BAB 3

2.5K 44 0
                                    

Hal yang paling aku kesalkan adalah, ketika harus ikut dalam acara perjamuan yang biasanya diadakan oleh kantorku. Di kantor ku adalah suatu tradisi tiap 3 bulan sekali mengadakan perjamuan antar karyawan dan direksi. Semua karyawan perusahaan di wajibkan mengikutinya, katanya sih buat mempererat hubungan antar sesama karyawan. Kalau saja boleh memilih, aku bakal memilih buat gak usah hadir di acara perjamuan ini. Ini tuh ngebosenin banget, buatku,  ini sih bukan hanya sekadar acara perjamuan antar sesama karyawan dan para bos bos itu, tapi perjamuan ini juga menjadi salah satu ajang buat persaingan juga sih. Tapi aku sebagai salah satu manajer mau gak mau harus ikut di acara ini, gak ada alasan yang bisa membuatku buat menghindar dari acara ini.

 Dan disinilah aku sekarang di sebuah ballroom hotel yang sudah di sewa kantor, bersama dengan Nana yang datang bersamaku tadi sepulang dari kantor. Memandang keseluruhan isi ruangan ini, melihat siapa yang datang dengan membawa pasangan baru, siapa yang datang dengan dandanan paling mencolok dengan berbagai perhiasan menghiasinya. Dan tentu saja aku dan Nana berdiri di sudut ruangan menikmati hidangan, sambil mencari bahan, siapa aja yang bisa menjadi bahan gossip aku dengan Nana daripada hanya berdiri gak tahu mau ngapain.

“kadang gue tuh bingung deh, ini kantor ngapain sih pake acara2 kek ginian” omelku sambil menikmati segelas minuman yang ada di tanganku. Nana tertawa mendengarnya.

“mana gak ada yang bisa dikecengin pula, gak ada yang bening juga ah” lanjutku lagi

“ hahahaha mbak dirimu aneh deh”

“aneh kenapa Na?”

“nggak sih Cuma aneh aja gitu, lo kesini buat cari kecengan ternyata hahahaha..”

“ih apaan sih Na, gue Cuma butuh penyegaran nih, masa tiap ada perjamuan gini, gak ada tampang baru sih, itu itu aja, udah bosen liat di kantor”

Nana makin tertawa mendengarnya, “emangnya kalau ada yang seger2 atau yang cakep lo bakal kecengin mba?” tanyanya

“ya tergantung sih, kalau cakep gue pertimbangkan deh”

“serius?”

“iya” jawabku mantap.

“gue tahu lo banget lho mba, lo itu gak mudah dan nggak gampang jatuh cinta atau sekedar dekat ama seseorang. Gue gak yakin segampang itu ah nyodorin yang bening2 buat lo mba”

Aku tertawa mendengar penjelasan Nana, apa yang dikatakan Nana memang ada benarnya, aku bukan orang yang gampang jatuh cinta, bukan orang yang gampangnya dekat dengan seseorang walau hanya untuk sekadar membiarkan seseorang melakukan pendekatan kepadaku, aku memang lebih menghindari para pria2 yang mendekatiku. Lebih tepatnya adalah aku menjaga jarak dengan lawan jenis. Itu terjadi sejak 2 tahun yang lalu, sejak terakhir aku menjalin hubungan dengan lawan jenis. Aku putus dengan pacar aku karena di khianati dia, dia selingkuh di belakangku, mencintai teman baik aku saat itu, dan dengan perasaan tidak bersalah, pas mutusin aku, dia bilang bahwa selama kami menjalin hubungan selama hampir lebih 6 bulan, sebenarnya dia tidak pernah betul betul mencintaiku. Laki laki brengsek memang. Dan jujur hal itu yang membuatku akhirnya mikir dua kali untuk menjalin hubungan lagi. Aku selalu ragu dengan perasaanku,  aku selalu berusaha meyakinkan hati aku, apa laki laki yang menyatakan cinta padaku itu benar benar mencintaiku, atau jangan jangan sama aja dengan  yang sebelumnya. Tidak ada yang tahu tentang ini, bahkan para sahabat2ku, disaat mereka menanyakan kenapa aku belum punya pacar, aku hanya  menjawab dengan alasan belum ingin dan masih ingin mengejar karier. Mereka tidak tahu kalau aku masih menyimpan trauma dari hubungan aku yang sebelumnya.

 Nana menyenggolku, menyadarkanku dari lamunan. Aku menoleh padanya

“lihat sana deh  mba?” katanya. Aku melihat kearah yang di tunjuk oleh Nana

JUST FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang