2. Promised

4.2K 167 75
                                    

Di tengah keramaian kafe disini membuat Saki, perempuan berambut panjang dengan warnanya yang pirang merasa sebal. Suasana yang ingin didapatkannya kini sirna begitu saja ketika mendapati tempat yang biasa membuatnya tenang dan sepi mendadak ramai, membuatnya tidak nyaman. Tapi apa boleh buat? Dia sudah sampai disini dan kerongkongannya yang tiba-tiba saja mengering.

Dia butuh minuman.

Lantas melihat hiruk-pikuk para pelayan disini yang sudah mulai kualahan menangani banyaknya pelanggan, Saki pun beranjak, memilih untuk tidak mau merepotkan mereka dengan memanggil salah satu dari mereka untuk memesankannya sebuah caffe-latte.

"Permisi, saya pesan satu caffe-latte," Saki melihat salah satu pelayan yang berdiri didepan meja kasir mengangguk lantas memanggil salah satu temannya untuk membuatkan pesanan Saki.

Perempuan yang tadi mengangguk kini tersenyum formal, "Tunggu sebentar ya, Mbak," dan Saki hanya mengangguk. Matanya berkelana mengitari seisi kafe disini, kafe yang selalu menjadi tempat pertama yang akan ia kunjungi ketika ia sedang mencari ketenangan. Tapi rupanya hari ini bukanlah hari keberuntungannya karena sekarang kafe sedang ramai-ramainya.

Akhirnya setelah beberapa menit menunggu, pesanan Saki pun jadi, lantas tanpa membuang waktu lebih lama lagi, gadis itu pun berlalu untuk kembali ke mejanya. Namun entah dia yang tidak memerhatikan jalan yang ia lalui, ataukah laki-laki itu yang ceroboh membuat caffe-latte yang sedang Saki bawa tumpah dan mengenai bajunya.

Dan itu memicu kekesalan di diri Saki, bagaimana pun dia tidak menyukai sikap laki-laki itu yang dengan kasarnya menabrak dirinya dan membuat pakaiannya kotor.

"Hei!" Tukas Saki sambil memandang tajam kearah laki-laki yang lebih tinggi darinya.

Laki-laki itu meringis, ia tau kalau dia sudah melakukan sebuah kesalahan, "Maaf," lirihnya.

Tetapi Saki malah tak acuh dengan permintaan maaf dari laki-laki itu, dia merasa kesal karena laki-laki itu sudah menambah daftar kekesalannya hari ini, dan ya! Laki-laki itu harus bertanggung jawab.

"Kau itu bagaimana sih?! Kalau jalan pake mata dong!" Sembur Saki kesal, tak urung bentakannya itu memancing amarah dari sang lelaki itu.

"Hei, aku sudah minta maaf! Kenapa kau masih saja marah-marah?!" Tukasnya tidak terima. Bukannya sadar dan meminta maaf balik, Saki malah kembali memakinya, "Aku tau kau pasti tidak ikhlas mengucapkannya! Sudahlah aku pergi saja, dan kau Tuan, bayarkan kopiku barusan yang kau tumpahkan!" Bersamaan dengan itu Saki pun berjalan keluar meninggalkan lelaki itu yang masih berdiri di tempatnya.

Dan kalau laki-laki itu tidak salah lihat, gadis yang ia tabrak tadi memakai sebuah liontin dengan bandul yang berbentuk seperti kunci.

Laki-laki itu tertegun sejenak, memorinya terputar kembali pada 13 tahun yang lalu dimana seorang anak perempuan yang berusia lima tahun yang pernah berjanji padanya untuk bertemu lagi setelah berpisah, namun sampai sekarang anak perempuan itu belum menemuinya juga.

Dan apakah gadis itu lah anak kecil yang selama ini ia cari?

**

Saki berjalan dengan menghentakan kakinya dengan kesal menjauhi kafe itu, kini dia akan pergi ke danau dekat kampus, tempat kedua setelah kafe D untuk menenangkan diri.

Sesampainya di danau, Saki menghela napas perlahan, otaknya kembali memutar berbagai kejadian menyebalkan hari ini, mulai dari sahabat yang sangat ia percayai merebut seorang laki-laki yang ia sukai sejak SMA di depan matanya sendiri sampai pertemuannya dengan laki-laki di kafe itu yang berhasil membuat bajunya kotor karena terkena tumpahan kopi miliknya.

"Ugh!" Saki menyalurkan kekesalannya dengan menendang-nendang kerikil kecil ke danau.

Dan sebuah suara asing mampu membuatnya berhenti dari aktivitasnya barusan, "Ternyata benar, kau adalah anak perempuan yang telah lama kucari."

Saki menoleh, mendapati laki-laki kurang ajar yang sudah menabraknya tadi di kafe tengah menatapnya sambil menggumamkan sesuatu yang tidak ia mengerti.

"Pergi kau!"

Bukannya pergi, laki-laki itu malah mendekat, membuat Saki jadi panik dan mundur beberapa langkah. Ditatapnya laki-laki itu dengan tajam sambil memeringati agar laki-laki itu tidak mendekatkan diri lagi.

"Pergi kau! Dasar mesum!" Desis Saki kesal. Berani-beraninya laki-laki asing ini mendekatinya dan meracau tidak jelas. Apa laki-laki ini sedang mabuk?

Mendengar perkataan Saki, laki-laki itu pun berhenti, namun sama sekali tidak menjauh dari Saki. Dia diam di tempat sambil memandangi wajah Saki. Entah mengapa ia begitu yakin jika gadis inilah pemegang kunci dari kalung gembok miliknya.

"Kau sudah banyak berubah ya," jemari laki-laki itu terjulur untuk menyentuh rambut pirang gadis itu, membuat Saki tergelak dan langsung menampar laki-laki itu.

Lelaki itu meringis dan menatap Saki marah, "Aku salah rupanya, kau masih belum berubah. Hei, Saki? Apa kau ingat aku?" Tamparan yang Saki berikan pada pipinya tidak main-main, membuat laki-laki itu mengusap pipinya berulang kali agar rasa perihnya cepat hilang.

Saki terkejut, sama sekali tidak menyangka jika laki-laki kurang ajar di depannya ini mengetahui namanya dan bahkan mungkin mengenalnya, tapi siapa dia? Seingatnya, Saki tidak pernah memiliki teman yang kurang ajar seperti laki-laki itu. Tidak. Tidak satu pun.

Melihat kerutan di kening Saki yang kian jelas, membuat laki-laki itu pun memutuskan untuk memberi tahunya saja, "Aku Raku, Anak laki-laki yang pernah membuat janji denganmu tiga belas tahun yang lalu. Ingat?"

Mata Saki sukses melebar, dia hampir tidak percaya kalimat yang laki-laki itu katakan kalau dia tidak mengeluarkan kalung gembok dari balik kemeja hitamnya. Membuat Saki hanya mampu diam tak berkutik sambil melihat Raku yang melepas kalung kuncinya untuk membuktikan ucapannya bukanlah omong kosong belaka.

"Lihat? Gemboknya terbuka, dan itu artinya kau memanglah Kirisaki yang aku cari."

Saki tidak tau harus bersikap seperti apa untuk menanggapi semua kejutan tak terduga ini, tapi tak dapat dipungkiri jika hatinya juga merasa bahagia sekaligus lega. Bahagia karena ternyata bukan hanya dirinya yang menjaga janji konyol itu namun Raku juga, sekaligus lega karena akhirnya ia bisa bertemu dengan laki-laki yang pernah ia tinggalkan dulu.

"Aku lihat tadi kau sedang kesal, apa iya?" Saki mengangguk. Sedetik kemudian dia memeluk laki-laki yang ada di hadapannya ini, berharap jika semua yang membebani hatinya menghilang digantikan dengan kenyamanan pelukan ini. Pelukan yang baru ia rasakan setelah belasan tahun berpisah.

"Tenang, aku akan selalu disini, bersamamu," gumam Raku sambil membalas pelukan erat Saki, dia mencoba menyalurkan rasa nyaman untuk gadis ini. Agar Saki bisa sedikit merasa baikan.

"Bagaimana kau bisa tau kalau aku sedang kesal?"

Masih dengan posisi berpelukan Raku menggeleng, "Untuk saat ini jangan dibahas ya? Aku ingin sekali menikmati momen ini, karena pelukanmu terasa sangat berbeda dari yang terakhir kali aku rasakan."

Saki terkekeh mendengarnya, namun tiba-tiba dia teringat sesuatu tentang sikapnya tadi yang sangat keterlaluan ia pun langsung meminta maaf pada Raku, "Hm Raku? Maaf aku sudah menamparmu dan memakimu tadi."

Raku mengangguk dan tersenyum, "Tidak masalah."

FIN

A/N :

Haloooo semuanyahhh aku kembali lagi membuat cerpennn, kali ini aku terinspirasi dari manga yang judulnya 'Nisekoi' hihi. Soalnya aku suka bgt sama manga itu hehe :)))

Keyyy, Vote and comment if you like yuhuuu ^.^)~

Sampai jumpa dikaryaku selanjutnyaaa~~~~

Sankyuu minna-san ^^

Kedai CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang