CHAPTER 10

9.9K 629 76
                                    

Angin semilir menggerakan helai - helai rambut tiga orang yang masih duduk diam di halaman berumput tanpa ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Ketiganya tenggelam dalam pikirannya masing - masing.

Sasuke menunduk, telunjuknya menggores tanah membentuk pola - pola abstrak. Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya. Kalau Pamannya tahu, seharusnya orang tuanya juga tahu tentang penyebab permusuhan konyol diantara keluarganya dan keluarga Naruto tapi kenapa ayahnya tidak pernah cerita apa - apa.

"Paman tahu dari mana?'' Pertanyaan itu akhirnya keluar juga dari kepala Sasuke setelah di tahan - tahan sejak tadi. 

"Tentu saja Paman mencarinya'' jawab Madara santai.

"Kenapa?''.

Kali ini Naruto yang bertanya. Satu - satunya pria berambut pirang disitu sejak tadi sudah gatal ingin mengajukan banyak pertanyaan.

"Kenapa apanya?'' Tanya balik Madara.

"Paman jangan pura - pura tidak mengerti'' sungut Sasuke saat melihat ekspresi sok polos dari pamannya.

Madara terkekeh melihat tingkah Sasuke. Tangannya reflek mengacak rambut keponakannya yang langsung ditepis oleh Sasuke kasar.

"Jangan mengacak rambutku. Tangan Paman kotor'' protesnya dengan memasang wajah kesal.

"Bukannya sama saja dengan tangan kekasihmu itu, kalau dia boleh kenapa Paman tidak''

Madara pura - pura memasang tampang tidak terima yang malah terlihat lucu.

"Paman jangan mengalihkan pembicaraan. Jawab saja, apa alasan Paman mencari tahu tentang leluhur kita?'' Desak Sasuke tidak sabar. 

Madara menghela napas keras, ekspresinya sudah berubah kembali menjadi serius.

"Tidak ada alasan khusus. Paman hanya penasaran juga lelah dengan sikap keluarga kita yang kekanakan'' jawabnya santai.

Tangannya memilin - milin rumput di tangannya kemudian melemparnya ke depan

"Apa Dad tahu?'' Sasuke mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Madara.

"Ya. Paman sudah memberi tahu Ayahmu dulu, tapi meski sudah tahu Ayahmu tetap bertahan dengan prinsipnya''.

"Dasar keras kepala'' gerutu Sasuke yang ditujukan pada ayahnya.

"Kau juga sama, Anak nakal'' sanggah Madara yang rupanya mendengar gerutuan keponakannya.

"Ya sudah'' Madara berdiri dari duduknya, sedikit menepuk celana yang di pakainya untuk menghilangkan kotoran yang menempel.

''Cepat masuk, disini mulai dingin dan sepertinya ini sudah waktunya makan malam'' ajak Madara.

"Kita disini dulu Paman'' Madara memandangi  dua orang yang masih betah duduk di tempatnya dengan tatapan yang sulit diartikan. 

Dalam hati, pria paruh baya itu merasa senang dengan kedekatan mereka, karena mungkin dengan melalui mereka permusuhan konyol ini bisa berakhir. Namun, kemungkinannya kecil untuk bisa meyakinkan orang tua dari keduanya.

"Terserah'' gumamnya, dan tanpa bicara apapun lagi, Madara berjalan memasuki rumahnya.

Bola mata Sasuke mengikuti kepergian pamannya hingga Madara tidak lagi terlihat dari teras rumah.

"Haahh, menyebalkan sekali'' gerutu Sasuke. Kepalanya kembali dia sandarkan di bahu Naruto.

''Sekarang harus bagaimana?'' Tanyanya lirih, matanya menatap kosong ke langit. 

"Mungkin kita bisa mendiskusikannya dengan keluarga'' tangan kiri Naruto mengusap rambut Sasuke lembut, sambil memandangi wajah putih Sasuke yang menengadah.

You Are MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang