Cloud 2 : Nama Kita

67 10 0
                                    

Hujan turun karena Awan. Dimana ada Hujan, Awan selalu menyertainya. Mereka bagaikan pasangan. Selalu bersama tak bisa bersatu. Hanya karena suatu alasan. Mungkin mereka bisa bersatu hanya pada suatu masa.

Author POV

Door

Suara bergemuruh terdengar dari langit sore itu. Sepertinya, para dewa tak ingin hari itu menjadi hari yang cerah dan ceria. Warnanya kelabu dan ditutupi Awan. Mungkin sebentar lagi akan turun Hujan.

Tes

Bulir air pertama hujan itu turun menyambut bumi.

Tes, tes, tes, tes

Butiran air itu turun, terus menerus. Tanpa memperdulikan seluruh kegiatan yang ada di bawahnya.

Di depan ruang OSIS, Awan dan Rain tengah menunggu hujan reda. Suasana diantara mereka sangat canggung

"Mmm, Rain?"

"Apa?"

"Lo pulang sama siapa?"

"Gak tau? Mungkin sendirian?"

"Bareng sama gue aja. Mau?"

Deg

Untuk yang ketiga kalinya kedua pasang mata itu bertatapan.

"Hm? Oh ya. Gue mau."

"Rain, hujannya udah mendingan. Kita berangkat sekarang."

"Oke mamen, off course!" Akhirnya suasana lebih cair daripada sebelumnya.

Rain, kenapa namamu hujan? Rain, aku pengen lebih deket sama kamu. Rain, Rain, Rain.
Awan membatin pada dirinya sendiri. Ia sungguh penasaran kenapa nama Rain jadi seperti itu.

Awan,kenapa namamu Awan? Awan, seharusnya aku gak punya perasaan sama kamu. Rasa ini nggak boleh ada. Awan, Awan, Awan.
Rain juga sedang membatin pada dirinya sendiri. Kenapa ia harus punya punya perasaan pada Awan.

"Rain"
"Awan"
Ucap mereka barengan.

"Gue dulu ya Wan, ladys First" sanggah Rain dengan menampilkan wajah melasnya.

"Nggak bisa Ra, Cowo itu pemimpin harus duluan!" Awan menampilkan wajah tajamnya. Namun dihati ia sedang tertawa melihat ekspresi Rain.

"Ketua OSISnya kan gue Wan, jadinya harus gue duluan!" Rain juga mengikuti ekspresi dan cara bicara Awan.

"Loh, gue kan juga ketua ekskul Futsal. Jadi seharusnya gue duluan Raina Firshabella" Ucapnya penuh penekanan.

"Aku juga jadi ketua ekskul Basket. Jadi seharusnya gue duluan Darmawan Wicaksono. Lah itu nama lo Wicaksono, jadi seharusnya lo itu bijaksana. Pokoknya ladys first!"

"Nggak bisa! Pokoknya ketua Futsal duluan! Titik gak pake koma ataupun tanda tanya!" Sergah Awan yang menahan ekspresi ketawanya.

"Ya udah Wicaksono, lo duluan. Kan ketua OSIS mu itu kan baik hati."

"Idih, membanggakan diri sendiri. Sombong hu sombong."

"Ih, jadi omong gak sih? Kalau gitu gue aja ya."

"Iya iya jadi. Gue itu mau tanya sama lo. Kenapa sih nama lo itu Rain? Hujan?" Akhirnya salah satu pertanyaan itu dilontarkan.

"Gini lo Wan, nama gue Rain itu karena lahir saat suasana hujan. Jadinya, papa sama mama gue ngasih nama Rain artinya hujan. Dan anehnya, semua hal-hal penting dihidupku itu terjadi saat hujan. Paham?"

"Ih, paham-paham udah kayak guru aja. Cita-citanya jadi guru ya mbak?" Ucap Awan dengan nada menggoda.

"Awan ih bisa aja. Trus gue sekarang udah boleh tanya?" Tanya Rain dengan nada yang sama-sama menggodanya.

"Udah Hujan, lo udah boleh tanya."

"Gini Wan, hampir sama dengan pertanyaan lo, kenapa nama lo Awan?"

"Jawabannya hampir sama dengan jawabanmu Rain. Aku lahir disaat suasana sedang ber-awan mendung. Seperti sekarang ini, Awan mendung dan hujan lebat. Kayaknya kita cocok deh. Dan satu hal lagi, hal-hal penting dalam hidupku juga terjadi saat langit berawan. Entah itu awan mendung atau awan yang mengiringi panas matahari."

"Pede nya udah mulai muncul, mampus aja lo!" Ujar Rain yang membuat mereka berdua tertawa.

Ditempat yang berbeda

"Ren, udah pulang yuk. Hujannya udah mulai reda."

"Bentaran Bay, gue masih mau disini. Liat Hujan kaya liat Rain temen guep satu bangku."

"Kamu, ternyata sahabatan ya sama Rain?"

"Eh, nggak. Tapi, aku ngrasanya gitu. Tapi nggak tau perasaannya Rain. Aku nggak mau kehilangan dia dari samping gue."

"Serena, ini hujannya udah berhenti total. Ayo pulang sekarang."

"Ya udah, ayo and cap cus!"

>>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<<<

Buk
Rain melemparkan tasnya ke kasur. Jantungnya terus saja berdetak dengan sangat cepat. Ia bingung, karena setiap berbicara maupun hanya bertatap mata dengan Awan ia selalu merasa senang. Rain tak boleh mempunyai perasaan ini. SAMA SEKALI.

"Rain, turun waktunya makan!" Teriak suara dari lantai bawah.

"Bentar kak, masih ganti baju!" Balas Rain yang sebenarnya ia belum melakukan hal apapun.

"Aku tunggu di bawah dalam 5 menit lagi Rain!"

"Bawel kakak!"

Ia akhirnya pasrah atas perintah diktator kakaknya.

Akhirnya Rain turun dengan kaos kedodoran warna cyan dan hotpantsnya.

"Rain, sini makan sama kakak kamu." Suara lembut itu memanggil Rain.

"Iya mah. Ini apaan ma?"

"Nasi pecel"

"Nggak biasanya mama buat masakan jawa. Kesambet apa ma?"

"Lho, anak jaman sekarang suka nya kok nyolot ya? Sini buat mama jitak kepala kamu, biar otaknya encer"

"Eee, lha kok pede njenengan niku"
Gaya bahasanya dibuat-buat jawa. (Lo, pede sekali anda itu.)

"RAIN!"

"Mah, pergi dulu Assalamualaikum"
Potong Rain menghindari semprotan mamanya.

TBC

◻◻


Thanks for read
¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤¤
Sazafi

CloudyRainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang