Nothing Different

52 27 1
                                    

Oke.. Sesuai yang gua bilang kemaren, ceritanya lanjut again berhubung readers nya udah >200 ya :) makasih bagi yang voment {} Muachhh.. Selamat membaca~

Flarissa's prov

Matahari mulai menyembunyikan dirinya di ufuk barat. Cahaya terangnya meredup seiring menghilangnya sang mentari. Kini berganti senja.

Aku berdiri seorang diri, mengamati dalam diam kepergian sang mentari. Sore bergantikan malam dan senja bergantikan gulita.

Aku merindukan suasana ketika di rumah nenek dulu. Rumah sederhana namun nyaman. Kampung kecil penuh kenangan dan kedamaian. Kala itu ketika senja bergantikan malam, berjejer katak di belakang rumah berlomba-lomba bernyanyi.

Berisik memang, tapi suara katak tak terdengar ketika nenekku mulai bercerita untukku. Ingat sekali aku selalu tidur dipangkuannya, mendengarkan dengan seksama sampai akhirnya aku terbuai dalam mimpi.

"Flarissa, ayo kita makan malam dulu." Suara Papaku membuyarkan lamunanku. Aku menoleh menatap papaku lembut seraya berkata "Papa duluan saja. Oh ya Pa, Aldi bilang dia mau mengajakku jalan-jalan ke luar malam ini. Boleh kan?"

Langkah demi langkah, Papa melangkahkan kaki ke arahku lalu berdiri di depanku dan mengusap-usap rambutku.

"Iya, tapi Flarissa jaga diri baik-baik ya. Jangan pulang larut malam."

"Oke Pah," jawabku sumringah. Lalu Papa berbalik pergi keluar kamarku. Begitupun denganku, berbalik dan kembali menatap menikmati suasana malam. Bintang belum muncul begitupun dengan bulan. Hanya angin sepoi-sepoi yang menelusup masuk lewat pori-pori kulitku.

Ini hampir jam 7 malam. Harusnya Aldi sudah menjemput. Apa dia akan telat? Lihat saja, aku tidak akan mau jika dia sampai telat menjemput.

Aku mencoba untuk mengabaikan dan kembali menikmati suasana malam. Terlalu lama aku menunggunya. Kutengok jam dinding bermotif bunga mawar merah yang bergantung di tembok. Jam menunjukkan pukul 8.

Hufftt. Kulangkahkan kakiku mendekat ke nakas dan mengecek handphone ku. Tak ada pesan masuk. Kesal, Aldi ingkar janji. Ya Tuhan, Aldi sama saja dengan Bastian. Tak ada bedanya. Aku merebahkan tubuhku di kasur empukku.

Tookkk tokk toookkk

"Iya? Siapa?" Jawabku tanpa mengubah posisiku.

"Ini papa, sayang. Diluar ada Bastian tuh. Mau ngajak makan di luar. Kamu keluar dulu gih," ucapnya.

"Ya ampun. Suruh pulang saja lah Pa. Flarissa udah ngantuk."

"Sayang, kasian Bastiannya. Ayo dong. Temuin dulu. Kalian kalau ada masalah bicarain baik-baik." Kata-kata Papa tadi berhasil membuka lebar kedua mata indahku. Papa tau ?

"Iya Pah. Sebentar lagi Flarissa turun," jawabku lalu bangkit dari tempat tidur. Kurapikan baju yang sedang kupakai.

Aku memakai celana jeans pendek dengan kaos putih tanpa lengan membuatku semakin imut. Segera kuambil tas selempang motif kotak-kotak kecil berwarna hitam putih favoritku dan memasukkan handphone ke dalam tas tersebut.

Satu persatu anak tangga berhasil kulewati. Sekarang aku berada di ruang tamu. Kulihat Bastian dan Papa sedang berbincang dan terduduk di sofa diselingi dengan tawaan.

Bastian melihat ke arahku.

"Pah, bolehkan aku ajak Flarissa makan di luar?" tanya nya pada papaku.

Jangan biarkan aku pergi dengannya Pah. Kumohon. Tapi kali ini dewi fortuna tak berpihak padaku. Papa mengizinkan.

"Dengar kan Fla, papa sudah mengizinkan. Ayo kita jalan-jalan," katanya dengan senyum di ujung bibirnya.

"Iissh.. Ga mau," kataku dengan menekan setiap kata. Ku lihat Bastian bangkit dari duduknya lalu mendekat ke arahku.

"Ayoollahh.. Kali ini saja. Gue bakal jelasin semuanya. Gue minta maaf, serius Fla. Maafin gue," katanya.

Tak ada keinginan untuk menjawab.

"Pah, kita pamit dulu. Bastian bakal jaga Flarissa kok," ucapnya lalu menggandeng tangan kananku. Aku hendak melepasnya tapi sulit. Dan sekarang kami berada di mobil Bastian.Aku mengamati pemandangan dari kaca jendela sebelah kiriku.

"Fla, maafin gue. Kemarin itu gue ketemu Ariska di pinggir jalan. Mobilnya mogok, akhirnya gue kasih tebengan ke dia," ucapnya.

"Terus ciuman itu sebagai tanda terima kasih. Gitu kan?" timpalku lalu menatapnya.

"Enggak gitu, Fla. Gue juga kaget. Dia tiba-tiba nyium gue."

"Dan lo hanya pasrah dan justru menikmatinya kan?" sahutku lalu menatap kosong ke depan.

"Fla, please. Gue udah jujur ini. Gue nggak menikmati. Setelah itu juga gue melepas ciumannya. Percaya sama gue, Fla." ucapnya dengan tangan tetap menyetir dan pandangannya beralih-alih melihat jalan dan ke arahku.

"Ya," jawabku singkat. Kupejamkan kedua mataku. Aku lelah dengan semuanya.

Keheningan yang ada diantara kami.

"Kita makan dulu di cafe itu dulu ya,"ucapnya seraya melepas selt belt yang melingkar di badannya. Aku hanya menurut, melepaskan selt belt ku lalu turun dari mobil dan berjalan mengikutinya.

"Etdah, gue bukan bos lo ya. Jalannya samping gue lah, nggak enak diliat orang," ucapnya. Terpaksa aku brjalan di sampingnya namun masih ada jarak diantara kita.

Kami duduk di meja paling pojok. Ketika ditanya Bastian aku hanya menjawab 'terserah'. Aku mengamati ke sekeliling. Seolah angin menuntun kedua mataku. Aku terpaku, pandanganku terhenti pada meja di depanku. Aku sangat mengenalinya, satu wanita dan satu pria. Dia adalah Aldi dan Ariska. Mereka romantis dengan kegiatan saling suap mereka.

Astaga, Aldi. Kenapa dia tega melakukan ini padaku. Setidaknya dia mengatakan bahwa dia tidak jadi mengajakku makan. Tanpa diminta, air mataku kini menetes. Segera kuusap air mata di pipiku.

Pesanan pun datang. Aku mulai memakan dengan rakus makanan itu, membayangkan makanan itu adalah Aldi.

"Lo laper apa doyan mbak? Rakus amat. Pelan-pelan nanti tersedak." Aku menatap Aldi yang sedari tadi mencuri pandangan ke arahku dengan tangan dan mulut tetap bekerja sama memasukkan makanan ke dalam mulut lalu turun dalam perut.

"Lo masih marah sama gue?" tanyanya di sela-sela kegiatan makannya.

"Pikir aja sendiri," jawabku lalu meminum Avocado juice kesukaanku. Tanpa disadari aku telah menghabiskan seporsi pizza dan 2 hamburger.

"Pulang yuk, Bas. Udah kenyang nih," ucapku.

"Oke. Lo tunggu di mobil dulu ya. Gue mau ke toilet bentar," ucapnya seraya bangkit. Aku hanya mengangguk lalu melenggang ke luar tanpa mempedulikan 2 sejoli yang duduk bermesraan.

Seolah dunia milik berdua mereka sampai tidak menyadari keberadaanku sedari tadi. Padahal aku selalu mengeraskan suaraku ketika aku berbicara. Berharap agar dia peka dengan keberadaanku, namun nihil.

Tbc

Sampai disini dulu ya, jangan lupa voment. :) lanjut lagi kalau readers > 300 okee? Ini masih fokus revisi part 1 s/d 12

Cinta KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang