Tetapi dengan cepat, Annasya berlari ke arahnya lalu menautkan ke dua tangan dari arah belakang.

"Faris, dengerin gue. Gue hanya pengen loe membagi masalah yang loe tanggung dengan gue. Bukannya satu batang kayu lebih ringan jika di angkat bersama-sama?"

Faris masih terdiam dan tidak menanggapi apapun, "Loe tahu, Gue selalu membagi separuh dunia gue dan per-masalahan-nya dengan loe. Lalu, Kapan, loe mau bagi dunia loe bersamaku?"

Laki-laki itu masih diam. Annasya tidak dapat melihat ekspresi wajahnya sama sekali karena Annasya memeluknya dari belakang. Tapi, yang Annasya tahu satu hal disini. Ia merasakan napas Pria itu membesar.

Annasya sendiri tahu. Laki-laki itu bukan tipikal orang yang selalu membagi masalahnya. Tapi, Menurutnya sendiri, bukankah suatu hubungan akan menjadi lebih sempurna, Jika, dua pihak membagi rasa mereka satu sama lain?

1998. Hello, again!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang