Walaupun pemuda berbaju biru itu berusaha untuk menggunakan kesempatan sebelum
terjadinya angin taupan serta hujan badai untuk memikirkan cara-cara sewaktu
menghadapi musuh tetapi hatinya tidak berhasil juga untuk menjadi tenang.Di tengah suasana pikiran kacau tidak terasa lagi waktupun menunjukkan kentongan kedua tengah malam. Mendadak di tengah kesunyian malam itulah terdengarlah suara genta dibunyikan bertalu-talu.
Dalam hati pemuda berbaju biru itu segera mengetahui kalau kuil Sam Yuan Koan sudah
kedatangan musuh tangguh.Dengan cepat dia meloncat bangun mengikat pedang Chiet Siu Kiam itu baik-baik dan sambil menenteng pedang berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Di tengah tiupan angin malam yang menderu-deru serta goyangan pohon serta dedaunan
secara samar-samar di tengah kegelapan tampaklah berkelebatnya sinar pedang yang
menyilaukan mata.Terdengar suara genta kembali berbunyi bertalu-talu sebanyak tujuh kali, inilah tanda
dari kuil Sam Yuan Koan yang mengerti keadaan sangat genting dan pihak musuh sudah
menerjang masuk ke dalam kuil Sam Yuan Koan.Siauw Ling sibocah cilik yang lagi berbaring di atas pembaringan setelah memperoleh bantuan tenaga murninya dari Bu Wie Tootiang untuk menerjang Jie serta Tok. Dua buah urat nadinya saat ini aliran darah ditumbuhi sudah lancar kembali sedang jalan darah yang tertotokpun telah terbebas.
Mendadak dia pentangkan matanya lebar-lebar lalu meronta untuk bangun duduk.
Melihat gerak-gerik dari sang bocah, Bu Wie Tootiang dengan cepat mengulur tangan
kirinya menekan jalan darah Sian Khie di atas tubuh Siauw Ling rapat-rapat, mendadak ia
maju satu langkah ke depan dan menempelkan telapak tangannya keatas punggung dari
Bu Wie Tootiang."Mari, biarlah siauwte bantu suheng!"
"Tidak perlu bantu diriku lagi!" cegah Bu Wie Tootiang dengan suaranya yang rendah
dan berat. "Malam ini kau masih harus bersiap sedia untuk menghadapi musuh tangguh."Dengan perlahan pemuda berbaju biru itu menghela napas panjang lalu menarik telapak tangannya yang menempel di atas punggung Bu Wie Tootiang itu.
Sedang Bu Wie Tootiang dengan perlahan berjalan ke samping pembaringan lalu duduk
bersemedi dan pejamkan matanya rapat-rapat.Sang pemuda berbaju biru yang pertama kalinya hendak bertemu dengan musuh tangguh dalam hati rada merasa tegang juga, tangannya dengan cepat digapaikan ke depan ruangan.
Dua orang toosu cilik dengan cepat berlari mendatang.
"susiok ada perintah apa?" tanya mereka berbareng sambil luruskan tangannya ke bawah.
Siauw Ling merasakan di dalam tubuhnya ada dua tempat yang terasa sakit dan linu
seperti ada jalan darah yang mengumpul jadi satu sehingga sukar untuk ditembusi.
Penyakit itu sejak dia mengerti akan urusan sudah begitu bahkan sakit tersebut selamanya
belum pernah dipikirkan di hati.Tetapi sejak memperoleh cara untuk mengatur pernapasan dari Gak Im Kauw agaknya
urusan semakin memberat. Setiap kali dia mengadakan semedi satu kali maka tempat
yang amat sakit itu pasti kembuh kembali selama seperminum teh lamanya.
Tetapi aliran hawa panas menerjang keluar dari telapak tangan Bu Wie Tootiang
bukannya semakin lemah bahkan semakin mengeras menembusi seluruh jalan darahnya
dan mengasahi keempat buah anggota badannya.
Sebentar kemudian ia sudah merasa adanya satu hawa yang bertentangan yang mengalir
keluar menahan datangnya aliran hawa panas menerjang masuk ke dalam tubuhnya itu.
Bu Wie Tootiang jadi melengak.
"Bocah, apakah kau pernah belajar ilmu silat?"
"Tidak! Heee, sebenarnya bibi Im hendak wariskan aku ilmu silat tidak disangka dia
sudah menemui ajalnya."Baru bicara sampai disitu agaknya merasa dirinya sudah ketelanjur berbicara dengan
terburu-buru lantas menutupi mulutnya kembali.
Dengan perlahan-lahan Bu Wie Tootiang menarik telapak tangan kanannya dari jalan
darah Sian Khie Hiat paha tubuh Siauw Ling.
"Bocah sekarang apakah kau ingin muntah?" tanyanya dengan penuh perhatian.
"Tidak, aku Cuma merasa bau amis yang memualkan di dalam dada kini sudah lenyap
dengan sendirinya."
"Heeeei... bocah! Ketiga buah urat nadi kematianmu sudah hampir membeku, bilamana
seluruhnya jadi keras maka sekalipun ada jin berumur seribu tahun tiada gunanya lagi
untuk menyuembuhkan lukamu itu..."
Dengan menggunakan tangan kanan menekan pinggiran pembaringan Siauw Ling segera
bangun duduk.
"Aku sejak kecil sudah memperoleh nasehat dari Tia," katanya dengan cepat. "Sekalipun
aku sukar untuk hidup lebih lama lagi tetapi walaupun seratus tahun lagi manusiapun
akan mati, mati sekarang atau mati kemudian sebenarnya bukan satu soal yang penting."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Kunci Wasiat (Wo Lung Shen)
BeletrieSeorang nyonya muda yang dalam keadaan kritis di temukan oleh sepasang suami istri di sebuah perahu di danau Tiang Pek Auw di pinggiran dusun Tan Kwee Cung. Nyonya muda tersebut dibawa kerumah oleh sepasang suami istri tersebut yang ternyata adalah...