JILID 1
Belum habis ia mengucapkan kata-katanya mendadak gadis itu menjerit ngeri dan menggeletak di atas tanah dalam keadaan tak bernyawa.
Tan Kia-beng yang sedang memusatkan seluruh perhatian untuk mendengarkan perkataannya sama sekali tidak menduga kalau pada waktu itu ada orang yang melancarkan serangan bokongan ke arahnya, menanti ia tersadar kembali keadaan sudah terlambat.
Dengan cepat kepalanya didongakkan melakukan pemeriksaan di sekeliling tempat itu, tampaklah dari balik sebuah batu cadas di sebelah kiri agaknya tampak sesosok bayangan manusia sedang berkelebat lewat.Ia segera membentak keras, dengan tangan sebelah melindungi dada dan tangan yang lain dipentangkan siap-siap melancarkan serangan, tubuhnya menubruk ke depan.
Mendadak telapak tangannya didorong ke depan melancarkan satu pukulan berhawa dingin yang amat dahsyat, bagaikan tiupan angin topan dengan cepat hawa pukulan tersebut menghajar batu cadas dihadapannya sehingga hancuran batu beterbangan memenuhi angkasa. Tetapi tak sesosok bayangan manusiapun yang ditemukan disana.
Setelah melancarkan serangan tadi, hawa murninya lantas buyar sedang tubuhnyapun melayang turun kembali ke atas tanah.Tiba-tiba....
Segulung angin serangan jari yang amat santar dengan amat tajam menerjang jalan darah "Leng Thay Hiat"nya diikuti suara seseorang yang aamt menyeramkan sedang tertawa dingin tiada hentinya.
Ketika ia menengok ke samping bayangan manusia yang baru saja membokong dirinya itu kembali sudah lenyap tak berbekas.
Tetapi dengan ketajaman matanya, sebentar saja ia sudah berhasil menemukan kurang lebih tiga puluh kaki dari dirinya berada secara samar-samar tampak sesosok bayangan manusia yang sedang berkelebat lewat.
Ia merasa bayangan manusia yang tinggi kurus itu mirip sekali dengan perawakan dari "Gien To Mo Lei" Go Lun, di dalam keadaan amat gusar tubuhnya siap-siap melakukan pengejaran ke arah depan.Mendadak ia teringat kembali peristiwa yang sedang berlangsung di atas kuil Sam Cing Kong digunung Bu-tong, tak terasa lagi teriaknya keras, "Aduuh celaka! aku sudah membuang banyak waktu untuk suatu peristiwa besar"
Niatnya untuk mengejar Gien To Mo Li segera dibatalkan, sebaliknya ia lantas putar badan, laksana anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur ke arah kuil Sam Cing Kong.
Dari tempat kejauhan tampaklah di dalam kuil Sam Cing Kong sudah terang benderang oleh cahaya obor, suara bentakan gusar bergema silih berganti, hal ini membuat hatinya merasa semakin menyesal.
Gerakan tubuhnya segera dipercepat, hanya di dalam sekejap saja ia sudah tiba di depan ruangan Yen Si Tien.
Tampaklah di depan bangunan tersebut sedang berlangsung dua pertempuran yang amat sengit, It Jan Tootiang serta Wie Jan Tootiang masing-masing dengan menyebarkan diri memimpin sebuah barisan pedang Kiu Kong Kiam Tin disebelah kiri kanan bangunan tersebut.
Sedang orang yang melakukan terjangan ke dalam barisan adalah dua orang Lhama gendut yang memakai jubah warna merah.
Leng Hong Tootiang, si kakek tongkat perak serta Sak Ih sekalian berdiri sejajar di atas tangga di depan pintu ruangan, disampingnya berdiri pula seorang Toosu tua yang amat gagah dengan rambut berwarna keperak perakan serta mencekal sebuah Hut-tim ditangannya. jelas dialah sang Bu tong cianpwee yang berdiam dibelakang gunung.
Di tengah-tengah kalangan, berdiri pula serombongan manusia dengan seorang lelaki berperawakan tinggi besar yang rambut kuning, bermuka hijau dengan mata tunggal serta gigi seperti taring berdiri dipaling depan, agaknya manusia berwajah seram ini merupakan pemimpin dari penyerbuan kali ini