7. Tragedy

1.8K 57 2
                                    

Weekend yang telah aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Senin, Selasa, Rabu, Kamis, hingga sekarang tiba saatnya hari Sabtu pun datang. Aku dan teman-temanku berencana berlibur ke luar kota untuk melepas penat karena sudah bekerja penuh selama lima hari lamanya. Aku pun sudah bersiap dengan segalanya, tas berisi baju, make-up, hingga makanan ringan untuk dimakan ketika lapar selama di perjalanan. Aku dan keempat temanku yakni Sasa, Lia, Dito, dan Arkan, kami pergi menggunakan mobil punya Arkan, yang tentunya bukan mobil pribadinya melainkan mobil Ayahnya.

Tas punggung besar sudah aku gendong di belakang, kemudian aku pamit kepada Mama terlebih dahulu.

"Ma, Rena pergi dulu ya!" ucapku seusai mencium tangan beliau, yang langsung dijawab dengan teriakan hati-hati di jalan. Tentu saja, Mama bukan orang tua yang suka melarang, apalagi aku termasuk orang yang jarang pergi jauh-jauh dari rumah. Jadi Mama pasti mengizinkan aku untuk berlibur sejenak, mengingat minggu kemarin aku sudah bekerja sangat keras.

Setelah pamit aku langsung menghampiri mobil Arkan yang sudah terparkir didepan gerbang rumahku, kemudian meletakkan tas di bagasi dan masuk ke dalam. Aku duduk tepat di antara Lia dan Sasa di tempat duduk nomer dua, dan para pria mereka duduk di depan. Menghindari sesuatu yang dinamakan modus.

"Ah, gak asik lo Ren, masa gue duduk di depan samping Arkan sih, harusnya gue di tengah ciwi-ciwi dong." celetuk Dito asal.

Aku menatap Dito tajam, "Enak aja, tukang modus tuh harus dijauhkan dari kita-kita tau."

"Hah kita? Emang lo cewe, Ren? Kan gue cuma mau godain Lia sama Sasa doang."

"Oh lo bener bener ya minta ditampol banget, To!" yang lain hanya cekikikan mendengar pertengkaran kecil kami. Dito memang laki-laki yang menyebalkan, bagiku dia adalah laki-laki yang harus aku bumi hanguskan.

"Udah udah, berantem terus nanti cinlok loh," Arkan melerai sambil menggoda kami. Memang sialan anak ini.

Aku langsung menggeleng keras, "Gak lah enak aja, amit-amit deh."

Bukannya mengelak Dito malah ikut menggodaku, "Yakin gak mau sama gue? Gue banyak yang naksir loh, lo gak bangga kalau punya pacar banyak yang naksir?"

'Ya terus?'

©

Selama satu jam di perjalanan kami habiskan dengan melempar candaan dan memakan makanan ringan yang kami bawa agar tidak bosan, sesekali bercerita horor untuk menghibur satu sama lainnya. Hingga suatu keanehan terjadi, dari jauh, aku melihat banyak kabut yang tiba-tiba menyelimuti hawa di sekitar kami. Aku tidak tau jika kabut akan turun hari ini.

"Kan, lo yakin mau lanjutin perjalanan kita? Itu kabut bisa buat jalanan gak kelihatan loh!" bisikku agak panik kepada Arkan, namun nampaknya lelaki itu tidak menghiraukan ketakutanku dan malah menenangkanku.

"Tenang aja, Ren. Gue masih bisa lihat kok, toh bentar lagi sampai."

Iya, kita memang akan berlibur ke suatu pedesaan dekat kaki gunung, karena kita ingin merasakan suasana sejuk dan jauh dari hiruk pikuk kemacetan di Jakarta. Aku lihat kabutnya semakin menebal dan kita seperti dilahap didalamnya, namun Arkan masih saja menerjang dan berkata dengan percaya dirinya bahwa dia bisa melewati ini.

Hingga aku melihat dari kejauhan mobil ini melaju mengarah kepada jurang di depan kami, kami semua berteriak kencang dan berharap Arkan segera mengeremnya sebelum terlambat. Namun sayang, mobil sudah terlanjur terjungkal ke dalam jurang.

Aku sempat tak sadarkan diri sepertinya tadi, semuanya gelap dan jantungku seakan berhenti berdetak, tapi kini aku masih bisa membuka mata. Anehnya aku tidak melihat banyak luka pada tubuhku, padahal aku yakin mobil ini terjungkal jauh ke dalam jurang. Panik, aku pun keluar mobil dan mencari pertolongan. Banyak para pedagang dan orang desa lainnya yang berlalu lalang, tapi kenapa semuanya tampak tidak peduli padaku dan teman-temanku?

"Pak, tolong saya Pak.... Teman-teman saya jatuh ke jurang Pak... Tolong...." aku menghentikan salah satu dari mereka, namun usahaku tidak berhasil, mereka malah langsung meninggalkanku tanpa sepatah kata. Aku bingung, frustasi tidak tahu bagaimana harus menolong ke empat temanku yang lainnya.

"Bu, tolong saya Bu...."

"Tolong saya Pak, Bu...."

"Tolong siapapun tolong kami....."

"Bu, saya tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi... Hiks..."

Aku berjalan tak tentu arah, bertanya pada setiap orang yang berjalan di sekitar sini namun tidak ada yang menggubris. Hingga diujung keputus asaanku, seseorang nampaknya kulihat bisa membantuku untuk menolong teman-temanku.

"Tolong saya Mas... Teman-teman saya masih ada di bawah sana..."

Sejenak lelaki itu menatapku dengan sedikit pancaran ketakutan, namun langsung bisa ia netralisir dengan cepat.

"Mbak ini habis kecelakaan ya? Mobilnya masuk jurang? Mba... Saya lihat tidak ada yang selamat didalamnya...."

Aku tercengang, bagaimana bisa? Buktinya aku masih berdiri di sini dengan tegak dan bisa berjalan ke sana kemari dengan sehat. Aku ... Selamat kan? Itu artinya aku selamat 'kan? Keyakinanku mulai luntur ketika mengingat semua orang yang aku temui tadi tidak ada yang menggubris pertolonganku, itu karena mereka .... tidak melihatku. Jadi ... aku sudah meninggal? Bagaimana bisa?

Air mata mulai turun ke pipiku, aku tiba-tiba mengingat wajah Mama di rumah, jika aku pergi lebih dulu dari beliau, siapa yang akan merawatnya? Mama 'kan hanya punya aku. Ya ampun Mama, maafkan Rena...

"Mbak, masih ada yang mau Mbak sampaikan? Nanti saya coba hubungi ke keluarga Mbak..."

Aku masih kalut, memikirkan bagaimana dunia akan terjadi setelah aku tidak ada lagi di sini. Aku terlalu sedih... Aku begitu sedih karena harus meninggalkan Mama lebih dulu. Mama akan sendirian nanti .... bagaimana hati kecilnya akan kuat mendengar semua berita ini?

"Mas ... Tolong sampaikan permintaan maaf saya kepada Mama saya ... Maaf saya sudah meninggalkan beliau sendirian, maaf karena ternyata Rena dipanggil lebih dulu oleh Yang Maha Kuasa... Tolong sampaikan Mas."

Aku menangis kencang, bahkan menjerit menolak agar semua yang terjadi ini hanyalah mimpi. Hidupku hanya sampai di sini, dan aku rasa sudah saatnya aku pulang tanpa Mama di sampingku. Aku harap Mama bisa terbiasa tanpa aku di sisinya. Aku berdoa agar Mama bisa baik-baik saja setelah mendengar berita ini.

Mama, maafkan Rena ... Rena sayang Mama.

END

W/n guys perlu kalian tau kalo cerita ini terinspirasi dari mimpiku tempo hari, serius semua rasa nyata... Cuma aku rubah sedikit jalan ceritanya, so far sama aja kayak dimimpiku. Dan ini mimpi terseram selama aku mimpi buruk guys :"(

Kedai CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang