Jilid: 24
Ucapan ini jelas diutarakan karena penolakan Tan Kia-beng terhadap harta karunnya, dan pemuda itu sendiri sama sekali tidak menyangka kalau ia katakan mau pergi lantas berlalu, ia dibuat rada melengak.
Sedangkan para jago yang ada di dalam ruanganpun sebagian besar tidak mengetahui hubungan diantara mereka berdua, oleh karena itu tak ada yang buka suara untuk mencegah.
Menanti Tan Kia-beng merasakan bahwa ada sedikit tidak beres, Mo Tan-hong sudah tiba diluar kebun. Terburu-buru ia bangun berdiri seraya mengejar keluar.
"Cuncu! Cuncu! tunggu dulu, kau kembalilah!" teriaknya keras keras.
Tapi bayangan dari Mo Tan-hong sudah lenyap dari pandangan. tak terasa lagi ia menghela napas sedih, "Heee! sungguh...."Tiba-tiba dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara tertawa dingin yang menyambung kata-katanya, "Heee.... heee.... heee.... orang lain tidak suka menerima kebaikan hatimu mengapa kau harus gelisah?"
Walaupun terang terangan Tan Kia-beng mengetahui bahwa Hu Siauw-cian sedang mengejek dirinya, tapi ia pura-pura tidak mendengar.Waktu itu para jago yang ada di dalam ruangan pun bersama-sama sudah berjalan keluar Tan Kia-beng yang merasa dirinya sebagai seorang Kauwcu merasa tidak sepantasnya ia campurkan urusan muda mudi dalam persoalan besar dengan paksa menahan golakan dihatinya ia putar badan seraya berkata lirih, "Kalau ia tidak suka menerima bantuan kita untuk membalaskan dendam musuh ayahnya, biarlah sudah! biar ia pergi sendiri...."
Semua orang tahu bahwa perkataan ini diucapkan dari dasar hati yang sedih, tapi tak seorangpun mengucapkan suara hanya Pek Ih Loo sat yang tertawa dingin tiada hentinya.
Demikianlah mereka semua lantas balik lagi ke dalam ruangan tengah, baru saja mereka melangkah masuk melalui pintu depan, mendadak orang-orang itu sama menghentikan langkahnya sembari menjerit kaget, "Iiih?!!!...."Kiranya dalam waktu yang amat singkat itulah di atas meja ruangan entah sejak kapan kapan telah ada yang mengirim datang dua butir batok kepala lelaki dan perempuan yang
masih mengucurkan darah segar, keadaannya sangat menyeramkan.
Pertama-tama Tan Kia-beng yang mengenali dahulu bahwa kedua buti batok kepala tersebut berasal dari Bok Thian-hong suami isteri, tak kuasa lagi ia menjerit kaget diikuti hawa gusar langsung memuncak dalam otaknya.
Sreeet! badannya dengan cepat melesat masuk ke dalam ruangan. ia menemukan di bawah baki yang berisikan batok kepala itu tersisip secarik kain sapu tangan yang terukirkan beberapa tulisan dari darah segear, "Siapa yang mengikuti aku hidup, siapa yang menentang mati, berani merusak pekerjaan kami bunuh!"
Dibawahnya tertulis pula beberapa kata tulisan kecil, "Bok Thian-hong suami isteri berani berhianat, ia secepatnya mendapat hukuman potong kepala!"
Kecuali itu tak terdapat kata-kata lainnya lagi, dan yang paling menyolok dipaling akhir terlukiskan seekor kelabang sedang pentangkan cengeramnya.
Habis membaca surat itu dengan amat gusar Tan Kia-beng berteriak keras, "Tidak ada orang lain lagi, jelas perbuatan ini hasil kerja dari orang-orang Isana Kelabang Emas."
Walaupun Bok Thian-hong adalah murid murtad dari Teh-leng-bun tapi bagaimanapun juga ia adalah anggota perguruan Teh-leng-bun, apalagi ia sudah bertekad melakukan kebajikan, kontan saja peristiwa ini memancing rasa gusar dari semua orang.Si Penjagal Selaksa Li, Hu Hong dengan rambut berdiri mata melotot bulat-bulat mendengus dingin.
"Hmmm! kalau memang pihak Isana Kelabang Emas ada maksud mencari gara gara dengan Teh-leng-bun, aku ingin lihat akhirnya siapa yang mati diantar siapa."
Teh Leng Su Ci pun sama-sama dibuat gusar oleh peristiwa tersebut, sambil tertawa dingin kata Han Bwee, "Dengan adanya peristiwa ini malah kebetulan sekali, kami kakak beradik sudah ada puluhan tahun lamanya tidak pernah mencampuri urusan dunia kangouw, kali ini kemungkinan besar kami akan membuka pantangan membunuh!"Dalam hati Tan Kia-beng mengetahui bahwa tindakan dari Isana Kelabang Emas ini jelas hendak menunjukkan kekuatannya di hadapan perguruan Teh-leng-bun.
Sejak permulaan antara ia dengan majikan Isana Kelabang Emas sudah ada ikatan dendam karena terbunuhnya Cu Swie Tiang Cing dan cepat atau lambat diantara mereka tentu akan dilakukan suatu penyelesaian mana boleh karena urusannya lantas menyeret persoalan tersebut ke dalam partai?
Setelah berpikir sebentar, akhirnya ia ambil keputusan untuk menyelesaikan persoalan ini secara pribadi, dengan wajah serius dan hati tenang ujarnya lambat lambat, "Tentang urusan in boanpwee sudah punya perhitungan sendiri di dalam hati dan besok segera akan terjun kembali ke dalam dunia kangouw. sedang Cianpwee sekalian silahkan meneruskan usaha kalian untuk mendirikan kembali kejayaan perguruan, tidak usah kalian repot repot memikirkan urusan ini."
"Soal ini mana boleh jadi?" buru-buru Han Bwee menggeleng. "Jikalau pihak Istana Kelabag Emas sudah melakukan tantangan secara terang terangan kepada pihak Teh-leng-bun kita, apakah kami semua masih bisa duduk sambil berpeluk tangan?"
Tiba-tiba Tan Kia-beng bangun berdiri kemudian tertawa panjang.
Keputusan Boanpwee sudah bulat, aku percaya masih punya kepandaian untuk menghadapi mereka".
Dengan langakah lebar ia lantas melangkah keluar dari ruangan tanpa menoleh lagi.
Han Bwee ada maksud hendak menasehati dirinya dengan beberapa patah kata, tapi maksudnya ini kena dicegah oleh Pek San seorang tua berbaju kuing itu.
Menanti Tan Kia-beng sudah pergi jauh Pek San baru berkata lambat lambat, "Walaupun diluaran pihak Isana Kelabang Emas menentang perang kepada Teh-leng-bun padahal tujuan yang paling utama hanya Kauwcu seorang, musuh gelap kita terang, jikalau kita semua harus bersama-sama mengiringinya bukan saja tidak berhasil menyelidiki keadaan musuh bahkan serangan tidak menguntungkan buat posisi kita lebih baik secara berpencar kita lindungi kauwcu secara diam-diam, pertama pada saat saat kritis kita bisa turun tangan menolong disamping itu sekalian bisa menyelidiki keadaan pihak musuh entah bagaimana menurut pendapat Su Ih?"
Teh Leng Su Ci bersama-sama mengangguk.
"Demikianpun baik juga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Bayangan Setan (Khu Lung)
General FictionLanjutan Pendekar Bayangan Setan