*Chapter 6-7*

554 26 0
                                    

--- RIZKY POV ---

Aku mengambil kunci mobilku, meninggalkan Dinda yang masih menangis di atas sofa. Ku tutup pintu utama dengan kasar. 'BRAKKKKK !' Kesal dan amarah masih menyelimuti hati serta pikiranku, bayangan Dinda dipeluk lelaki tadi membuatku semakin sesak.

'Drrrttt.. Drrrttt..'

Ponselku bergetar. Ku geser layar ponselku. Satu panggilan dari Papa Surya.

"Hallo Pah.."

"Rizky, ke rumah papa sekarang. Ada sesuatu yang perlu papa bicarakan. Sekalian ajak Dinda." Ucap papa di sebrang sana.

"Ada apa sih, pah? Apa yang mau papa bicarakan?"

"Kamu kesini saja. Ini hal penting. Ajak Dinda !"

"Gak bisa pah, Rizky lagi banyak urusan." Aku langsung menutup telponku. Aku sedang malas membahas segala sesuatu yang berkaitan dengan Dinda.

--- DINDA POV ---

Rasa sakit dan panas menjalar dipipi kananku, mungkin itu efek tamparan keras Rizky tadi. Dia memang lelaki kasar dan emosional, aku tahu itu. Aku tak menyangka Rizky akan semarah itu saat melihatku berpelukan dengan Maxime. Aku fikir dia akan bersikap biasa saja dan tak peduli padaku, istri yang tak dicintainya. Dia itu egois ! Baru sekali saja aku dekat dengan seorang pria selainnya, dia sudah seperti kesetanan dan tega menamparku, apalagi jika seandainya aku dekat dengan banyak pria, mungkin saja Rizky akan langsung membunuhku. Tega sekali ! Padahal aku tidak pernah menamparnya sewaktu dia bergandengan dengan banyak wanita di club malam. Marah mungkin iya, tapi aku tidak sampai bermain kasar padanya.

'TINGGG ! TONGGG !'
Bel berdentang 'lagi'. Shitttt aku begitu malas membuka pintu. Ku hapus sisa air mataku dan melangkah lesu menuju pintu utama. Mungkin kalian bertanya-tanya, kemana pelayan-pelayanku? Mengapa aku tidak menyuruh salah satu diantara mereka untuk membuka pintu? Mengapa pula aku yang tadi menyiapkan sarapan dan membantu Rizky menyiapkan pakaian kerjanya? Mereka belum datang, biasanya datang jam 8 pagi dan pulang jam 8 malam. Sekedar menyiapkan pakaian untuk Rizky dan membuatkan sarapan aku masih bisa melakukannya sendiri.

'CKLEKKK !'
"Maxime ! Kamu ngapain lagi kesini? Bukannya tadi aku udah nyuruh kamu pergi ? Aku mohon jangan memperkeruh keadaan. Kalau Rizky lihat kamu masih disini gimana?" Aku kaget saat Maxime belum beranjak pergi dari rumahku.

"Kamu tenang aja, Rizky udah pergi. Aku gak bisa ninggalin kamu dalam situasi kayak gini. Kenapa kamu bilang sama Rizky kalau kita selingkuh? Kita harus jelasin semuanya sekarang sebelum masalah ini berkepanjangan." Ucap Maxime

Aku menunduk. "Aku gak mau lihat Rizky meluapkan amarahnya ke kamu dan mukulin kamu terus-terusan. Kamu banyak menderita karenaku. Dan aku gak mau menambah derita kamu lagi."

"Itu alasan konyol ! Justru dengan kamu mengaku kita selingkuh, Rizky akan semakin marah ! Dia bukan hanya marah sama kamu, tapi sama aku juga. Dia pasti akan sering nampar kamu, Din. Aku gak mau kamu terluka, karena luka kamu luka aku juga." Maxime mengelus pipi kananku lembut, seolah meredakan rasa sakit akibat tamparan Rizky. "Kita jelasin semuanya sama Rizky sebelum terlambat. Kamu tau, sekarang Rizky pergi ke mana?"

"Kantor..." Jawabku singkat. Maxime langsung menarik pergelangan tanganku, aku tak menyangka dia akan membantuku menjelaskan kejadian sebenarnya pada Rizky. Aku pikir dia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk merebutku kembali padanya, tetapi dugaanku salah ! Yang terjadi justru sebaliknya.

--- AUTHOR POV ---

Dinda dan Maxime kini berada di loby sebuah gedung pencakar langit berlantai 30, gedung ini adalah salah satu gedung perusahaan Rizky di ibu kota. Para petugas keamanan menyambut Dinda dengan baik, wajarlah karena Dinda seorang istri pemilik perusahaan.

MY BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang