Chapter 2

3.5K 380 68
                                    

Setelah sempat terlibat pertengkaran dengan Seokmin dan dipanggil ke kantor, Pinky kembali ke kelas dengan bersungut-sungut. Tak henti-hentinya gadis berhidung bangir itu meratapi kukunya yang patah. Sementara Seokmin berjalan beberapa meter di belakangnya dengan ekspresi takut-takut dan terkesan sengaja menjaga jarak.

Tepat ketika Pinky menoleh ke arahnya, pemuda itu buru-buru berhenti seraya menutup mulutnya. Seolah trauma kalau saja tiba-tiba Pinky menerjang ke arahnya dan kembali mengobok-obok mulutnya.
"Awas kau," Pinky mengancam seraya mengibaskan rambutnya seperti biasa, lalu terus berjalan dengan menggerutu. Menatap ke arah kuku cantiknya yang patah.

***

Pinky menyeruak ke dalam kelas dan langsung menghampiri Mingyu di bangkunya.
"Kenapa kau berikan kue itu pada orang lain?" Ia nyerocos seraya duduk begitu saja di samping pemuda itu.
Mingyu yang tadinya asyik mengutak-atik ponsel di tangan, menoleh dan menatap gadis di sampingnya dengan malas-malasan.
"Kau sudah memberikan kue itu padaku, terserah padaku 'kan ingin memberikannya pada siapa," jawabnya.
"Tapi itu sama saja dengan tak menghargai pemberianku,"
"Kan sejak awal aku sudah menolaknya,"
"Tapi jangan terang-terangan begitu dong!"
"Masih untung aku tak membuangnya ke tempat sampah,"
"Kau takkan berani melakukannya!"
"Mau coba?"
"Yyaa! Kim Mingyu!" jerit Pinky frustasi.

Keduanya berpandangan, sama-sama terlihat kesal.
"Ngomong-ngomong, untuk apa kau duduk di sini?" tanya Mingyu kemudian.
"Aku mau duduk di sini," jawab Pinky santai.
"Ini bukan tempat dudukmu," gigi Mingyu terkatub. Gadis cantik di sampingnya mengangkat bahu cuek.
"Memang, tapi aku ingin duduk di sini. Di sisimu,"
"Apa kau tak bisa melihat denah?" Mingyu membuka tas, mengeluarkan secarik kertas lalu menunjukkannya tepat di depan wajah Pinky.
"Lihat. Kau duduk di sana, bukan di sini," pemuda itu menunjuk kursi yang berada di belakangnya.
"Dan yang seharusnya duduk di sini adalah ... dia," dengan dagunya, ia ganti menunjuk seorang pemuda yang berdiri kikuk.

Pinky mendongak dan menyaksikan Seokmin tersenyum kaku. Gadis itu mengedipkan mata.
"Bertukar tempat denganku ya. Aku duduk di sini, kau yang dibelakang," ucapnya pada pemuda berhidung perosotan tersebut.
"Tidak!" Mingyu yang menyahut keras.
Tanpa menatap padanya, Pinky melemparkan senyum manis ke arah Seokmin.
"Hidung perosotan, apa yang kau minta? Katakan padaku dan aku akan memberikannya, asal kau mau bertukar tempat duduk denganku. Oke?" Gadis itu mengedipkan matanya lagi dengan cantik. Yang dipanggil 'hidung perosotan' ternganga.
"P-perosotan?!" jeritnya.
"Jika kau berani menyuap Seokmin, aku akan pindah kelas!" Mingyu terdengar frustasi sekarang.

Pinky menoleh dan menatapnya dengan mata berkilat.
"Iya, iya. Terserah kau saja," Ia sewot. Mengangkat pantat, lalu bergerak ke kursi belakang. Tepat ketika ia berpapasan dengan Seokmin, ia menatapnya tajam.
"Urusan kita belum selesai," ancamnya, penuh intimidasi.

***

Setiap pagi, beberapa menit sebelum bel masuk berbunyi, Pinky tetap setia berdiri di depan pintu gerbang menunggu Mingyu, sambil membawakannya kotak makan yang berisi kue, kadang berisi makan siang.
Pinky tahu bahwa makanan-makanan itu akan diberikan pada orang lain, tapi entah kenapa ia tak bisa untuk menghentikan kebiasaannya, memberikan Mingyu sesuatu. Yah, setidaknya pemuda itu tidak membuang makanan pemberiannya ke tempat sampah.

3 menit menunggu, yang dinanti nongol dari sebuah BMW berwarna hitam metalik, diantarkan sopir, seperti biasanya.
Mingyu berasal dari keluarga berada. Ayahnya seorang pebisnis sukses, dan ibunya pemilik sebuah rumah sakit swasta yang cukup besar di Seoul.
Tidak, jangan salah.
Pinky jatuh cinta padanya bukan karena ia kaya raya. Bahkan jika pemuda itu dilahirkan miskin, ia akan tetap jatuh hati setengah hidup pada dirinya.
Lagipula, tak ada alasan bagi Pinky untuk bersikap matre. Keluarganya sendiri sudah kaya raya tujuh turunan. Bahkan jika gadis itu memutuskan bermalas-malasan, tak bekerja, ia masih tetap bisa menikmati kekayaan orang tuanya sampai ia tua.

KEJAR MINGYU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang