T W O

3.1K 249 7
                                    

No one believes in love at the first sight until that special person comes along and steals your heart.

Rania merasa sangat beruntung. Karena pagi ini, ia tidak menemui Rolando dan ia juga tidak tahu di mana keberadaan Rolando. Rania juga merasa senang, karena semalam, ia jadi makan malam bersama dengan Ibunya. Bahagia yang tak ada tandingannya.

"Kenapa sih, Ran? Kok senyum-senyum?" Ika bertanya dengan nada sedikit menggoda. Rania tetap tersenyum, ia menggelengkan kepalanya dengan semangat. "Hayo, kenapa?"

Akhirnya Rania pun bercerita, "Semalem jadi makan malem bareng Ibu. Aku seneng banget!"

"Bagus dong. Terus, Ayah lo gimana? Baik-baik aja kan? Gak sampe bunuh diri waktu lo ketemu Ibu lo?" Ika tertawa, diikuti oleh Rania.

Rania menggeleng dengan cepat, "Engga kok. Ayah cuma kayak sok was-was. Padahal kan aku jalan juga jalan sama Ibu aku. Ya ngga?" Ika terkekeh seraya mengangguk.

Saat sedang asyik mengobrol, seseorang datang ke kelas mereka berdua bersama sahabatnya. Yah, tebak saja siapa yang datang.

Yap, orang itu adalah Lian dan Rolando. Lian sengaja datang ke kelas ini karena Ika, kekasihnya. Lian dan Rolando berjalan mendekat menuju Ika dan Rania. Rolando masih belun menyadari bahwa sahabat dari kekasih Lian adalah perempuan bocah itu.

Saat sudah berada di depan Ika dan Rania, mata Rolando melebar. "Lo kenapa gak bilang gue sih kalau sahabat cewek lo itu si bocah ini?" Tanya Rolando tepat di telinga Lian dengan nada ditekan.

Lian sempat terkekeh. "Kalo gue kasih tau, lo mana mau nemenin gue ke sini," bisiknya balik.

Rolando hanya mendengus sebal. Ia akhirnya hanya menurut. Menunggu Lian dan Ika sampai selesai berbicara. "Lan, gue keluar bentar sama Ika. Lo di sini dulu bentar ya? Plis?" Mohon Lian.

"Jangan tinggalin gue kenapa sih!" Keluh Rolando. "Udah, lo keluar sama gue aja. Jangan ngeduain gue sama cewek."

"Gue ingin melakukan sesuatu yang privasi, Lan. Plis?"

Rolando pasrah. Ia menghirup nafas lamat-lamat lalu menghembuskan nafasnya pelan, "Yaudah sana."

Lian dan Ika keluar bersama. Sebenarnya, mereka bukan mau melakukan sesuatu yang privasi, melainkan mereka hanya ingin ke kantin untuk membeli air mineral untuk Ika, sekaligus memberi waktu Rolando untuk berbaikan dengan Rania.

Rolando duduk di sebelah Rania. Dua-duanya sama-sama terdiam, tidak ada yang membuka suara. Rania yang tadinya senyam-senyum sendiri, sudah tak lagi tersenyum. Senyumnya layu ketika melihat Rolando datang ke hadapannya.

"Lo kenapa sih main pesawat kertas mulu?" Tanya Rolando tiba-tiba dengan nada sedikit kesal. "Gue kesel tau gak? Kesel karena pesawat lo ngenain gue mulu!"

Rania masih terdiam, mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan Rolando. "Itu hobi aku. Karena yang aku percaya, pesawat aku terbang ke tujuan yang tepat," Rania menundukkan kepalanya.

"Sayangnya, gue bukan tujuan yang tepat. Pesawat lo salah mendarat," tukas Rolando dingin.

"Iya, Nia minta maaf. Mungkin pesawat aku suka sama kamu makanya mendaratnya selalu di kamu," ucap Rania polos.

Paper PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang