Flarissa's prov
"Pagi pah." Aku menuruni anak tangga lalu menghampiri Papa yang duduk di meja makan.
"Pagi sayang. Sini sarapan dulu. Obatnya dibawa di tas ya sayang. Minum kalau sewaktu tiba-tiba pusing." Aku mendaratkan bokongku di permukaan kursi lalu mengambil roti tawar dan memoleskan selai Strawberry favoritku.
"Memangnya Flarissa sakit apa? Ini obat sakit kepala ya Pah?" tanyaku lalu menggigit seperempat roti tawar yang sudah kuolesi dengan selai.
"Iya, makanya kalau pusing langsung diminum obatnya. Obatnya sudah di dalam tas?" tanya papa dengan tangannya yang masih sibuk mengoles selai pada rotinya.
"Udah di dalem tas kok pah," jawabku.
"Bagus. Oh ya kamu mau sekolah hari ini?" tanya papa.
"Iya lah Pah. Bosen disini. Nanti aku berangkat sama Bastian," jawabku.
"Ciyeelah.. Anak papa udah gede sekarang."
"Yaudah Flarissa ke depan dulu ya Pah, nunggu Bastian. Assalamualaikum." Aku beranjak mendekati papa dan mencium punggung tangannya.
Aku menengok nengok kanan kiri namun tak ada tanda-tanda mobil Bastian. 15 menit aku menunggunya di sini, apa dia lupa? Tiba-tiba ada mobil berwarna putih berhenti di depanku.
"Lo mau ke sekolah kan? Sini bareng gue." Kata Aldi ketika menurunkan kaca jendela.
"Gue nunggu Bastian," jawabku ketus.
"Yaelah, ampe lebaran juga dia nggak bakal jemput lo. Buru naik. Ntar telat Flarissa sayang. Disuruh bersihin toilet mau? hmm," Bujuknya.
Dengan sedikit malas, aku terpaksa berangkat sekolah bersama Aldi.
"Lo udah sembuh?" tanya Aldi.
"Menurut lo? Atau jangan jangan lo nggak pengen gue sembuh." selidikku.
"Issh.. Enggak gitu. Gue minta maaf deh. Gue ga ada jenguk lo. Gue-"
"Terserah," potongku tidak mau tahu.
"Fla, Bastian itu nggak baik buat lo."
"Tau apa lo? Justru lo yang nggak baik baik gue," jawabku dengan menatapnya tajam.
Sahabat macam apa dia. Bukannya jenguk gue kek. Dan sekarang dia malah ngejek-jelekin Bastian.
Aku membuka hp dan mengirim chat lewat line pada bastian.
Me : Lo kemana?
Tak lama pun dia membalas chat ku.
Bastian : Maaf sayang. Aku beneran lupa buat jemput kamu ;)
Huft. Bagaimana bisa dia lupa janjinya semalam. Issh! Menyebalkan!
Aku mengedarkan pandanganku ke arah jalan. Tapi rasanya aku mengenali mobil itu. Itu mobil yang sama dengan mobil yang dipakai bastian. Hah? I-itu bastian? Sudahlah.
8 menit akhirnya kami tiba di parkiran sekolahan.
"Makasih," aku melepas selt belt lalu hendak turun tapi tiba-tiba ada tangan kokoh yang mencekal lenganku.
"Apaan si Al. Sakit tauk," Aku berusaha melepas cengkalannya.
"Dengerin gua. Bastian tu nggak baik buat lo. Dia mau mainin lo doang."
Plaakkkk
Aku menampar pipi kiri nya. Tak tahan lagi dengan dia yang selalu menjelek-jelekkan Bastian di depan muka ku."Kalau Bastian nggak baik buat gue, trus yang baik buat gue siapa? Hah? Elo? Trus lo kemana pas gue lagi sakit. Jawab gue Al," bentakku dengan air mata yang mengalir.
Ketika aku melihat ke kiri, ada mobil yang parkir di sampingku. Aku masih bisa melihat orang yang berada di dalam karena jendela nya terbuka.
Sakit, sesak yang kurasakan melihat itu semua. Rasanya seperti ada tali yang menjerat leherku. Untuk bernapas saja sangat sulit, bak berada di luar agkasa tanpa alat bantu pernapasan.
Bastian sedang bersama cewek dan cewek itu adalah Ariska. Ku lihat dari sini mereka sedang berciuman. Ya, aku tidak salah lihat. Semua terjadi secara intens di depan mataku sendiri. Dia sudah berbohong padaku. Air mata yang kuhapus tadi kini mengalir deras lagi seolah tak rela aku hapus.
Aku turun dari mobil Aldi dan berlari menuju kelas. Aku berjalan cepat dengan air mata yang masih menetes. Siswa siswi melihat ke arahku dengan heran.
Kelasku sudah terlihat, segera kuhapus air mata dan menenangkan pikiranku sejenak. Langkah demi langkah tapi pasti. Kepalaku pusing hebat, pandanganku kabur. Bayang bayang yang tak jelas berputar menari nari di pikiranku bak kaset rusak.
Sesampainya di pintu kelas aku terhenti. Pikiranku terus memutar kaset rusak tersebut. Tapi kini bayangan itu menjadi jelas. Ya, aku mengingatnya.
Kupandangi teman kelasku satu persatu. Mereka menyalahkanku, mereka semua melempariku. Oh Tuhan, tubuhku gemetar hebat dan aku ketakutan. Aku ingin lari secepat mungkin tapi seperti ada yang memegang kakiku. Bahkan selangkah mundur saja aku tak kuasa.
Bruuuuukk
"Flarissaaaa.." hanya itu yang terakhir ku dengar sebelum pandanganku menjadi gelap dan terjungkai jatuh pingsan.
***
"Di-dimana ini. Papah?" Aku berusaha mengingat-ingat kejadian sebelumnya.
"Iya sayang. Ini papah. Kamu di UKS tadi pingsan."
Aku lalu duduk dibantu dengan Papahku. Kulihat semua makhluk yang ada di depanku. Mereka semua teman kelasku. Jantungku berdetak 2 kali lebih cepat. Sendi lututku kini tiba-tiba menjadi lemas.
"Pah, Flarissa takut." Aku bergelayut memeluk tangan kiri Papah.
"Flarrisa, jangan takut. Ka-kami minta maaf." Kata salah satu temanku, Tiara. Kupandangi mereka satu persatu. Disana ada Ariska juga. Bahkan kali ini bukan Ariska yang kukenal. Dia beda. Ahh mungkin hanya perasaanku saja.
"I-iya Flarrisa. Kami sadar kami salah. Tak seharusnya kami melakukan hal semacam itu padamu. Kumohon maafkan kami." Kata Tata dengan menyatukan kedua tangannya memohon padaku.
Kini tak hanya Tata, tapi semua teman-temanku menyatukan tangan masing-masing memohon padaku. Wajahnya tertunduk bak putri malu yang malu saat dilamar pangerannya namun bedanya wajah teman-temanku menunjukkan penyesalan.
"A-aku juga minta maaf. Terutama kamu Ariska," ucapku memberanikan diri.
"Justru aku yang meminta maaf padamu. Sahabat macam apa aku ini, bahkan aku tak membiarkanmu untuk menjelaskan. Aku yang bertanggung jawab untuk semua ini ." Jawab Ariska
"Aku memaafkan kalian semua. Kalian mau kan berteman denganku lagi?" tanya ku ragu. Semua teman-temanku mengangkat wajah mereka lalu tersenyum dan mengangguk. Ada rasa bahagia di dalam hatiku, sungguh.
Kemudian aku mendekati mereka lalu berpelukan bersama-sama bak telletubis yag berpelukan bersama tapi bedanya kami tidak hanya berempat melainkan satu kelas, entah itu cowok maupun cewek.
Tbc :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Kelabu
Teen FictionDetik demi detik telah berlalu. Fajar bergantikan senja, mentari muncul lalu bersembunyi lagi. Burung-burung berkicauan seolah saling bercengkrama satu sama lain. Aku hanyalah seorang gadis yang haus akan kasih sayang. Ketika seorang ibu adalah mala...