Chapter 1 : Rumah Bibi

223 11 0
                                    

Aku menatap bosan keluar jendela kamar yang akan ku tempati selama beberapa hari kedepan. Kenapa aku bilang begitu? Karena kini aku sedang berada di rumah bibiku. Kenapa aku ada di rumah bibi? Karena ayah dan ibuku pergi ke Jerman untuk yah... biasa kolektor. Ada pelelangan barang-barang antik yang kini lagi diburu-buru oleh para kolektor terkenal termasuk ayah dan ibuku. Dan begitu manisnya aku dititipkan di rumah bibiku. Emangnya aku tidak bisa menjaga diriku? Aku bukan bayi atau bocah lagi. Umurku sudah 18 tahun. 18 tahun loh.

Dan manisnya lagi dirumah bibiku yang amat sangat tercintah ini ada seseorang yang membuat hidupku seakaan berada di neraka. Aku bisa-bisa menderita tujuh turunan dalam beberapa hari kedepan. Sebuah anak panah melesat mengenai dinding tepat di atas puncak kepalaku. Spontan aku mengarahkan pandanganku ke ambang pintu dan disana berdiri pria songong dengan senyum menyebalkannya itu.

"JANGAN MEMANAH SAAT DI DALAM RUMAH BODOH !"teriakku sambil melempar jam weaker yang berada di dekatku.

"Aish...Tenang saja Annabelle, kepalamu tidak akan hilang. Cepat turun, ibuku memanggilmu." Aku langsung beranjak dari posisiku dan berlari mengejarnya.

"Hei! Jangan lari kau!"seruku masih mengejarnya dan kini kami berada di dapur.

"Hei...hei...ada apa ini? Zein, Anna,"ucap bibi sambil meletakan piring makan di meja makan.

"Bibi, liat ulah anakmu itu. Seenaknya saja menjadikan Anna sebagai sasaran pemanahnya. Sini kau!"seruku berusaha menangkapnya.

"Zein..."ucap bibi.

"Tidak bu, itu tidak sengaja."

"Bohong!"seruku

"Sudah cukup lari-larinya. Kalian bikin kepalaku pusing. Zein berikan busurmu pada ibu," ucap bibi. "Tapi bu-"

"Cepat berikan."Zein pun memberikan busurnya pada bibi. Rasain tuh, enak saja menjadikanku sebagai target pemanahnya. Kalau sampai panah tadi meleset dan mengenai kepalaku gimana, mungkin saat itu diriku hanya tinggal nama.

"Anna, tolong berikan ini pada tetangga baru di sebelah rumah bibi yah. Anna tau kan."Aku pun mengangguk dan menerima mangkok berisi manisan.

Aku pun berjalan keluar rumah dan berbelok ke arah kanan dimana rumah tetangga baru bibi berada. Sampai di depan rumahnya, aku memencet bel pintu dan menunggu seseorang membukakan pintu namun, tidak ada yang membukakan pintu.

Aneh pikirku dan kembali memecet bel pintu dan lagi-lagi tidak ada sautan.

"Ada apa?"suara berat mengintrupsi----membuatku terlonjak kaget bukan main. Sejak kapan dia ada disini?! Pekikku dalam hati.

"Itu...itu..aku...aku,"ucapku salah tingkah sementara pria yang berada di hadapanku menaikan sebelah alisnya. "Apa?"ucapnya lagi.

"Kau anak rumah ini kan? Ini, untukmu dari bibiku,"ucapku merunduk sambil memberikan mangkuk berisi manisan. Aku mendengar suara cekikian dari pria itu membuatku mendongak menatapnya yang berusaha menahan tawa.

Nih cowok sebelas duabelas juga sama pria songong itu. "Apa yang lucu hah?" pria itu kembali menatapku dengan tatapan datar .

"Kau lucu juga,"ucapnya membuatku tertawa melihat ekspresinya. "Apa yang lucu?"kini dia yang bertanya sama sepertiku tadi.

"Kau mengatakan itu dengan ekspresi datar seperti itu haha...kau lucu,"ucapku

"Hanya inikan yang ingin kau berikan?"aku pun mengangguk. Dia pun masuk dan menutup pintunya tanpa mengucapkan apapun. Sesaat aku melongo tak percaya. Ini orang tidak ada rasa terima kasihnya sama sekali. Udah ngagetin orang, lalu ditertawakan, dan sekarang masuk tanpa mengucapkan terima kasih, apa-apaan cowok itu. Dengan raut wajah sebal, aku melangkahkan kakiku kembali ke rumah bibiku.

"Anna, sudah kau berikan manisannya?" aku pun mengangguk, "Kau belum makan kan Anna. Makanlah dulu, setelah itu tolong bantu bibi membuat lampu labu yah,"ucap bibiku.

"Baiklah." aku pun melangkahkan kakiku ke meja makan dan menyantap makan siangku.

"Wih... Annabelle makannya serakus itu. Doyan atau laper buk." perusak ketenangan datang. Jangan pedulikan dia Anna, jangan pedulikan dia ucapku dalam hati dan masih tenang menyantap makananku.

Mendadak Zein mengambil potongan daging yang ada di piringku. Ini hanyalah pancingan darinya, jangan termakan pancingannya Anna. Jangan pikirku dan masih tenang memakan makananku seolah tidak terjadi apa-apa. Kembali Zein mengambil potongan dagingku, kali ini yang agak besar.

"Dagingnya enak sekali. Masakan ibuku memang tidak ada duanya,"ucapnya sambil menjilat jarinya. Aku pun mengebrak meja makan dan menatap horor pria songong ini.

"Bisakah kau tidak mengangguku? Apa masalahmu sebenarnya hah?"

"Hei, kau tidak perlu marah-marah seperti itu. Nanti cepat tua loh,"ucapnya enteng dengan senyum menyebalkan yang rasanya ingin ku robek-robek. Gezz...

"Kau memang pria songong menyebalkan yang taunya hanya mengangguku saja. Dasar pantat wajan!" dia pun berdiri dari tempat duduknya. "Apa katamu? Pantat wajan? Kelihatannya matamu bermasalah Annabelle."

"Otakmu yang bersalah pantat wajan. Kau selalu saja menganggu dan menciptakan masalah. Ingat, kau sudah tua---- Pak tua!"

"Woh? Kau sekarang sudah mengakui bahwa dirimu sudah tua? Haha...wajar sih dengan wajah yang sudah keriput itu kau-woi!"ucapannya terpotong karena aku memukuli dirinya. "Bodoh! "seruku dan langsung pergi meninggalkan pria songong itu.

"Dia selalu saja membuatku naik darah. Apa dia gak ada kerjaan lain selain mengganguku? Kurasa aku harus menyuru bibi untuk mengcek-up tingkat kewarasan anaknya itu. Apa dia masih waras?"umpatku. Aku pun berjalan ke cermin dan menatap wajahku di pantulan cermin. Apa aku sudah berkeriput? Argh!! Kenapa aku harus dengarkan ucapannya sih.

"Anna, bisakah bantu bibi?"ucap bibi, "Iya bibi."aku pun langsung berjalan ke ruang keluarga dimana bibi sibuk dengan dekorasi untuk Halloween besok. Iya, besok Halloween dan parahnya Halloween tahun ini akan menjadi Halloween terburuk yang pernah ada. Lihat, dia ada di sana duduk sambil mengukir wajah pada labu, aku yakin dia akan melakukan hal yang membuatku tidak bisa tenang walapun untuk sesaat.

"Anna, kenapa diem saja. Sini, bantu bibi mengukir wajah di labu ini."

"Baiklah bibi."aku mengambil posisi duduk yang jauh dari pria songong itu. Aku menatapnya, dia masih sibuk membuat ukiran senyum. Aku pun mengambil labu dan mulai membuat matanya.

"Ibu, gimana punyaku baguskan,"ucap Zein sambil memperlihatkan karyanya. Spontan aku dan bibi tertawa melihat hasil karyanya. Gimana enggak tertawa jika biasanya wajah labu tersenyum dengan mata mengerikan. Ini malah tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. Astaga...bibi sepertinya anakmu memang harus di cek-up kewarasaanya.

"Hahaha...kau bodoh atau memang bodoh. Mana ada wajah labu untuk Halloween seperti itu."aku kembali tertawa.

"Zein, cobalah lagi. Kali ini jangan coba-coba menggunakan wajah labu versimu itu."

"Bibi, mana bisa dia membuat wajah labu seseram yang aku buat. Liat, baguskan bibi,"ucapku sambil memperlihatkan hasil karyaku."Bagus sekali Anna."

"Wajah labu jelek saja bangga,"cibirnya "Sejelek-jeleknya punyaku lebih konyol punyamu." Zein langsung melemparku dengan potongan labu yang tak terpakai.

"Hei!"seruku langsung membalas lemparannya. "Sudahlah, Zein Anna."

"Dia diluan bu/bi,"ucapku serentak dengannya. Aku melotot padanya begitu juga dengannya dan berakhir dengan buang muka. Bibi yang melihat kejadian itu senyum-senyum sendiri. Gezz... Dasar pria songong menyebalkan .

Bersambung...

Hello HalloweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang