Fake friend

38 8 4
                                    

Flarissa's prov

Pagi ini tak seperti pagi biasanya. Mentari tak terlihat seolah enggan menampakkan dirinya. Awan di langit berwarna abu-abu, menggambarkan suasana hatiku. Langit meneteskan air mata dengan derasnya. Kutarik selimut tebal hingga menutupi leher jenjangku. Jujur saja, cuaca seperti ini membuatku enggan beranjak.

Kriiieettt

Terdengar bunyi pintu terbuka. Kutengokkan kepalaku ke arah pintu dan manik mataku menangkap sosok orang yang paling kusayangi di dunia ini. Siapa lagi kalau bukan papaku. Kini ia sedang berjalan mendekat ke arahku.

"Flarissa, bangun sayang, lihatlah, sudah pukul 6.00 pagi. Ayo mandi, nanti terlambat." Suara lembut Papa sembari mengusap kepalaku.

"Pah, dingin. Di luar juga hujan. Hari ini Flarissa nggak usah ke sekolah ya," bujukku.

"Loh, kamu itu bagaimana sih? Anak papa kok males. Ayo dong, semangat. Masak kalah sama Papa," kata papaku lalu menyibakkan selimutku.

"Isshh.. Papa, dingin tauuu," kataku lalu menarik selimutku kembali.

"Ini demi masa depanmu sayang. Papa nggak mau tau ya. Jam setengah 7 Flarissa harus udah duduk di meja makan. TITIK." Kata papa.

"Eeumm..," jawabku. Papa aneh. Tapi mungkin perasaanku saja. Lalu terdengar derap kaki menjauh dan terdengar suara pintu tertutup.

25 menit akhirnya aku telah siap dengan seragam ku. Kupandang cerminan diriku di depan kaca besarku. Rok bermotif kotak-kotak setinggi lutut berpadu dengan baju seragam polos sangat cocok di tubuh idealku. Rambut panjang yang  ku biarkan bergerai menambah kesan cantik natural. Yeay, sudah cantik.

Aku melangkahkan kaki menuju ruang makan. Kulihat Papa sedang duduk disana dengan pakaian jas hitam, membuat Papa terlihat masih muda.

"Flarissa, ayo kita sarapan," kata Papa menghipnotisku sehingga kini aku tengah duduk tepat di samping papaku. Aku mengambil roti tawar dan ku olesi selai strawberry kesukaanku.

Tingg tuunggg

"Biar papa yang buka," kata papa lalu menuju ke luar. Tak berapa lama, aku menangkap sesosok pria yang aku hindari. Dia tengah berjalan beriringan bersama papa.

"Good morning, Fla." Kata Bastian sembari duduk di depanku.

"Isssh. Mau apa lo kesini. Numpang sarapan?" Jawabku ketus.

"Loohh,, kok gitu sih Flarissa. Nak Bastian kan mau jemput kamu." Giliran papaku yang menyahut.

"Emang papa nggak takut kalau nanti Flarissa diculik sama Bastian?" kataku lalu meraih tas ranselku.

"Yaelahh, pah. Bastian nggak bakal nglakuin itu kok. Buktinya sampai sekarang Flarissa baik-baik saja kan."

"Iya, Papa percaya kok Bas. Jaga Flarissa ya," suara Papa yang dijawab dengan anggukan Bastian.

"Pah, Flarissa berangkat dulu," kataku lalu mencium pipi kanan kiri papa tanpa mempedulikan Bastian.

"Bastian juga pamit ya Pah." Bastian pun mencium punggung tangan Papaku. Hingga sekarang, kami sedang berada di dalam mobil Bastian. Hanya keheningan yang menyelimuti selama perjalanan menuju sekolah. Aku heran, kenapa aku tidak menolak tadi.

Brrraakkkk

"Aww.." Aku meringis ketika kepalaku membentur dashboard. Ku sentuh dahi ku dan alangkah kagetnya melihat darah segar di tanganku.

"Astaga.. Lo nggak papa kan Fla? Sorry ya. God, jidat lo berdarah. Kita ke rumah sakit ya," kata Bastian dengan raut cemas.

"Nggak papa pala lu. Lo nggak liat jidat gua berdarah. Nyetir hati-hati dong. Niat jemput gue ga sih?" kataku sebal.

Cinta KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang