;

40 0 0
                                    

Hujan tak kunjung datang, padahal reporter tersebut mengabarkan bahwa akan ada hujan besar tiga hari ke depan. Lagi-lagi aku hanya dapat termenung menatapi layar televisi yang membisu, merefleksikan diri pada pantulanku di sana.

Tanpa suara hantaman hujan dengan tanah, semuanya seketika bisu.

Kadang, keheningan sungguh memekik. Namun lirik lagu pada ponselku membisikkan kenangan yang tak urung habis. Sendirian dan kesepian, konsep yang sungguh jauh berbeda.

Siapa sangka semuanya bisa jadi seperti ini?

Bukan salah siapa pun. Bukan Si Masa Lalu, Si Masa Depan, Si Jauh atau Si Dekat. Semua tuduhan jatuh kepada Si Aku. Terdakwa utama yang sudah dipastikan bersalah.

"Kenapa kamu terus-terusan nulis hal yang depressing?"

Sayang, kalau aku dapat membuat lantunan puisi mesra, aku akan melakukannya untukmu. Hanya ini yang mampu kuciptakan, rangkaian kata untuk melukiskan kerusakan yang kupunya. Karena hal ini lah semua benda di rumahku bernuansa ceria -aku ingin tahu apa ceria itu.

Menangis, namun tak ada air mata yang keluar. Seolah tak bisa bernafas, namun paru-paru tetap bekerja. Sesak. Tolong aku? Mataku setengah terpejam, dibuai kabut tebal yang entah kapan akan hilang.

Aku memang mengucapkan hal-hal diselipi roket, namun tahukah kamu bahwa aku adalah sebuah dandelion di selipan batu? Hati-hati, Cintaku, tak ada parasut bersama perkataanku. Jangan melayang terlalu tinggi jika takut jatuhnya nanti.

Aku menggunakan semicolon sebagai judul, karena tak pernah ada akhir yang sungguh-sungguh akhir -semuanya bercabang dan semakin bercabang. Tak ada akhir. Tak pernah ada akhir. Titik ini juga hanya ilusi dari sebuah akhir kalimat.

Oh, satu lagi, aku tak pernah menghantam dasar. Aku konstan melawan gaya gravitasi yang terlampau besar. Hal yang baru kau ketahui juga, bukan?

-(Aku takut menulis ini. Aku takut karena aku jujur)

;

A Mind of MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang