My Brother?

121 59 12
                                    

Flarissa's prov

Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Mentari menampakkan diri dari timur dan ayam-ayam  dengan setia berkokok membangunkan semua makhluk di sekitarnya. Terlihat dari jendela kamar, Sang Mentari sedang tersenyum kepadaku, seolah mengatakan 'rasakan Flarissa. Harimu akan suram'.

Pagi ini aku bangun pukul 05.00. Setelah itu aku sholat subuh, semua keluargaku tak pernah absen untuk aku do'a kan. Dalam do'a nama mereka selalu aku sebut, hanya ini yang bisa aku lakukan.

Setelah itu aku mandi, dan bersiap-siap untuk sekolah. Masih ada waktu. Aku pun membuka tasku dan melanjutkan mengerjakan PR fisika yang sempat aku tunda semalam. Setelah selesai aku turun ke bawah.

"Tumben udah bangun, ayo sarapan dulu, Fla." Mama sedang sarapan bersama bang Radit.

"Nggak usah, Mah. Flarissa berangkat sekolah dulu. Ada piket," alibiku.

"Dasar anak nggak tau diri. Hargai makanan. Jangan sok jadi orang. Lo nggak bisa hidup sendiri." Bang Radit angkat bicara sebelum memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.

"Bahkan Flarissa lebih pilih hidup di luar jadi gelandangan daripada hidup di sini. Di rumah jahanam ini sama kalian." Aku sudah tak tahan. Setiap aku melihatnya, bayangan dia menyiksaku muncul seketika.

Terdengar suara bantingan sendok di piring. Dan bang Radit bangkit, beranjak mendekat ke arahku. "Mau apa? Haah. Mau menyeretku lagi? Atau mau bunuh aku? Silakan aja!" kataku emosi.

"Dasar anak ga guna. Bisa apa kamu, haah? Udah bisa cari duit sendiri? Anak tak tau diuntung!" jawab bang Radit geram. Sementara tangannya sudah mengepal.

"Apa? Mau pukul aku? Silakan! Belum puas udah nyakitin aku? Masih kurang?" kataku emosi lalu kuambil vas bunga dan kubanting di depannya dan kugoreskan pecahan itu pada pergelangan tangan kiriku. Yeah, sebenarnya sakit. Tapi rasa sakit ini tak berasa apapun. Hanya sakit di hatiku saja yang aku rasakan.

"Awww... Bunuh aku aja sekalian! Beruntung bat gue kalo lo bunuh gue sekarang juga!" kataku lalu Bang Radit mencekal lenganku dan mendorongku ke lantai. Dia memukulku dengan serbet yang ada ditangannya. Air mata sudah tak dapat kubendung lagi.

Dan aku baru sadar, Mama hanya diam duduk di kursi makan. Apa dia nggak punya perasaan? Kenapa dia diam saja melihat aku diperlakukan seperti ini. Oh iya, Mama kan juga sering menyiksaku sama seperti apa yang dilakukan bang Radit. Tapi dia sering menyiksa dengan mulut harimau-nya.

Aku bangkit dan pergi keluar rumah. "FLARISSA! KAKAK BELUM SELESAI BICARA!" teriaknya. Aku yakin dia pasti sudah membanting apa saja di dekatnya.

Tepat aku sampai teras, mobil Aldi sudah terparkir di depan gerbang. Segera kurapikan pakaianku dan kuusap air mataku kemudian menghampirinya. " Aldi, ngapain lo disini?" tanyaku kepadanya. "Nungguin lo lah, cepet masuk!" Aku masuk ke dalam mobilnya.

Dan mobil yang kita tumpangi melaju pelan. Aku teringat kejadian tadi. Dan air mata menetes tanpa aku sadari. "Lo kenapa, Fla?" tanyanya. "Gue nggak papa," jawabku singkat.

Aldi's prov

Pagi ini aku berangkat sekolah lewat di depan rumah Flarissa. Aku mendengar suara ribut dari dalam rumahnya dan akhirnya aku memutuskan untuk menunggu Flarissa. Semoga lo nggak kenapa-kenapa, Fla, batinku.

Flarissa akhirnya keluar dari rumah dan berjalan mendekat ke arahku. "Aldi, ngapain lo disini?" tanyanya. "Nungguin lo lah, cepet masuk!" Flarissa pun masuk ke dalam mobilku.

Diam- diam aku mencuri pandangan ke arahnya. Dan kulihat Flarissa menangis dalam diam. "Lo kenapa Fla?" tanyaku. "Gue nggak papa," jawabnya singkat.

Cinta KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang