Minggu siang aktifitas rumah utama keluarga Danadyaksa yang berada di bilangan Kebayoran Baru berjalan lebih santai dari biasanya. Ya, di akhir pekan hanya ada beberapa asisten rumah tangga yang tetap masuk kerja, mereka bergantian libur sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat. Ada yang mulai menyiapkan teh untuk Ibu Danadyaksa yang sedang bersantai di teras, membersihkan bagian dalam rumah sesuai dengan jadwal harian, yang lain ikut membantu tukang kebun untuk menyiram tanaman di kebun belakang.
"Hi, sayang," sapa Mama Riani, ibunda Gavin yang melihat anak lelaki nomor duanya melintas di ruang keluarga, "Ada kiriman cantik buat kamu di meja."
Gavin yang hendak mengambil sekaleng coke dari kulkas, melirik ke meja pantry kayu besar yang ditunjuk oleh mamanya. Dilihatnya sebuket bunga dengan dominasi warna pink lembut dari bunga mawar, dan putih dari bunga dahlia diikat oleh tali anyaman disertai pesan kecil diatasnya.
"Cie, yang dapet bunga!"
Buket bunga yang hendak diambil oleh Gavin berpindah tangan secepat kilat ke tangan remaja cewek yang sekilas raut mukanya mirip dengan dirinya yang muncul dari belakang.
"See you on the next class, A." bacanya keras-keras membuat beberapa asisten rumah tangga yang berada di dekat mereka berusaha menahan senyum ketika mendengar lanjutan kalimat, "Dan siapakah cewek yang kurang beruntung mendapatkan hati seorang Gavin Hansa Danadyaksa?"
"Sini, Lul." Gavin mengambil alih buket bunga dari tangan remaja cewek itu.
"Lula," Mama Riani memperingatkan anak gadis satu-satunya sambil tetap membaca majalah fashion, "Jangan iseng."
Talula atau yang akrab dipanggil Lula terkekeh dan melirik jahil ke kakaknya yang sedang memperhatikan buket bunga, "Awas bunganya rontok diliatin mulu sama lo!"
Mama Riani mengangkat wajahnya dan memberikan tatapan peringatan ke Lula.
See you on the next class, A. Gavin tersenyum kecil membaca pesan yang tertera di buket bunga. Dia menyadari siapa pengirim buket bunga itu ketika melihat inisal nama yang tertera di sana. Teringat percakapannya yang berlangsung kamis lalu dengan Alana di taman kampus. Gavin tidak menyangka Alana masih ingat, dan menepati janji untuk mengirimkan salah satu hasil karyanya, yang ternyata berupa sebuket bunga buatan cewek itu sendiri.
"Mas, pinjem bunganya dong," Lula langsung mengambil buket bunga dari tangan Gavin dan memfoto ala-ala blogger.
"Ngga usah di upload deh, follower lo suka ajaib!" desis Gavin yang sudah hapal kalau followers social media adiknya itu kepo dan lebay.
"Nanti diedit,"
"Siapa itu A?" Mama Riani menoleh ke anak cowoknya yang masih memandangi buket bunganya, "Mama ngga tau sekarang kamu dating,"
"Ngga Ma, she's just my student," ujar Gavin dengan nada datarnya seperti biasa. Well, mereka memang guru-murid kan.
"Sejak kapan kamu ngajar?" Mama Riani semakin tertarik dengan perkembangan kehidupan Gavin.
Lula yang tiduran di sofa sambil sibuk meng-edit foto, ikut mendengarkan dengan muka berbinar, "Finally ya Ma, setelah selama ini hidupnya cuma buku, foto, motor, muter aja disitu."
"Boleh kok kapan-kapan belajarnya di rumah," pungkas Mama Riani santai sambil meminum teh yang sudah disiapkan oleh asisten rumah mereka.
"Hmm," Gavin menghindar mengiyakan dengan berpura-pura sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.
"Eh iya, Mas, temenin gue ke premiere film dong, gue ada plus one,"
"Males."
"Ayolah, ga ada temen gue yang bisa nih!" pinta Lula sambil memberikan tatapan kucing memelas khas ala 'Puss in boots', "Ya, yaaaaa,"

KAMU SEDANG MEMBACA
STARDUST #wattys2019
Chick-LitBertemulah dengan Alana, model/aktris/mahasiswi fakultas literature yang selalu gagal move on ~ "At first, he was never mine, but losing him broke my heart." Gavin, sang juara angkatan di fakultas ekonomi-ilmu politik/freelance photographer/baker en...