Kunci Keenam

6.8K 82 3
                                    

Sang surya memancarkan sinarnya keperak-perakan, bunga-bunga tumbuh laksana hiasan
sutera. Air sungai mengalir dengan begitu tenangnya membuat pemandangan disana
benar-benar sangat indah sekali.
"Leng jie,kau sudah melihatnya bukan? itulah tempat tinggal dari si siucay miskin!" ujar
si kakek berjubah kuning sambil menuding ke arah timur lalu menghela napas panjang.
Dengan seluruh konsentrasinya Siauw Ling mengalihkan pandangannya ke depan, diarah
sebelah timur di atas sebuah tebing yang curam benar-benar tampaklah sesosok bayangan
hitam.
"Untuk belajar ilmu silat harus didahului oleh pelajaran tenaga dalam" kata sikakek
berjubah kuning itu sambil mengempit tubuh Siauw Ling. "Tenaga dalam yang dipelajari
oleh siucay miskin itu termasuk tenaga dalam aliran Budha yang lihay bilamana kau
dapat berhasil memperoleh pelajaran tenaga dalamnya terlebih dahulu kemudian baru
mempelajariilmu telapakku serta ilmu rahasia dari Liuw Sian Ci tak sampai lima tahun
kau sudah pasti dapat berkelana di dalam dunia kangouw."

Gerakan tubuhnya amat cepat laksana sambaran kilat. Siauw Ling hanya merasakan
deruan angin menyambar lewat dari sisi telinganya, bunga-bunga pepohonan maupun
dinding tebing hanya berkelebat laksana kilat dan dalam waktu yang amat singkat itulah
mereka berdua telah tiba di bawah bayangan hitam yang sedang bergerak-gerak tadi.
Bocah itupun segera dongakan kepalanya keatas dan tampaklah bayangan hitam yang
bergerak-gerak itu bukan lain adalah sebuah ayunan yang terbuat dari tali rotan dengan
diatasnya secara samar-samar tampak seseorang lagi duduk bersila.
Kedua belah ujung dari ayunan rotan itu terikat pada dua sisi puncak yang saling
berhadapan di tengah tiupan angin gunung yang kencang ayunan rotan itu bergoyanggoyang
tiada hentinya.
Siauw Ling yang melihat kejadian itu didalama hatinya mengira-ngira kalau ayunan itu
ada tiga puluh kaki tingginya dari atas permukaan tanah dan bilamana sampai terjadi dari
atas ayunan tersebut jangan dikata mahkluk yang terbuat dari daging dan sekalipun
sekeras batu cadas yang sangat keraspun akan hancur berantakan.
"Gie hu!" tanyanya dengan perasaan kuatir. "Apakah siang malam ia tetap duduk di atas
ayunan rotan itu terus??"
"Bocah apakah kau merasa kuatir bilamana ia sampai terjatuh dari atas ayunan itu?"
Siauw Ling pun mengangguk dan tanyanya pula, "Bilamana menemui hujan deras dan
angin kencang apakah rotan panjang yang mengikat ayunan itu kuat untuk
mempertahankan dirinya?"
"Haaa... haaa... soal ini tidak perlu kau merasakan kuatir buat dirinya!" seru sikakek tua
berjubah kuning itu sambil tertawa terbahak-bahak. "Ia sudah duduk disana selama
sepuluh tahun lamanya tetapi selama ini belum pernah ia terjatuh ke bawah."
Siauw Ling yang pernah hidup selama beberapa hari beberapa malam di atas tonjolan
batu pada dinding tebing yang curam, walaupun tempat itupun merupakan suatu tempat
yang tak dapat melihat langit dan tak bisa melihat bumi tetapi keadaannya jauh lebih
aman. Karena tonjolan batu itu kuat untuk menahan bobot badannya.
Sebaliknya ayunan rotan ini begitu lemas dan terombang ambing di tengah tiupan angin
seseorang bisa hidup selama sepuluh tahun lamanya, di tengah suatu keadaan yang sangat
berbahaya hal ini benar-benar luar biasa sekali.
"Hey siucay miskin apakah kau sudah berhasil menembusi ilmu sakti tersebut?" tegur
sikakek berjubah kuning itu secara tiba-tiba.
"Haaa... haaa... gimana? Apakah Lam heng sudah merasa tangan serta kakimu mulai
kegatalan?" sahut orang yang ada di atas ayunan rotan itu sambil tertawa nyaring.
"Haaa... haaa... anggap saja loohu tidak berhasil menangkan dirimu, dan sejak ini kita
tidak usah bertanding kembali."
Agaknya perkataan ini benar-benar berada diluar dugaan orang yang ada di atas ayunan
rotan itu karena lama sakali baru terdengar orang itu menghela napas panjang.
"Heei! Sebetulnya kepandaian silat dari Lam heng tidak berada di bawah kepandaian
siauwte," katanya.

Jarak ayunan rotan tersebut dengan permukaan tanah sangat tinggi sekali tetapi tanya
jawab yang dilakukan oleh kedua orang itu bisa kedengaran sangat jelas sekali, sampai
helaan napas panjangpun bisa terdengar amat jelas.
"Heey bocah" tiba-tiba si orang tua berjubah kuning itu membisik kesamping telinga
Siauw Ling dengan suara yang amat perlahan, "Sekali tenaga dalam dari siucay miskin
itu dahsyat sekali, diluar wajahnya ia kelihatan amat halus padahal hatinya sekeras baja,
nanti kalau bicara sedikitlah berhati-hati."
"Leng jie akan mengingat-ingat terus pesan dari Gie hu!" sahut Siauw Ling sambil
mengangguk.
Sebetulnya si orang tua berjubah kuning ini bersifat sombong dan tidak suka menyendiri
tetapi karena perebutan nama besar ia telah berkorban diam selama sepuluh tahun
lamanya di dalam lembah terasing ini dan kali ini hanya demi Siauw Ling ia sudah rela
mengakui kalah terhadap lawannya.
Sekonyong-konyong tampaklah sebuah rotan yang amat panjang mendadak diturunkan
ke bawah dari atas ayunan itu diikuti berkemandangnya suara tertawa yang amat nyaring.
"Haa...haaa, Lam heng suka memberi muka kepada siauwte merasa sangat berterima
kasih sekali, dan suruhlah bocah cilik itu naik!"
"Maksud dari perkataan ini sangat jelas sekali, kau mengakui tak bisa menangkan diriku,
sudah tentu dikarenakan oleh sebab itu."
Rotanpun segera diturunkan untuk mengundang Siauw Ling naik. Dengan kejadian ini
maka sama saja dengan sekali langsung membongkar rahasia hati si orang tua berjubah
kuning itu.
"Bocah, kau naiklah," ujar si orang tua berjubah kuning itu kemudian dan sambil tertawa
sedih.
Sehabis berkata dengan perlahan ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling hanya merasakan senyuman dari Gie hu nya itu mengandung perasaan sedih
dan tekanan batin yang luar biasa hanya saja bocah itu tidak mengerti apa sebabnya ia
sampai bersikap demikian.
Dengan termangu-mangu bocah itupun memandang bayangan punggung dari si orang tua
berjubah kuning yang mulai lenyap dibalik pepohonan ia merasa si orang tua itu kini
kelihatannya jauh lebih tua lagi.
Menanti ia menoleh kembali tali rotan yang diturunkan ke bawah telah berada di atas
kepalanya. Dan dengan cepat ia menangkap tali rotan itu untuk memanjatnya keatas.
Secara tidak sengaja bocah itu telah makan jamur batu berusia ribuan tahun ditambah lagi
telah memperoleh bantuan tenaga murni dari si orang tua berjubah kuning yang
menembusi ketiga buah urat nadinya, tanpa ia rasa tangannyapun telah bertambah lipat
ganda.

Rahasia Kunci Wasiat (Wo Lung Shen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang