"Ck!" Suara decakan Archie kembali terdengar.
Dia tengah duduk di single sofa kamarku dengan kaki yang diangkat sebelah, satu tangannya diletakkan di pegangan sofa sementara tangan yang lain tengah bertopang dagu dengan mata yang terus mengawasi. Gaya favoritnya setiap kali masuk ke kamarku.
Kupejamkan mataku erat dan menggigit bibirku untuk menahan amarahku yang rasanya siap meledak.
"Kamu benar-benar terlihat menyedihkan. Menangis di depan teman-temanmu? Ck! Kalau Ayah mu tau kurasa kamu nggak akan bisa bebas dari hukuman beliau," lanjutnya lagi sambil memandangku kasihan.
"Tau nggak Archie? Aku.."
"Nggak peduli." Dengan tidak tau dirinya, Archie malah memotong kata-kataku yang setengah mati kutahan agar tidak berubah menjadi bentakan. "Tapi tingkahmu berhasil membuat seisi rumah panik. Mbak Ayu dan para pengawal yang sejak tadi mengikutimu pasti akan kena masalah. Karenamu. Karena dianggap nggak bisa menjagamu."
"Aku cuma menangis, Archie." Suaraku terdengar putus asa.
Sungguh. Ini benar-benar menyebalkan. Gadis-gadis lain di luar sana bisa mengeluarkan air mata mereka dengan bebasnya setiap kali patah hati. Kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama?
"Karena itu kamu, tentu saja!" balas Archie seakan itu adalah satu kenyataan yang seharusnya diketahui oleh siapapun.
Aku diam.
"Sikapmu sekarang yang nggak bisa mengendalikan dirimu mulai membuatku khawatir. Sebelumnya kamu tidak begini dan seharusnya tidak begini." Archie beranjak kedepanku kemudian menarikku yang sedang duduk bersandar di kaki ranjang untuk berdiri.
Archie merangkum wajahku dengan kedua tangan besarnya. Diangkatnya wajahku ke atas sehingga bisa bertatapan langsung dengan mata cokelatnya yang terang. Entah kenapa, ekspresi wajahnya terlihat gusar.
"Kendalikan dirimu! Setelah semua yang terjadi padamu, seharusnya kamu menjadi lebih kuat. Bukannya menjadi gadis lemah begini," kata Archie dengan wajah penuh kesungguhan.
Bibirku bergetar dan rasanya aku siap kembali menangis. Astaga.
"Aku ini cuma menangis," rengekku dan disusul dengan tangisanku yang kembali pecah dalam rengkuhan Archie. Ada apa sih dengan semua orang? Kenapa mereka terus saja bertingkah menyebalkan?! Memang apa yang salah dengan gadis patah hati yang menangis?
-Vinka-
Aku rasa, aku telah tertidur setelah tangis panjangku di pelukan Archie. Lagi. Sudah dua kali aku menangis di depan Archie. Menangis yang benar-benar menangis dengan suara isakan yang menyertainya. Benar kata Archie, sebelumnya aku tidak begini. Kenapa aku menjadi gadis yang begitu berbeda? Kalau terus seperti ini, aku tidak akan kaget kalau menemukan satu hari nanti aku akan berubah menjadi benar-benar membenci diriku sendiri.
Tok tok tok.
Suara ketukan terdengar di pintu kamarku. Dengan langkah sedikit sempoyongan karena nyawaku yang belum terkumpul seluruhnya, aku membuka pintu dan mendapati wajah Citra di depanku.
"Hai, Vinka. Lo... baik-baik aja?" tanyanya terdengar ragu. Dia mengusap lehernya dan menghindari bertatapan denganku. Seakan ingin memberitahu dengan jelas bahwa dia tidak nyaman.
Aku menghembuskan napas panjang. "Ada apa?"
"Itu, Ayah nelpon dan nyariin lo." katanya semakin salah tingkah. Ini anak kenapa sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Vinka
Teen FictionBukankah ini menyedihkan, saat aku harus melukai diriku sendiri hanya agar melihat orang yang paling kubenci tersiksa? Cover by @ariski