Chapter 8

7.3K 513 45
                                    

"Apa yang kalian lakukan?"
Seungcheol berdiri di ambang pintu kamar, menatap dengan ekspresi terpukul, menyaksikan Joshua dan Nara sedang bergelut di tempat tidur.

Joshua bangkit, tak menunjukkan rasa kaget ataupun bersalah. Nara juga buru-buru bangkit.
"Apa yang kami lakukan?" bibir Joshua berdecih. "Aku menciumnya," Ia menjawab santai sambil memungut kaos di atas tempat tidur lalu mengenakannya.
"Dan bibirnya manis sekali," lanjutnya, seraya menjilat bibirnya sendiri dengan sinis. Kemudian ia bergerak, melangkah melewati Seungcheol tanpa menatap ke arahnya, ataupun ke arah Nara yang nampak bingung.
"Mau kemana kau?" Seungcheol bertanya dan berjalan mengikuti lelaki itu.
"Bukan urusanmu," Joshua berjengit.
Kembali ia melangkah, membuka pintu dengan kasar, dan membantingnya.

Seungcheol mematung menatap kepergian adiknya.
"Seungcheol,"
Lelaki itu berbalik dan mendapati Nara berdiri dengan bimbang di hadapannya.

Nara bisa melihat rahang lelaki itu kaku dan tangannya terkepal. Seolah ia tengah menahan amarah, atau tengah mempertimbangkan hendak mengejar Joshua atau tidak.

"Seungcheol, ini ...," Nara mencoba untuk tidak bersikap dramatis. Tapi gagal.
"Aku dan Joshua ...,"
Dan kalimatnya terhenti ketika Seungcheol melengos, membuang muka, seolah tak butuh penjelasan dari dirinya.
"Pulanglah," desisnya.

Nara menelan ludah, merasa dicampakkan.
"Jadi kau tak ingin tahu apa yang terjadi antara aku dan Joshua?" gumamnya satir.
Seungcheol menggigit bibir.
"Pulanglah, Nara. Tinggalkan aku. Aku butuh sendiri," jawabnya parau.

Nara merasakan wajahnya panas. Merasa dihakimi, tak dipercaya. Air matanya nyaris meluap.
"Baiklah, aku pergi,"
dan tanpa menoleh kembali, perempuan itu mengambil tas di meja lalu bergerak ke pintu dan meninggalkan lelaki itu sendirian.

Sesaat setelah perempuan itu pergi, Seungcheol merasa hampa.
Ruang tamu yang luas tiba-tiba terasa begitu sesak menghimpit dirinya. Ingin ia berlari menyeruak keluar dan mengejar Nara untuk meminta penjelasan pada wanita itu tentang apa yang terjadi antara dia dan adiknya.
Tapi entah kenapa ia tak sanggup.
Ia tak sanggup mendengar penjelasan darinya, apapun bentuknya.

Lelaki itu mengeram dan menekan pangkal hidungnya dengan lelah. Ia ingin marah dan berteriak, tapi tak tahu ingin melakukan yang mana dulu. Merasa putus asa, ia memutuskan melakukan keduanya. Bergerak, meraih vas di atas meja lalu melemparkannya ke dinding.
Vas itu hancur berkeping-keping.
Merasa belum puas, ia meraih apa saja di atas meja, lalu melemparnya kasar hingga berserakan di lantai.
Merasa hal itu tak cukup membantu meredam kemarahannya, ia juga meraih kursi di samping jendela kemudian melemparkannya ke meja kaca.

Praannkkk!!!

Meja kaca itu hancur berkeping-keping.
Mengesampingkan beberapa serpihan kaca yang mengenai lengan tangannya yang terbuka, ia terus saja membuat ruangan itu porak poranda.

Pikirannya berkecamuk, campur aduk. Marah melihat Joshua bermesraan dengan kekasihnya, sekaligus merasa takut jika ternyata ia dan adiknya punya perasaan yang sama pada Nara.

Yang terakhir, itu yang paling ia takutkan.

Seungcheol kembali menjerit frustasi.
Tobohnya melorot ke lantai. Dan dengan bersandar pada bahu kursi, di samping meja kaca yang hancur berkeping-keping, lelaki itu meratap.

Ku mohon, jangan seperti ini. Bisiknya lirih.

***

Nara mondar-mandir di apartemennya. Ini sudah semalaman berlalu, dan Seungcheol tak juga berusaha menghubunginya.
Apa lelaki itu masih marah?
Apa ia mengira dirinya sengaja bermesraan dengan Joshua?
Bermain api dengannya?
Ini konyol sekali.
Lelaki itu bahkan tak berusaha mendengarkan penjelasannya.

Backstage || NC || SVT Vers.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang