Mingyu memasuki kelas dan mendapati Pinky duduk di kursi seperti biasa. Gadis itu nampak asyik mengutak-atik ponsel di tangannya, seolah tak tertarik untuk menyapa dirinya.
Ketika Mingyu bergerak dan duduk di sampingnya, posisi Pinky tak juga berubah. Ia tetap menunduk, mengutak-atik ponsel lagi, atau sibuk mengerjakan yang lain. Bahkan saat Mingyu menyapa atau mengajaknya bicara, ia hanya akan bicara pendek-pendek, tanpa melihat ke arah dirinya.Keadaan ini sudah berlangsung sejak tiga hari yang lalu, sejak insiden ciuman di mobil.
Pinky jadi pendiam. Lebih tepatnya, gadis itu mendiamkannya.
Entah apa masalahnya?
Entah mereka terlalu bingung dengan apa yang mereka lakukan?
Entah ia marah?
Atau, entah ada alasan lain.Mereka berciuman dengan tiba-tiba dan setelah itu tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Mingyu mengantarkan Pinky pulang dalam hening. Dan Pinky tak bersuara sama sekali.
Aksi diamnya terus berlanjut.
Esoknya ketika mereka bertemu di kelas, Pinky tak menyapanya, tak pula tersenyum padanya. Ia datang ke sekolah, masuk ke kelas, duduk di bangkunya, dan begitu terus.
Esoknya begitu.
Esoknya lagi juga sama.Mingyu gerah didiamkan seperti itu. Ia tak suka.
Toh ia duluan yang bertindak kurang ajar dengan menciumnya. Wajar saja jika Pinky marah. Tapi setidaknya, ia mengharapkan sebuah tindakan nyata dari gadis itu.
Jika ia memang marah, tak terima, ia bisa memaki dirinya, mengumpat, atau menampar. Setidaknya itu lebih baik daripada mereka harus berdiam-diaman seperti ini.
Canggung.
Aneh.
Dan ... sepi."Pinky?" Panggilnya lagi.
Yang dipanggil menyahut pendek tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel.
"Pinky?" Mingyu kembali memanggil lagi, kali ini sambil mencondongkan badan dan menelengkan kepalanya ke arah Pinky.
Gadis itu menggigit bibir dan menggerakkan badannya menjauh, lagi-lagi menghindari kontak mata dengan Mingyu.
"Aku sedang bicara denganmu, lihatlah kemari," pinta Mingyu.
Pinky melengos, salah tingkah.
"Bicaralah," jawabnya.Kesal tak mendapat tanggapan seperti yang ia harapkan, Mingyu mendesah.
Pemuda itu bangkit dan menarik tangan Pinky.
Pinky mengerjap, bingung.
"Mingyu?" Dan mau tak mau ia menatap pemuda tersebut.
"Kita harus bicara," Pemuda itu menyeret Pinky, membawanya melewati tangga di samping kelas mereka, mengajaknya ke atas gedung.***
Dua insan itu berdiri berhadapan, canggung. Dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku, Mingyu menatap Pinky dengan lekat. Sementara Pinky bersedekap angkuh, sesekali menatap balik ke arah Mingyu, sesekali membuang pandangannya ke tempat lain.
"Pinky ...," Mingyu memanggil lirih.
"Bisakah kita hentikan puasa bicara seperti ini?" pintanya.
Pinky tak menjawab.
"Aku tahu, akulah yang salah," ucap Mingyu lagi. Kedua tangannya tak lagi berada di saku, ia gerakkan secara acak. Menyisir rambut, meremas bagian bawah seragam, mengusap tengkuk, lalu menyisir rambut lagi."Aku benar-benar minta maaf ... karena ... karena aku ... telah ...,"
Bibir Pinky mengerut. Ia merutuk dalam hati. Jangan, jangan sebutkan kata itu.
Jangan sebutkan kata ....
" ... menciummu,"Dan Pinky nyaris mengumpat ketika mendengar kata ciuman dari mulut Mingyu. Entah kenapa, hanya mendengar saja, dadanya serasa berdesir.
Lagipula, kenapa Mingyu harus minta maaf?
Memang sih Mingyu yang menciumnya terlebih dahulu. Tapi ketika mereka berciuman lagi ...
Lagi? Ya, mereka berciuman lagi, dua kali, di mobil.
Awalnya memang Mingyu yang menciumnya dan ia menolak. Namun ketika pemuda itu mengulangi perbuatannya, menciumnya lagi, ia malah membalas. Dan ia tahu, yang mereka lakukan waktu itu bukan sekedar salam tempel, itu benar-benar ciuman."Aku brengsek, Pinky. Maafkan aku. Lakukan apapun yang kau mau padaku, tapi tolong, jangan mendiamkanku seperti ini. Setidaknya, kita masih bersahabat 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KEJAR MINGYU!
FanfictionSudah bukan rahasia lagi kalau Pinky jatuh cinta setengah mati dengan Kim Mingyu, pemuda tampan paling populer di sekolahnya. Jungkir balik dan jatuh bangun mengejar cintanya sedari SMP, yang ia dapat adalah penolakan. Lagi, lagi dan lagi. Pantang...