Untuk beribu kalinya, aku kembali menulis sesuatu untuk kamu. Meski hanya satu ini yang kupublikasikan secara umum.
Untuk kamu, yang pertama kali kembali meyakinkanku, kalau menyukai orang sehabis patah hati itu bukan hal yang tidak mungkin.
Kedatanganmu yang tak terduga meninggalkanku dengan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung. Masih ada banyak hal yang belum kau ketahui tentang diriku. Seperti misalnya, aku memimpikan figurmu sebelum kita bertemu.
Di mimpi itu, kau menemaniku berkelana di padang pasir serta mengorbankan dirimu untukku dari tangan profesor gila.
Mungkin, itulah tujuanku bertemu dirimu. Perandaian yang pas bukan? Tugasmu hanya datang untuk menyembuhkan luka yang profesor gila tersebut torehkan. Hanya empat bulan. Singkat sekali waktu kita. (Meski begitu, satu diary-ku berisi tentangmu semua.)
Meski begitu, salahkah aku jika mengharapkan sesuatu yang lebih?
Kau tetap disini, misalnya.
Pft.
Biarkan aku terus bermimpi.
Kau bahkan langsung berlari ketika tahu sisi terkelamku. Orang sepertimu mana bisa ditinggal sendirian dalam gelap? (Kau matahari dan aku sang rembulan, itu mengapa kita tak ditakdirkan bersama.)
Setelah kau menyelesaikan tugasmu, bolehlah kau pergi dengan baik-baik. Jangan torehkan luka sedalam ini. Jangan coba kembali apalagi mengobatinya lagi. (Bahkan setahun kemudian, aku masih saja menangisi kepergianmu.)
Sudah terlalu dalam. Dampaknya terlalu besar. (Apalagi ketika kau membicarakan gadis lain tepat di jangkauan pendengaranku.)
Pernahkah kau melihat segalanya dari sudut pandangku? (Aku sadar kau agak egois, tapi pernahkah barang sedetik saja?)
Kau bukan 'seorang lainnya' untukku -seperti aku untukmu. Kau bukan 'satu di antara banyak' -seperti aku untukmu. (Aku menangis ketika kau mengatakan hal ini secara terang-terangan, kau tahu?)
Kau adalah 'satu-satunya'. Kau membawaku begitu tinggi hanya untuk kembali menghempaskanku ke dasar. Tapi aku tak memusingkannya. Karena di satu titik, kita memang pernah ada. Kita nyata. Sakit pada akhir perjalanannya sudah terbayarkan. (Aku masih ingat ketika aku bertanya apa yang sedang kau inginkan untuk ulang tahunmu, dan kau berkata, "Aku ingin jalan berdua bersamamu." Aku sangat bahagia meski kita tak pernah melakukannya.)
Aku memang tidak seperti mereka semua, yang dapat leluasa berbicara denganmu di muka umum. Bukan karena apa-apa. Hanya karena aku terlalu pemalu. (Gadis itu sungguh percaya diri, apa karena itu kau berpaling?)
Sial, memang. (Altha, kau kesialan itu sendiri.)
Coba saja aku punya keberanian untuk bertatap muka denganmu, sebesar aku punya keberanian untuk mempublikasikan ini. Mungkin, kita masih dapat bersama? (Rasanya sudah tak layak untuk terus mengenangmu, dikala mungkin kau sudah mendekap yang lainnya.)
Ini untukmu, lagi. Lagi dan lagi. Untuk seorang anak lelaki yang mungkin akan selalu mempunyai tempat di hatiku. (Kadang aku masih bingung kenapa hatiku masih berfungsi.)
(Aku merasa begitu bodoh detik ini. Meski tak mau mengakuinya, tapi aku rindu. Sangat rindu padamu.)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mind of Mine
PoetrySekadar curahan hati gadis SMA yang kata orang "masih belum tahu apa-apa".