Lima Belas. Semoga Kamu Bahagia

6.8K 1.1K 173
                                    

Siap-siap. Ini draft terakhir. :'(

Pintu rumah terbuka sebelum aku sempat mengetuk. Citra yang berdiri di depanku kelihatan terkejut. Disampingnya ada satu koper besar. Sepertinya dia bersiap pergi.

Aku menelengkan kepala. "Kamu mau pergi kemana?" tanyaku. Kebiasaan menggunakan kata 'lo-gue' dengan gadis ini, membuatku masih merasa tidak nyaman dengan perubahan yang tiba-tiba. Tapi, kurasa sebanding jika melihat kening mengerut Citra. Dia pasti sedang mengira-ngira, apa yang sebenarnya sedang kurencanakan. Awal yang bagus. Sikap waspadanya akan membuat dia menjadi tidak tenang.

"Minggir lo! Bukannya ini yang lo mau, gue pergi dari rumah ini." sinisnya.

Dari arah belakang, aku melihat Tante Cindy yang berjalan tergesa-gesa. "Citra, jangan pergi. Kamu tidak perlu pergi. Kita seharusnya memang tinggal.." perkataannya terhenti saat dia akhirnya menyadari kehadiranku.

Aku tersenyum membalas tatapannya. "Tante kok masih disini? Citra mau pergi loh, Tante. Tante dan Citra kan satu paket yang tidak seharusnya dipisahkan."

"Jangan ganggu nyokap gue!" geram Citra merangsek kearahku.

Aku tertawa kecil. "Maaf. Aku cuman bercanda kok. Kenapa mau pergi sih. Aku juga baru pulang ini."

"Mau lo apa sebenarnya?"

"Aku mau kamu jangan pergi. Aku tidak ingin lagi kamu pergi?"

"Apa?"

Aku memperhatikan Citra lekat kemudian beralih ke Tante Cindy yang sejak tadi diam mematung. Menunduk, kuperhatikan lantai yang kupijak. Hembusan napas lelahku terdengar. "Seharusnya kalian pergi saat aku tidak menganggap kehadiran kalian penting."

Pertahanan Citra goyah. Sikap siap berperangnya luntur. "Ma-maksud lo apa?"

Aku berdehem. "Kalian sudah tau? Bundaku ternyata sudah meninggal." Mereka terkesiap kaget. Pasti mengejutkan mengetahui aku sudah tau apa yang selama ini mereka sembunyikan. "Citra.." kali ini aku yang melangkah mendekat kearahnya. Menunduk disamping wajahnya sehingga aku bisa berbisik di telinganya. "Sekarang kamu menjadi seorang pembunuh."

Tubuh Citra bergetar sementara Tante Cindy sudah menangis ketakutan. Mungkin dia juga mendengar bisikanku. Tapi, memangnya aku semenakutkan itu ya?

"Ada apa ini?" tanya Ayah yang tiba-tiba muncul. Mbak Ayu berdiri di dekatnya.

"Ayah," sapaku. Mengabaikan keadaan sekitar, Ayah berjalan mendekat kearahku kemudian meraihku ke dalam pelukannya. "Selamat datang kembali." Ah, keluarga kami terlalu pandai berpura-pura.

Aku berjinjit lalu mengecup pipinya, membuat Ayah tertawa kecil.

"Ayah tidak pergi?" tanyaku yang membuat tawanya terhenti seketika.

"Bibirmu kenapa?" Ayah bertanya balik seraya menyentuh bibirku yang membengkak.

"Ayah tidak nyambung." dengusku.

"Kerjaan Alex ya?" godanya.

"Tidak. Aku tidak sengaja menggigitnya tadi." Raut Ayah berubah serius mendengarku. Tapi aku tidak ingin tau alasannya kenapa.

"Citra ingin pergi," tatapanku beralih ke Tante Cindy yang berusaha menahan sedu sedannya. "Tante Cindy juga sekarang mau pergi, iya kan Tante?"

VinkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang