6. Past Regret

1.3K 49 23
                                    

Seharusnya semakin dewasa, ego manusia akan semakin berkurang. Tapi itu tidak berlaku untuk Gagas. Siapa Gagas? Dia bukan siapa-siapa.

*****

"Airin cepetan! Udah mau mulai nih acaranya," pemuda dengan kemeja biru itu namanya Gagas. Dia berulang kali melihat jam tangannya sambil mengetukkan sepatunya tidak sabaran.

Dibelakangnya, seorang gadis tengah berlari tergopoh-gopoh. Rok kebaya membuatnya kesulitan untuk berlari, sedangkan di sana Gagas sudah tidak sabar dan mulai terlihat marah kepadanya.

"Ck! Lama banget sih," Gagas menggerutu dan langsung berjalan mendahului Airin untuk masuk ke dalam mobil, meninggalkan gadisnya yang berjalan kesusahan dengan wedges dan rok kebaya kesempitannya.

"Tunggu aku Gas," Airin segera menyusul Gagas yang sudah berada di dalam mobil. Setelah masuk ke dalam, Gagas mendiamkannya.

"Gas, aku udah cantik belum sih? Kayaknya belum deh," Airin bergumam sembari menatap ke cermin, menatap riasannya yang terlihat sangat sederhana. Dia tidak percaya diri dengan penampilannya saat ini, apalagi sekarang mereka akan menghadiri pernikahan mantan kekasih Gagas. Di sana pasti semua teman Gagas akan datang dan mau tidak mau dia harus menemui mereka. Padahal Airin sedang tidak percaya diri dengan penampilannya saat ini, bisa-bisa semua teman Gagas membicarakan tentang betapa jeleknya dia dengan membandingkan mantan kekasihnya yang dulu.

Airin langsung menggeleng. Lamunannya buyar ketika Gagas mulai membuka suaranya.

"Lo itu jelek, jadi gak ada gunanya lo lama-lama dandan, buang-buang waktu gue aja," Gagas berkata dengan wajah datar. Tidak menghiraukan raut wajah Airin yang mulai berubah karena kalimat menyakitkan itu.

[]

Tanpa menunggu Airin turun, Gagas berjalan mendahului, meninggalkan gadisnya yang sedang kesusahan berjalan. Berulang kali Airin hampir terjatuh karena wedges-nya yang cukup tinggi, dan merepotkan. Sebenarnya Airin malas menggunakan ini, tapi jika dia tidak memakainya, dia akan terlihat sangat pendek jika disandingkan dengan Gagas. Airin mau tidak mau jadi kesusahan berjalan. Dari kejauhan nampak seseorang berjalan mendekatinya.

"Butuh bantuan?" Airin langsung menoleh, mendapati Adrian sedang menawarkan tangannya untuk digenggam.

Airin menggeleng sambil tersenyum canggung.

"Dia gak pernah berubah ya? Atau gak pernah belajar?" Airin mengikuti pandangan Adrian yang mengarah ke depan di mana Gagas berdiri.

Airin hanya diam, tidak mampu untuk menjawab karena apa yang dikatakan Adrian itu benar.

"Hati Gagas itu keras, harga dirinya juga tinggi, apalagi egonya. Jadi kamu hanya punya dua pilihan, bertahan namun hancur, atau pergi dan bahagia," Adrian bergumam menatap Airin yang sedari tadi hanya diam.

Sadar jika Airin enggan berlama-lama dengannya, Adrian pun pamit. Tak mengizinkan Airin untuk menyanggah atau pun berkata-kata.

Sungguh, pergi dan bahagia tidak bisa disatukan dalam tiga kata seperti itu, karena bagaimana pun perpisahan adalah hal terakhir yang ada dalam pikiran Airin. Karena baginya, Gagas adalah mataharinya, yang setiap hari menghangatkan dan membuatnya hidup. Tapi jika terlalu dekat, dia juga bisa terbakar hangus. Lebih baik tetap menjaga jarak, jangan terlalu dekat, karena memang Gagas itu sulit untuk digapai.

Ketika Airin masuk ke dalam ruangan, Gagas langsung menyeretnya untuk pergi ke hadapan seseorang.

"Lelet banget sih," Gagas menggerutu, sedangkan Airin meringis meminta maaf.

Kedai CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang