T W E L V E

1.9K 178 8
                                    

The best love is the one that makes you a better person without changing you into someone other than yourself.

Dor! Dor! Dor!

Rolando menggedor-gedor pintu rumah Lian, menunggu Lian untuk membukakan pintunya lebar-lebar untuk Rolando dan membiarkan Rolando menghajarnya habis-habisan.

Beberapa detik setelahnya, seseorang membukakan pintu untuknya. Rolando menarik orang itu dengan kasar keluar dari rumahnya dan mendorong orang itu dengan kasar.

Air mata Rolando lagi-lagi terjatuh.

"Lo! Lo manusia terbrengsek yang pernah gue kenal, Lian!" Bentak Rolando, tak peduli sekarang sudah malam dan akan membangunkan semua warga.

"Apaansih, Lan!"

"Gausah apaan sih apaan sih, brengsek!" Rolando langsung melayangkan pukulannya ke Lian.

Darah segar mengalir dari hidung Lian. Lian tertawa penuh makna, "Gara-gara Rania ya?" Tanya Lian dengan nada menggoda.

"Dia udah tau ya? Bagus dong, jadi hukuman lo berhasil. Selamat ya, brother," Lian mencoba bangun untuk memeluk Rolando.

"Gak usah sok manis lo, bangsat!" Rolando memukul lagi Lian dengan emosi. "Lo ngebiarin dia disentuh dan diperkosa sama laki-laki yang gak jauh beda bangsatnya sama lo!"

Lian terkejut mendengar kabar itu. Ia tak menyangka akan berakhir seperti ini.

"Lo sengajakan biar dia kayak gini?! Iyakan?!!" Emosi Rolando sudah benar-benar pada puncaknya.

"Cukup dua kali pukulan. Karena nanti saat lo bahagia, gue akan hadir dan merusak kebahagiaan lo, kayak lo ngerusak kebahagiaan gue sama Rania," tukas Rolando dingin.

Shit..., batin Lian.

| | | | |

"Darimana lo?" Tanya Saddam saat melihat Rolando berjalan ke arahnya.

"Ada urusan," balas Rolando seadanya.

"Habis ngehajar siapa?" Tanya Saddam, menyadari ada tetesan darah di tangannya yang belum sempat Rolando hapus karena tak tau.

"Bajingan," balas Rolando.

"Bajingan kayak lo? Hahaha."

"Lebih bajingan," tambah Rolando.

"Bagus," kata Saddam.

"Lo mau tidur di mana? Ayah udah pasti gak ngebolehin lo tidur di dalem," tanyanya.

"Di sini. Tapi, gak tidur juga gak apa-apa," kata Rolando.

"Oke," jawab Saddam singkat. "Gue masuk, ya. Kalau kakak gue udah siuman pasti gue langsung suruh lo masuk," Saddam tersenyum.

Rolando mengangguk, "Makasih, Dam, lo baik banget sama gue."

"Demi kebahagiaan kakak gue, bakal gue lakuin apapun. Termasuk pertahanin lo biar ga pergi," Saddam mengulas senyum manisnya, lalu ia masuk ke dalam kamar Rania.

Rolando memutuskan untuk duduk di bangku yang berada di depan kamar Rania. Ia menahan kepalanya dengan kedua tangannya yang ditumpu di femurnya. Satu tetes cairan bening terjatuh dan mengenai lantai. Lama kelamaan, bukan hanya satu tetes, tetapi berpuluh-puluh tetes bahkan bisa ratusan.

Paper PlaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang