Tepat pukul 5 sore, Reynata akhirnya sampai didepan komplek rumahnya. Saat akan melangkah masuk kearea komplek, ia melihat seorang perempuan yang nampaknya ia kenal sedang duduk diayunan taman bermain. Itu adalah si bungsu, Miki.
Miki terlihat sedang menatap langit yang mulai berubah oranye. Buru-buru Reynata menghampirinya.
"Ki, lu ngapain duduk sendirian disini?"
Miki menoleh kearah asal suara dan tersenyum ketika melihat kakak ketiganya itu sudah sampai.
"Enggak ngapa-ngapain, cuma males aja sendirian dirumah. Disana sepi." jawab Miki dengan nada terdengar lesu.
Reynata ikut duduk diayunan sebelah Miki. Ia bisa menangkap aura sedih dan tidak semangat dari Miki.
"Kayaknya lu lagi enggak mood, ya?"
Miki mengangguk.
"Yah kalau lu nya aja enggak mood, terus acara makan malam kita gimana?"
Miki menatap Reynata sebentar sebelum akhirnya beralih memandangi tanah dibawahnya, "Gimana sama Luna, akhirnya dia mau datang atau enggak?"
Reynata mulai menggerakkan ayunan secara perlahan dan membuat besi ayunannya berderit serta bergerak maju dan mundur. "Gua tadi udah ngehubungin dia, katanya dia enggak bisa ikut karena ada pekerjaan mendesak yang harus selesai malam ini dan diserahkan besok."
"Itu bukan cuma alasannya aja biar enggak ketemu kita, kan?"
"Jangan baper." Reynata mengingatkan Miki, "Kita kan emang udah tahu terkadang Luna suka sibuk sama kerjaannya."
"Atau pura-pura sibuk..." sahut Miki.
"Ih, gua kan udah bilang jangan baper dulu."
Mik hanya terus menunduk, "Kak, lu masih inget enggak sama perkataan Karin ke Luna sebelum dia pergi."
"Yang mana?" tanya Reynata, ia mempelambat pergerakan ayunannya.
"Dia bilang kalau dia benci sama Luna. Gua enggak pernah nyangka kalau Karin bakal ngomong kayak gitu."
Reynata menghentikan pergerakan ayunannya, dan menatap Miki yang sedari tadi tidak mengangkat kepalanya.
"Mungkin dia cuma asal ngomong, ki karena ngikutin emosi sesaat. Yaaah, walaupun gua belum tahu sebenarnya ada masalah apa diantara mereka sampai-sampai seorang Karin yang kita kenal sebagai sosok yang dewasa, dan baik bisa bicara sekeras dan sekasar kemarin."
"Menurut lu, dia benci kita juga enggak?" akhirnya Miki menatap Reynata
"Benci kenapa?"
Miki mengendikkan kedua bahunya, "Abis gara-gara perkataannya kemarin ke Luna, gua jadi mikir jangan-jangan selama ini dia cuma menahan diri untuk tetap tinggal sama kita. Mungkin sebenarnya, dia belum bisa terima kalau ayahnya ternyata memiliki istri-istri yang lain."
Reynata terdiam. Ia jadi ikut memikirkan dugaan-dugaan yang dilontarkan oleh adik bungsunya itu. Miki menyadari perubahan sikap dari kakaknya itu. Lalu, tiba-tiba terlintas dikepalanya sebuah pertanyaan yang ingin sekali ia tanyakan pada kakak ketiganya.
"Gua jadi penasaran, kira-kira lu sendiri gimana, kak?"
"Gimana apanya?" tanya Reynata yang tidak mengerti dengan pertanyaan dari Miki.
"Sebenarnya waktu tahu ternyata ayah punya banyak istri, gimana perasaan lu? Jangan-jangan dibalik sikap ramah lu sekarang, juga masih ada perasaan enggak terima."
Reynata menggeleng pelan, "Walaupun awalnya kaget, tapi gua enggak pernah ngerasa enggak terima kok. Toh, ibu gua juga seorang istri ketiga. Lagian, dari kecil sebelum ibu meninggal, gua udah punya dugaan kalau ayah punya istri selain ibu. Walaupun ibu enggak pernah cerita apapun selain mengatakan kalau ayah jarang pulang karena demi kebaikan kami berdua." Reynata kembali menggerakkan ayunannya secara perlahan. "Terus, begitu beberapa hari tinggal sama kalian rasanya enggak terlalu buruk kok malah gua seneng karena akhirnya gua enggak sendirian lagi. Gua punya saudara yang bisa jadi tempat bergantung atau bercerita apapun walaupun kalian bukan berasal dari rahim yang sama."
Mendengar perkataan Reynata, perasaan Miki jadi lebih baik. Ternyata, Reynata tidaklah seperti yang ia pikirkan sebelumnya. Sikap dan perasaannya sejak awal ternyata murni dan tidak berbohong apalagi terpaksa harus berbuat baik pada dirinya dan yang lain.
"Lu sendiri?"
"Hm?" Miki sampai memiringkan kepalanya saat mendengar pertanyaan Reynata karena bingung.
"Lu sendiri gimana, setelah tahu ayah punya anak-anak selain lu?"
"Gua? Gua sama sekali enggak benci dan perasaan waktu dengar kenyataan itu bukannya enggak terima sih, tapi kaget, bingung dan enggak sangka aja ayah sampai punya 4 istri. Udah gitu, ternyata gua ini anak dari istri keempat." Tiba-tiba Miki tertawa.
"Kenapa lu tiba-tiba tertawa?" tanya Reynata yang tidak mengerti maksud tawa yang ditunjukkan oleh Miki.
Senyuman Miki memudar, "Dulu, gua benci banget sama ayah." Miki terdiam sebentar, "Gua pikir dulu ayah sengaja menelantarkan gua dan ibu. Gua juga sering mengatakan kalau ayah pasti punya wanita lain selain ibu, kemudian ibu sering menasehati gua dan mengatakan kalau ayah jarang pulang karena harus bekerja." Kedua mata Miki tiba-tiba terasa panas ketika mengenang waktu dirinya masih tinggal bersama ibunya."Ditambah, ketika malam itu... saat tiba-tiba ibu minta izin sama gua untuk keluar sebentar untuk bertemu ayah dan dia menitipkan gua pada tetangga. Tapi, malam itu malah menjadi malam terakhir gua ngelihat dia hidup." air mata mengalir dari pelupuk mata Miki, "Gua masih ingat banget saat ibu melambaikan tangannya ke gua sebelum pergi dan berjanji akan pulang sebelum jam 9."
Reynata yang baru kali pertama melihat Miki menangis, langsung berdiri dari ayunannya dan menghampiri adik bungsunya itu. Perlahan, Reynata menepuk-nepukkan tangannya dipundak Miki agar ia berhenti menangis. Dia juga tidak segan mengusap air mata Miki dengan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LOVELY SISTERS
Ficción GeneralKisah ini menceritakan tentang empat saudara perempuan berbeda sifat dan pendapat. Mereka dilahirkan dari ibu yang berbeda dari satu ayah yang sama. Mampukah mereka bersatu dan menerima satu sama lain? Temukan juga, kejadian-kejadian lucu yang mengi...