Rain 8 : Rasa yang Beda

42 6 2
                                    

Dua hari setelah acara besar-besaran dirumah Raina itu, ia mulai masuk sekolah.

"Adek, ayo berangkat." Itu suara Raika. Ia membersihkan jok belakang motor N-MAX kesayangannya, dan memberi kode mata kepada Raina untuk memakai helm dan segera naik motor.

"Udah belum?" Sambung Raika.

"Bentar, belum posisi wenak ini." Balas Raina santai, dengan memposisikan bokongnya kekanan dan kekiri mencari tempat ternyaman. "Udah kak, berangkat."

"Pegangan ya, jangan sampai kaya Ridho lagi."

"Hm."

Akhirnya, motor berwarna abu-abu itu mulai meluncur.

¤¤

Pukul 6.15 di SMP DRAXLER masih sangat sepi.

"Dek, sekolahnya masih sepi ini. Kamu nggak salah jadwal'kan?" Raika bertanya. Karena, menurutnya saat ini SMP DRAXLER benar-benar sepi.

Bayangkan, hanya ada Raika dan Raina. Hampir menyerupai adegan pada film-film. Itu lo, kawasan bangunan yang nggak ada orangnya. Terus, ada plastik yang lewat karena ada anginnya. Ditambah, ada suara jangkrik.
Merasa Deja Vu nggak?

"Nggak salah kak. Biasanya gini. Kan masuknya jam 7.15. Masih 1 jam lagi. Akunya aja yang nggak mau kesiangan." Terang Raina

"Yaudah kalau gitu. Kakak cuma nggak mau kamu salah jadwal. Assalamualaikum." Raina mencium tangan kakaknya dengan sopan. Itu adalah kebiasaannya. Jika tidak mencium tangan orang yang dihormati, maka Ari akan menghukumnya .

Motor Raika beranjak dari tempatnya, melewati jalan yang lumayan lengang. Dari jauh, Raina melambaikan tangannya.

Raina mendesah pelan. Bahkan, satpam sekolahnya pun belum datang.

Ia berjalan ke kelasnya yang berada di lantai atas. Ia kelas 8G. Berada pada paling pojok gedung, dekat tangga dan diatas pos satpam.

"Woi Raina." Zahra. Raina yakin, bahwa itu suara Zahra. Teman se-perjuangan pengurus OSIS, juga teman satu kelasnya.

"Rajin banget dateng pagi. Gak biasanya." Zahra menatap penuh selidik pada Raina. Yang ditatap, hanya mengangguk kecil sebagai balasan.

"Kenapa lagi lo? Kok kayaknya nggak mood banget?" Zahra terus mengajak Raina berbicara. Wajah Zahra sangat ceria, bagai tak ada beban berat sama sekali. Kapan ia akan seperti ini? Menganggap enteng semua pekerjaan, tapi bukan berarti meremehkan.

"Mana Zihra?" Hanya basa-basi Raina.

Oke, jadi begini. Zahra dan Zihra adalah anak kembar. Zahra berada pada kelas 8G, sedangkan Zihra kelas 8H. Zahra seorang pengurus OSIS, sedangkan Zihra adalah anggota MPK*. Zahra adalah atlet Judo, sedangkan Zihra atlet Taekwondo. Kata orang, Zahra manis, sedangkan Zihra cantik. Cukup sampai disini saja, anak kembar tidak suka dibanding-bandingkan.

Ini ceritanya Raina
Bukan ceritanya si kembar.

Tapi, kalau mau ceritanya si kembar, boleh saja.

Kembali pada awal,

"Zihra dateng telat. Tadi kebelet boker." Zahra menyegir kuda, menganggap bahwa kata boker adalah kata yang enteng untuk diucapkan.
Zahra dan ngglonohnya.

"Udah ah, masuk ke kelas aja."

¤¤

"Ra, woi! Pinjem tipe-x!" Itu Priska, sedang berbisik kepada Raina untuk meminjam tipe-x.

Bel masuk sudah berdering satu jam yang lalu. Artinya, saat ini Raina dan kawan-kawan sedang pada pelajaran ke-2. Ulangan MATEMATIKA.

"Heh mbak, itu kalau mau tanya sama temannya jangan sekarang. Ulangan, kok tanya-tanya." Bu Wati, adalah yang menyuarakan hal barusan. Seorang guru Matematika paling KILLER se-SMP DRAXLER. Sindirannya paling nge-jleb dibanding guru lain. Bahasanya yang penuh penekanan, uh menyeramkan. Teman Raina lain, yang namanya Arya dan Ian paling suka dalam hal membuat Bu Wati naik pitam. Begitulah, Bu Wati yang kita cintai.

CloudyRainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang