Kita putus

5.1K 637 22
                                    

Ngetik part ini bikin gue baper sendiri. Gue saranin baca baik-baik, and please play Hold Me Tight BTS.

.

.

.

Setelah Jimin sunbae berpamitan dan selama sekitar 10 menit aku lupa soal patah hatiku di tengah semua obrolan itu.

Tapi begitu Jimin sunbae benar-benar pergi, bahuku terkulai.

Hai, kata kesedihanku. Aku dataaang lagi. Kau merindukanku?

Kali ini kesedihanku membawa ke kenangan tentang hari minggu terakhir itu, pagi hari setelah pesta Taehyung sunbae dan hari terburuk dalam hidupku.

Aku naik mobil ke apartemen Jungkook--ia tidak tahu aku datang--dan awalnya ia senang melihatku.

"Kau kemana semalam?" Katanya. "Aku tidak bisa menemukanmu."

Tangisku pecah.

Sementara mata hitamnya penuh kecemasan.

"Sayang, kau masih marah, ya? Apa ini soal pertengkaran kita?"

Aku berusaha menjawab. Tapi tidak ada kata-kata yang keluar.

"Kita bukan bertengkar serius ko," ia meyakinkanku. "Itu tidak masalah."

Aku menangis lebih keras dan ia menggenggam tanganku.

"Aku sayang padamu. Mulai sekarang aku akan menyalakan alarm agar aku tidak ketiduran. Oke?"

Seandainya ada jurang di kamarnya, aku pasti menceburkan diri.

Seandainya ada pisau di mejanya, aku pasti langsung menusuknya ke dada.

Tapi aku malah memberitahunya soal Peristiwa Taehyung sunbae.

"Aku minta maaf," kataku sambil terisak. Kupikir kita akan bersama selamanya. Aku ingin kita bersama selamanya!"

"Sayang..." katanya. Jungkook masih berusaha mencerna semuanya, namun saat itu ia lebih cemas karena aku sedih--dan dan aku tahu itu karena aku kenal Jungkook. Itulah hal yang paling mencemaskannya. Ia meremas kedua tanganku.

"Hentikan!" Kataku. "Jangan bersikap baik padaku saat kita mau putus!"

Jungkook bingung berat. "Kita mau putus? Kau... kau ingin bersama Taehyung sunbae dan bukan aku?"

"Bukan. Ya ampun, bukan begitu." Aku tersentak menjauh. "Aku selingkuh darimu dan aku sudah merusak semuanya, jadi" ---aku terisak lagi---"Jadi aku harus melepasmu!"

Jungkook masih belum paham. "Tapi... bagaimana kalau aku tidak mau kita putus?"

Aku nyaris tidak bisa bernapas karena menangis terus, tapi aku ingat waktu itu aku berpikir---tepatnya tahu benar--- bahwa Jungkook jauh lebih baik dariku.

Ia cowok hebat, cowok paling baik di dunia, dan aku cewek sialan yang sama sekali tidak pantas untuknya.

Aku brengsek.

Aku bahkan sama brengseknya dengan Taehyung sunbae.

"Aku harus pergi," kataku, beranjak ke pintu.

Jungkook menarik pergelangan tanganku. Ekspresinya berkata, jangan. Kumohon.

Tapi aku harus pergi. Masa Jungkook tidak paham?

Aku menarik tanganku dan akhirnya memaksa diri berkata, "Jungkook... hubungan kita sudah selesai."

Rahangnya mengeras, dan anehnya aku malah lega. Jungkook memang seharusnya marah padaku. Ia memang seharusnya membenciku.

"Pergilah," katanya.

.

Jadi aku pergi.

.

.

Dan sekarang... di sinilah aku. Aku berdiri di dekat jendela kamar tidur, menatap Jimin sunbae yang semakin menjauh.

Cahaya bulan membuat dedaunan tampak keemasan.

Melihat hamparan rumput yang membentang membelah malam saja sudah membuatku kedinginan.

Aku bertanya-tanya apakah Jungkook akan memaafkanku.

Aku bertanya-tanya apa aku akan berhenti merasa sedih.

Aku bertanya-tanya apa Jungkook juga sesedih aku,

dan aku terkejut sendiri karena aku berharap ia tidak sedih. Maksudku, aku memang ingin ia sedikit sedih, atau lumayan sedih, tapi aku tidak mau hatinya berubah menjadi gumpalan beku rasa kesal.

Jungkook memiliki hati yang sangat baik, itulah sebabnya sungguh mengherankan sekali ia tidak muncul kemarin.

Meski begitu, keadaan kacauku sekarang bukan salah Jungkook, dan di manapun ia berada, di malam dingin ini, aku berharap hatinya terasa hangat.

.

.

.

It's Not Over; Jjk [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang