Iqbaal mendudukkan dirinya di kursi kelas, pandangannya dialihkan keseluruh penjuru kelas. Hanya terlihat baru beberapa temannya yang hadir. Saat hendak mengalihkan kearah lain, matanya menatap seorang gadis yang tengah menopang kepalanya menggunakan tangan. Seperti tengah memijit.
Zidny. Ada apa dengan gadis itu? Wajahnya juga terlihat sangat pucat, tidak seperti biasanya. Iqbaal yang penasaran langsung saja menghampiri Zidny.
"Zid, lo sakit? Muka lo pucet."
Zidny terkesiap mendengar ucapan Iqbaal, dia menggeleng pelan meski rasa pening di kepalanya semakin tak bisa di hindari.
"Enggak, kok. Cuma pusing biasa. Paling nanti hilang." ucap Zidny tersenyum.
"Serius? Kalo emang nggak kuat, ge bisa kok nganter lo ke ruang kesehatan." tawar Iqbaal kemudian terduduk di kursi yang ada di sebelah Zidny.
"Gue takut! Di sana pasti sepi, kan? Gue nggak mau sendirian."
"Gue temenin deh." ucap Iqbaal tersenyum kemudian menarik lengan Zidny dan membantu gadis itu berjalan menuju ruang kesehatan. Zidny yang diperlakukan seperti itu hanya bisa pasrah. Toh, keadaannya saat ini memang tidak memungkinkan dirinya untuk mengikuti pelajaran, karena percuma ujung-ujungnya dia tidak akan fokus.
Iqbaal mendudukkan Zidny di ranjang kesehatan, "Lo pusing, kan? Udah sarapan?" Tanya Iqbaal seraya membuka kotak p3k yang tersedia.
Zidny menggeleng, "Tadi gue buru-buru mau piket. Eh, malah pusing gini." ucap Zidny menjawab pertanyaan Iqbaal.
Iqbaal menghembuskan nafasnya sejenak, "Lo tungggu di sini yaa, gue mau ke kantin bentar,"
Baru saja Iqbaal berdiri, Zidny sudah menggenggam lengannya untuk menahan Iqbaal agar tidak segera pergi, "Mau ngapain?"
"Gue mau beliin lo sarapan, supaya lo bisa minum obat." jawab Iqbaal.
"Tunggu sini, oke? Gue nggak lama." ucap Iqbaal kemudian meninggalkan Zidny di ruang kesehatan seorang diri bersama dengan rasa senangnya karena perlakuan Iqbaal.
Ketika Iqbaal sampai di kantin, ternyata di sana terdapat beberapa teman-temannya yang tengah berkumpul.
"Baal, tumben pagi-pagi ke kantin." ucap Danu heran karna dia tidak biasanya melihat Iqbaal berada di kantin saat pagi hari.
Iqbaal terkekeh sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Gue mau beliin sarapan buat Zidny. Dia lagi di ruang kesehatan, kepalanya pusing."
"Demi apa Zidny sakit?" Pekik beberapa teman perempuannya. Iqbaal hanya mengangguk.
"Uhuk, cepet juga, ya, Baal." ledek salah satu temannya seraya menainkan tempat sendok dan garpu yang ada di atas meja.
"Tenang, tinggal nunggu taken aja."
Iqbaal mengerutkan dahinya bingung.
"Cie perhatian."
Iqbaal yang tak mengertipun hanya terkekeh dan meninggalkan teman-temannya karna dia harus membelikan makanan untuk Zidny.
Sementara Namira langsung pamit pada teman-temannya untuk segera menuju ke ruang kesehatan.
"Zid, lo sakit?" tanya Namira begitu dia sampai di sana.
Zidny mengangguk kemudian memeluk Namira yang kini sudah duduk di hadapannya, "Gue seneng banget, Nami."
"Seneng kenapa?" tanya Namira dengan raut wajah penasarannya.
Zidny tersenyum sumringah kemudian menceritakan apa yang sudah Iqbaal lakukan tadi pagi, dia bahkan menghiraukan rasa pening di kepalanya.
"Demi apa lo?" Namira nampak tak percaya begitu Zidny selesai bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] LDR ➡ IDR ✔
Fanfiction"Kunci untuk mempertahankan hubungan adalah 'komunikasi' dan rasa saling percaya meski dengan jarak sejauh apapun" - Iqbaal Dhiafakhri - (Namakamu) Azzahra