Kunci Kedelapan

3.9K 53 0
                                    

Kelima orang lelaki kasar yang memakai pakaian beraneka warna itu dengan gesitnya
lantas menyebarkan diri membentuk sebuah kepungan sangat rapat di sekeliling tempat
itu senjata tajam sudah diloloskan dari sarung dan siap-siap melancarkan serangan ke
arah musuhnya.

Asalkan Ciu Cau Liong memberikan perintah mereka segera akan menyerang secara bersama-sama. Siauw Ling yang melihat papan nama itu, mendengar pula deburan ombak yang terjadi beberapa tahun yang lalu secara mendadak terbayang kembali di dalam benaknya.

Dia ingat kembali kejadian dimana tubuhnya kena disapu oleh angin pukulan Sang Pat
sehingga tercebur ke dalam sungai. "Jie ko jangan bergerak" mendadak bentaknya keras.

Di tengah suara bentakan yang amat keras itu tubuhnya sudah meloncat ke depan menyambar papan nama yang tergantung di atas pohon liuw tua tersebut.

"Jangan mengganggu papan itu!" terdengar sibocah berbaju hijau itu membentak keras.

Tangan kanannya segera diayunkan ke depan, tiga rentetan cahaya yang amat tajam dan menyilaukan mata secara berbareng menyambar datang mengancam tubuhnya yang sedang menubruk keatas pohon liuw itu. Sedang pedangnya dengan menimbulkan berkuntum-kuntum bunga pedang meluncur diantara sorotan sinar sang surya.

Dalam hati Siauw Ling sudah mengadakan persiapan, telapak kirinya segera dibalik
mengirim sebuah babatan yang amat tajam ke arah depan sedang tangan kanannya setelah
berhasil menyambar papan nama tadi lantas meloncat sejauh satu kaki dari tempat
semula.

Padahal tak perlu ia turun tangan sendiri Ciu Cau Liong sudah mewakili dirinya untuk menahan datangnya serangan dari sang bocah berbaju hijau itu.

Senjata Coei Giok Cie di tangan kanannya diputar sedemikian rupa menangkis datangnya
senjata rahasia yang disambit oleh bocah tadi dengan menimbulkan suara yang amat
nyaring ketiga batang pisau terbang tadi kena tertangkis hingga mencelat kesamping.
Siapa sangka bocah berbaju hijau itu setelah melancarkan senjata rahasia iapun ikut
menubruk mendatang sambil mengirim sebuah tusukan kilat.
Untuk meloncat kesamping sudah tak sempat, untung saja pada saat yang bertepatan
angin pukulan yang dikirim Siauw Ling sudah menyambar datang.
Bocah cilik berbaju hijau itu setelah terkena pukulan yang dilancarkan oleh Siauw Ling
tadi tubuhnya mundur sempoyongan.
Setelah Siauw Ling berhasil menurunkan papan nama tadi, maka terlihatlah di belakang
papan nama di atas pohon liuw itu terukir pula beberapa patah kata, "Tahun Jan Hoa
kesebelas, bulan dua tanggal dua Siauw Ling terjatuh ke dalam sungai di tempat ini."
Tertanda Tiong Cho Siang-ku.
Beberapa patah kata tulisan tersebut terukir dengan amat nyata sekali di atas pohon itu
setiap patah kata tertera dua cun dalamnya sehingga barang siapapun yang melihat tulisan
tadi tentu merasakan bila orang yang menulis kata tadi memiliki tenaga dalam yang luar
biasa sekali.

Diam-diam Siauw Ling mulai menghitung waktunya sesaat terjatuh ke dalam sungai
tempo dulu, ia merasa waktu yang tertera di atas pohon tersebut sangat cocok dan
bertepatan dengan waktu dirinya terjatuh di dalam sungai masa yang lalu.
Walaupun peristiwa terjatuhnya ia ke dalam sungai masih teringat sangat jelas, tetapi
dibagian sungai yang sebelah manakah dia jatuh sudah tak teringat olehnya.
Kini setelah melihat tulisan yang ditinggalkan Tiong Cho Siang-ku dalam hatinya merasa
tidak ragu-ragu lagi bila orang itu tentu sedang datang kemari bersembahyang buat
arwahnya. Tetapi siapakah si orang Toan Hun Jien atau manusia putus nyawa itu?
Mengapa ia datang bersembahyang terhadap arwahnya, ketika sibocah berbaju hijau tadi
dengan mencekal pedangnya kembali menerjang ke depan tetapi segera kena terhadang
oleh permainan senjata Ciu Giok Ce dari Ciu Cau Liong yang sangat dahsyat.

Melihat dirinya kena dicegat bocah berbaju hijau itu segera membentak gusar pedangnya
dengan sangat ganas berturut melancarkan sepuluh buah serangan gencar ke arahnya
mengancam tempat-tempat berbahaya diseluruh tubuh Ciu Cau Liong.
Dengan cepatnya antara mereka berdua sudah terjadi suatu pertempuran yang amat sengit
hanya di dalam sekejap mata ratusan serangan berbahaya sudah dikerahkan keluar.
"Jie ko untuk sementara jangan bergebrak dulu Siauwte ada pertanyaan yang hendak
ditanya kepadanya?"
Bentak Siauw Ling dengan suara yang keras seperti samberan geledek dalam hati Ciu
Cau Liong pada saat ini sedang merasa terperanjat dan kaget oleh keganasan serta
ketelengesan dari jurus pedang yang digunakan bocah cilik berbaju hijau itu.
Mendengar suara benatakan Siauw Ling yang sangat keras tadi ia lantas berkelit dan
menyingkir kesamping.
Sambil melintangkan pedangnya di depan dada bocah berbaju hijau tersebut dengan amat
gusarnya sudah meloncat kehadapan Siauw Ling cepat kembalikan papan nama itu
kepadaku teriaknya keras.
Siauw Ling yang melihat sikapnya mengandung hawa gusar yang sukar ditahan dalam
hati lantas mengerti bila papan nama itu sangat berharga bagi dirinya.
Ia lantas tersenyum.
"Untuk mengembalikan papan nama ini kepadamu sulit asalkan kau suka menjawab
beberapa pertanyaanku."
"Hmm soal itu harus dilihat pertanyaan apa yang kau ajukan kepadaku."
"Siauw Ling yang tertera di atas papan ini apakah kaupun kenal dengan dirinya?"
"Tidak kenal" jawab bocah berbaju hijau.
"Kalau memangnya kau tidak kenal dengan dirinya buat apa kau bersembahyang buat
arwahnya?"
"Kau bukan aku yang bersembahyang."
"Bukan kau? lalu siapa?"
"Siangkong kami!"
"Sekarang dia berada dimana?"
Sang bocah berbaju hijau itu jadi sangat gusar sekali. "Kau orang sungguh cerewet sekali,
bertanya terus tiada hentinya, cepat kembalikan papan nama itu."
Tangan kirinya laksana sambaran kilat menyambar ke depan mengancam papan nama
yang ada di tangan Siauw Ling.
Sedikit pundaknya bergerak tahu-tahu pemuda tersebut telah mundur tiga langkah ke arah
belakang.

Rahasia Kunci Wasiat (Wo Lung Shen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang