Chapter 5 : Gudang

86 8 2
                                    

Aku berusaha memberontak agar dia bisa melepaskanku. Tanganku yang bebas memberikanku akses untuk menyikut perutnya dengan keras otomatis dia melepaskannya dan aku segera berbalik menghadapnya.

"Zein?"

"Kau kejam sekali Annabelle. Pertama kakiku sekarang perutku. Selanjutnya apa?"

"Kepalamu. Sedang apa kau disini?"ucapku setengah berbisik

"Aku mencarimu dan sedang apa kau disini ? "

"Itu bukan urusanmu. Pergilah sebelum pria itu menemukan kita disini?"ucapku ingin masuk ke gudang tapi dihalangi oleh Zein.

"Zein, minggir aku harus mencari bukti bahwa pria itu mengawetkan manusia," ucapku

"Kau bercanda yah?"

"Emangnya tampangku sedang bercanda? "

"Iya,"ucap Zein dengan tampang sok polosnya. Aku mengendus sebal dan berusaha masuk ke gudang kecil tepat di belakang Zein.

"Zein kubilang minggir dia akan segera kesini. Zein!"

"Dia tidak akan-" ucapannya terpotong ketika mendengar suara decitan pintu. Zein mendadak menarik tanganku dan membawaku masuk ke dalan gudang tersebut. Aku sempat terkejut karena ini bukan gudang kecil pada umumnya tapi gudang ini memiliki tangga yang menurun kebawah lebih tepatnya ini adalah gudang bawah tanah. Ketika sampai di tangga terakhir aku melihat ada pintu lagi.

"Zein bagaimana ini?"ucapku panik

"Jangan panik. Aku yakin ini tidak dikunci."Zein menarik kenop pintunya dan ternyata terbuka. Zein langsung menarikku masuk. Kesan pertama aku melihat tempat ini adalah cukup mengerikan. Beberapa alat-alat pratitur dan juga beberapa cat tersusun dengan rapi. Lampu neon yang tergantung di tengah ruangan dengan pencahayaan yang minim, mengingatkanku dengan film horor The Conjuring. Mudah-mudahan disini enggak ada Valak atau wanita kerasukan yang di ikat menjerit-jerit mengeluarkan darah. Oh...tidak, jangan berasumsi yang bukan-bukan Anna.

Kini aku dan Zein bersembunyi di balik lemari dengan pencahayaan hampir tidak ada, menjadikan tempat ini cocok bersembunyi apalagi pakaian Zein yang serba hitam.

"Zein, sesak,"bisikku

"Diamlah Annabelle, kau mau kita ketahuan?"bisik Zein

"Tapi Zein-"

Zein menutup mulutku ketika suara decitan pintu terdengar. O-oh...dia datang... Yah tuhan tolonglah aku, jangan sampai pria itu menemukanku dan Zein bisa-bisa aku dan Zein jadi bahan awet manusia lagi. Aduh...tidak tidak jangan sampai itu terjadi. Suara tapak kakinya terasa begitu mengema di gendang telingaku. Tanpa aku sadari aku memejamkan mataku berharap dia tidak menemukanku atau Zein disini. Rasanya bernafas saja terasa sulit, keringat dingin mulai mengucur di pelipisku.

Ketika aku sibuk dengan dunia pikiranku sendiri, mendadak aku mencium aroma bau busuk yang sangat menyengat menurutku. Aku langsung membuka mataku, ku tolehkan kepalaku ke samping dan aku melihat Zein membuang muka kearahku.

"Kau kentut?"bisikku sangat halus.

Mulutnya bergetak mengucapkan 'Berisik! Diam saja!' . Spontan aku hampir meledakkan tawaku jika saja Zein tidak membungkam mulutku. Bahuku terus saja bergetar karena menahan tawaku. Sungguh, ini konyol! Seorang Zein yang selalu menjaga imagenya mengalami kejadian seperti ini. Oh my, aku ingin semua orang termasuk cewek-cewek kecentilan itu tau bahwa Zein punya kentut bau busuk yang sangat menyengat. Kejadian ini akan menjadi aib besar dalam sejarah Zein Rendy Arffick.

"Berhenti tertawa! Kau ingin kita ketahuan!"bisik Zein di telingaku.

Tapi sayang Zein, aku tidak bisa berhenti untuk tertawa walaupun aku mencoba untuk menghentikannya.

Kembali lagi aku mendengar suara langkah kaki yang kembali mengarah ke pintu keluar. Sepertinya dia kembali ke atas. Ketika melihat pria itu sudah menutup pintunya dan langkah sepatunya naik ke atas tangga, aku dan Zein pun keluar dari persembunyian. Aku jatuh terduduk sambil tertawa cekikian. Zein menatapku sebal, "Cukup ketawanya atau ku buat kau bungkam dengan caraku!"

Seketika tawaku berhenti, sepertinya Zein marah padaku. Ajaib sekali, ketika Zein mengancamku seketika tubuhku merespon ucapannya seolah dia bisa mengendalikan tubuhku. Mendadak suara decingan pintu terdengar membuatku dan Zein panik hingga tidak sengaja aku menyengol kaleng cat yang ada di dekatku. Zein langsung menarikku ke arah tempat persembunyian lain yaitu di tumpukan kardus-kardus tak terpakai. Aku berjinggit ketakutan melihat potongan kaki tergeletak tak jauh dariku. Aku menarik-narik baju Zein sambil mengigit bawah bibirku.

Pria itu berdiri disana, Diambang pintu. Dia menatap kaleng cat yang berglundung dan berhenti tepat di ujung sepatunya.

"Siapa disana? Keluarlah... Aku tau kau ada di dalam."

Matilah....matilah...matilah... tamatlah riwayatku. Aku menatap Zein dengan wajah ketakutan. Zein yang melihatku hanya menyentuh----mengusap pipiku seolah memberiku sedikit ketenangan dan beralih mengambil busur yang berada di sampingnya. Tunggu, sejak kapan Zein bawa busur?

Zein pun membidik ke arah pria tersebut. Tunggu, jika Zein melakukan itu dan pria itu terbunuh...? Tidak tidak ini tidak bisa di biarkan. Aku berusaha membuat Zein tidak membidik tepat di bagian tubuh yang dapat membuat pria itu  langsung terbunuh. Tapi terlambat panah Zein melesat ke arah pria tersebut dan lebih buruknya pria itu bisa menghindar dan anak panah Zein menancap ke dinding bersamaan dengan sebuah kain putih kecil ikut tertancap.

"Keluar sekarang, Zein Rendy Arffick," ucap pria itu dengan nada rendah tapi terkesan mengerikan.

Aku menahan Zein agar tidak keluar dari tempat persembunyian. Zein menatapku sambil tersenyum tipis.

"Jangan keluar atau melihat sebelum aku memanggilmu. Percayalah, tidak akan terjadi apa-apa denganku," bisiknya sambil menangkup wajahku

Aku hanya bisa mengangguk pasrah. Zein pun berdiri dan berjalan keluar dari tempat persembuyian.

"Ternyata kau bersembunyi disitu tuan Arffick."

"Ternyata kau seorang psikopat, tetangga baru. Oh? Atau aku harus memanggilmu tuan....Alexsander?"

"Kau akan cocok jadi bonekaku selanjutnya."

"Benarkah? Coba saja."

Zein aku mohon jangan sampai kau terbunuh dan di jadikan boneka manusia oleh pria sinting itu. Aku mendengar suara ribut-ribut dan beberpa suara pukulan yang mendarat di tubuh antara Zein atau pria yang Zein panggil Alexsander. Aku meringkuk ketakutan sambil berdoa supaya Zein si pantat wajan menang dalam pertarungan ini.

Aku mendengar suara Zein merintih kesakitan disusul dengan suara pukulan lainnya. Apa Zein kalah? Tidak! Ini tidak mungkin!. Aku mendengar tubuh terjatuh di lantai dan tak lama setelah itu aku mendengar suara chainsaw.

"Ini akhir dari hidupmu Zein Rendy Arffick. Sekarang matilah kau!" bersamaan itu suara Chainsaw semakin membesar.

"ZEIN!!!!" jeritku langsung menutup kedua telingaku.

Tidak....tidak...Zein tidak mungkin mati. Zein...TIDAK ! TIDAK MUNGKIN!. Air mataku pun keluar membasahi pipiku. Aku segera menyelamatkan Zein, harus! Aku...aku tidak sanggup kehilangan Zein. Zein...

Aku pun keluar dari tempat persembuyianku sambil melempar barang yang ada disekitarku termasuk potongan kaki yang sempat membuatku bergidik ngeri.

"Menjauh! Menjauh Dari Zein. PERGI!" seruku sambil terus melemparnya hingga sebuah balok kayu kecil mengenai keningnya.

Aku segera menghampiri Zein yang tergeletak bersimpah darah. Aku menangis sambil menguncang tubuhnya.

" Zein bangunlah aku mohon... Zein! Zein! Zein bodoh! bangunlah! Hiks...Hiks..."

"A-anna-be-belle...per-gi...ce-cepat per-pergi dari sini!" Tangan Zein yang bersimpah darah menyentuh wajahku

"Tidak hiks...aku tidak mau..hiks...Zein bertahanlah. Ayo kita keluar dari sini...hiks...Zein."

"Bo-doh...cepat...pe-pergi "tangan Zein perlahan jatuh bersamaan dengan kedua mata Zein tertutup.

Zein....mati....

Bersambung...

Hello HalloweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang