[3] NEW HOPE

1.9K 27 2
                                    


hello! i'm comeback! mau lanjutin kisah hidupnya si Sintya nih! enjoy yaa, jangan lupa komen sama bintangnya! 

-- 


"Semua lelaki sama saja! Hanya ingin memuaskan hawa nafsu jika bertemu perempuan! Tidak ada kata cinta! Love is bullshit!"

Aku tidak habis pikir kenapa Davin tega-teganya memperlakukanku seperti itu! Memang benar prinsip awalku, tidak mungkin ada seorang laki-laki ang akan menerimaku apa adanya! Seharusnya dari awal aku tidak usah termakan rayuan Davin! Tapi cara dia meminta... Ah sudahlah! Tidak ada lelaki! Tidak ada cinta!!

Flashback on.

Segera aku keluar dari mobil. Davin menarikku secara paksa agar segera masuk ke dalam tempat itu. Aku tidak tahu ini dimana. Dan mengapa Davin menarikku secara kasar seperti ini? Aku hanya bisa menjerit karena cengkeraman Davin yang lumayan sakit di lenganku. Aku melihat sekeliling dan menemukan plang besar yang mencetak tulisan di papan tersebut.

HOTEL.

"Davin kenapa kamu bawa aku ke hotel?! Davin lepasin! Davin sakit!" ringisku.

Davin melepaskan tanganku secara kasar dan dia mendorongko ke tembok. "Lo itu ga lebih dari sekedar pelacur! Jadi jangan harap lo nemuin cinta yang tulus! Terlebih dari gue!"

"maksud kamu apa Vin?"

"Gue Cuma mau manfaatin lo. Oh bukan! Manfaatin tubuh lo! Di dalem situ tuh, ruangan itu," tunjuk Davin pada pintu yang terletak di ujung koridor hotel. " ada temen-temen gue yang mau make lo! Mending lo masuk, layanin mereka! Mereka udah bayar gue banyak hanya karna pengen make lo. Jadi cepet. Servis mereka!!"

Davin menarik kasar lagi tanganku. Aku yakin, pasti pergelangan tangaku sudah memerah. Aku hanya meronta tetapi Davin tidak menghiraukanku. Hingga...

"Jangan bergerak!"

Davin melepaskan cengkeraman tangannya tepat saat pintu kamar dibuka oleh tangan kanannya dan menampilkan tiga pria yang aku yakini, 'akan memakaiku' malam ini.

"Tetap di tempat! Dan angkat tangan!" perintah Pak Polisi yang akan aku anggap malaikat atas peristiwa penyelamatan ini.

Seluruh polisi yang datang ke hotel ini langsung menyergap satu persatu orang yang mereka anggap sebagai pelaku kejahatan. Tepat tiga polisi menghampiri aku dan Davin,aku takut. Aku hanya bisa mengeluarkan air mata. Aku tidak bersalah. Aku korban.

Sepertinya Dewi Fortuna mendengarkan doaku, ketiga polisi itu menarik Davin dan ketiga temannya itu dan langsung memborgol tangan mereka.

Satu polisi lagi datang. Dan ketiga polisi yang sebelumnya itu memberi hormat kepadanya. Aku rasa dia adalah komandannya. Dan benar saja, ketika polisi itu memerintahkan agar mereka membawa Davin dan teman-temannya keluar, mereka menjawab dengan serempak "Siap komandan!" dan berlalu meninggalkanku.

Flashback off.

Setelah insiden tersebut, aku bingung. Davin dengan mudahnya kembali bersekolah tanpa menjalani hukuman atau apapun. Bagaimana bisa? Secara tidak langsung, dia telah menjadi mucikari illegal. Tunggu, memang ada ya, mucikari legal? Ah sudahlah!

Aku menjalani masa pendidikanku dengan serius. Aku ingin berprestasi agar kelak aku bisa mendapat pekerjaan yang layak. Aku harus tetap berusaha meskipun aku sendirian.Tidak ada mustahilnya jika aku dapat bekerja di perusahaan yang besar suatu nanti. Menjadi wanita karir mungkin? Oh ya! Aku lupa! Kota ini adalah kota besar! Kota metropolitan! Bila hanya dengan ijazah SMA, bisa jadi apa aku? Petugas kebersihan? Aku tidak mau itu! Ya, ambisiku terlalu besar untuk dapat berkerja di tempat yang bagus walau ku tahu itu susah.

"Sintya, apa kamu yakin bisa fokus selama ujian ini berlangsung? Wajah kamu pucat sekali. Lebih baik kamu ke UKS sekarang." Ujar Pak Seno, guru fisika berumur sekitar empat puluh tahunan itu kepadaku. "Tidak pak, terima kasih. Saya bisa kok mengerjakan ujian ini dengan fokus." Jawabku. Sebenarnya aku berbohong, aku sudah tidak kuat melanjutkan ujian ini. Badanku terasa sangat-sangat lemas karena rutinitasku yang menjadi PSK hampir setiap malamnya. Mau bagaimana lagi? Aku melakukan pekerjaan hina itu terpaksa. Terpaksa karena aku harus menjalani hidup seorang diri. Tak ada pemasukan. Yaa, walaupun pihak sekolah memberiku bantuan beasiswa karena prestasiku yang cukup cemerlang. Tapi tetap tidak secemerlang kehidupanku. Buktinya, untuk makan sehari saja aku harus melayani pelangganku. Tidak ada yang mengetahui kegiatan hinaku itu di lingkungan sekolah. Hal itu menjadi satu keuntungan bagiku. Namun aku juga sedikit menutup diri di sekolah. Bukan karena tidak ada yang mau menemaniku, namun karena aku merasa tidak pantas berteman dengan mereka semua. Ya, mereka yang masih suci alias tidak hina sepertiku.

--

Penggalangan Rumah Susun dari Bapak Gubernur DKI Jakarta membuatku sedikit lega karena aku bisa pergi dari neraka hina itu. Sekarang aku tinggal di rusun dengan tenang. Setidaknya aku bisa belajar dengan tenang tanpa memikirkan madam Ina dan pelanggan-pelangganku yang kurang ajar itu. Aku bersyukur, sangat sangat bersyukur bisa keluar dari neraka busuk itu. Tetapi ucapan syukurku ini tidak sepenuhnya nyata. Aku masih sering kembali ke bar-bar yang berada di dekat sini. Tetapi tidak sesering dulu. Ingat! Alasanku melakukan hal itu adalah karena faktor ekonomi. Klise memang, tapi inilah nyatanya.

--

Tok..tok..tok...

'Mengganggu kegiatan melamunku saja.' Batinku.

"Iya, kenapa bu?" tanyaku pada ibu Rini, tetanggaku.

"Ini ada surat buat neng 'Tya." Ujar bu Rini kepadaku sambil menyerahkan sepucuk surat ke genggamanku. "Iya, terima kasih banyak bu." Jawabku yang diiringi anggukan oleh bu Rini dan berlalu dari hadapanku. Segera aku pun menutup pintu dan membuka surat itu dengan getir. kenapa aku getir? Karena surat itu adalah surat dari pihak sekolah. Aku tau karena ada label sekolah yang khas terpampang jelas di muka amplop itu. "YAYASAN ANAK BANGSA." Sebelumnya, aku tidak pernah mendapat surat dari pihak sekolah, karena aku memang murid yang bisa dikategorikan baik, berprestasi dan alim di dunia sekolah. Berbeda dengan dunia malam, yang memasukkanku dalam kategori liar dan bejat. Ah itu tidak penting.

"HUAAAA!!! THANKS GOD!!!! HOW CAN I?! THANK YOUUUU!!!!" Hanya itu ucapan yang keluar dari bibirku setelah membuka amplop berisikan keputusan sekolah tersebut. Dengan rasa bahagia dan tak percaya, aku membaca surat keputusan itu berulang-ulang. Bahkan bisa dibilang, aku sampai hafal setiap kata dari isi surat tersebut. Bagaimana tidak? Aku bahagia sebahagia mungkin! Rasanya, aku tidak pernah mengalami rasa bahagia ini selain saat ulang tahunku yang keenam belas 2 tahun silam. Dimana orang tuaku memberikan pemberian terindahnya kepadaku. Yaitu kalung yang berliontinkan bandul berbentuk bintang yang masih aku pakai hingga sekarang. Saat itulah aku merasakan bahagia. Bahagia yang bisa kuanggap sebagai bahagia terakhir dalam hidupku sebelum membaca surat ini.

Surat ini berisikan keputusan pihak yayasan sekolahku agar aku melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Aku mendapat full beasiswa dan uang saku selama kuliah hingga selesainya nanti di salah satu Universitas ternama di Indonesia. "Universitas Gadjah Mada." Oh, tidak! Tuhan memang benar-benar menyiapkan masa depan yang penuh harapan kepadaku. Mungkin ini bisa menjadi batu loncatan dari masa lalu yang telah aku lewatkan, dan meraih ambisi besarku.

Ya! Sudah saatnya aku bersiap melupakan kekelaman hidupku. Entah aku harus tetap bahagia atau tidak, jika aku mengingat bagaimana bisa seorang PSK mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi ternama. Dan, bahkan jika kelak ada yang tahu tentang seluk beluk hidupku ini apa dia akan menerimaku apa adanya? Yasudahlah aku tetap bersyukur dan pasrahkan segala hal ini kepada Tuhan. Aku tahu, Dia baik.

Hanya ada satu komitmenku, sebisa mungkin aku akan mengubah garis kelamku walau ku tahu, itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

--

tbc yaa..

asik asikkk si Sintya bakal mulai kehidupan baru nihhh! kira-kira apa yang akan terjadi ya disana nanti? mudah-mudahan deh dia nggak jadi bitchy lagi. bintangnya manaaa?! 

Like Angel Like Bi*chTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang