10th

12 0 0
                                    

Gesta menarik kerah baju Luka dengan kasar, ia menampilkan wajah bengisnya yang sudah merah padam.

"Lo sengaja ngambil jebakan ini buat gantiin Kara 'kan!"

Gesta sangat geram, sudah kedua kalinya jebakan yang ia pasang khusus untuk Kara dikacaukan oleh Luka. Yang pertama mungkin bisa kebetulan, namun ia cukup pintar, untuk yang kedua tidaklah sebuah kebetulan lagi.

Ia menjotos pipi kiri Luka sekuat tenaga sampai laki-laki itu terhuyung dengan darah di sudut bibirnya.

***

Kara berlari sekuat tenaga, tangannya dingin, jantungnya serasa ingin lompat keluar. Ia teringat kejadian saat SMP dulu, saat itu Luka tidak bisa melawan. Nampaknya sekarang pun laki-laki itu tetap tidak bisa melawan karena Kara sempat melihat kejadian pemukulan terhadap Luka dari balkon tadi.

Hatinya mencaci maki Luka, namun ia juga tak sabaran untuk sampai disana dan menghajar laki-laki yang berani memukul Lukanya.

Dengan rentang waktu singkat, Kara sudah sampai di bawah. Ia berlari ke lapangan, menerobos kerumunan siswa-siswi yang menonton dengan antusias.

Dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah terkaparnya Luka dengan Gesta diatasnya yang masih terus menjotos wajah Luka berkali-kali. Kara memalingkan wajahnya pada Niko, namun ia mengurungkan niatnya untuk memelototi setelah melihat betapa pucatnya laki-laki itu.

Apapun risikonya, Kara harus tetap menghentikan ini semua. Ia melangkah ke depan punggung Gesta, dengan sekuat tenaga ia menarik laki-laki itu. Namun yang ada, Gesta malah tak tergoyahkan. Akhirnya Kara menendang laki-laki itu hingga rubuh.

Semua kerumunan menjadi diam saat melihat Gesta yang menatap Kara dengan garangnya. Perempuan itu tidak peduli, ia malah balik menatap laki-laki itu.

Tak lama, ia memalingkan wajahnya pada Luka yang masih terkapar. Ia berjongkok, tak bisa menahan untuk tak terisak.

"Bego, percuma badan lo gede," omel Kara lemah.

Tiba-tiba tubuh Kara ditarik menjauh. Gesta menghentakan tubuh perempuan itu agar ia berdiri tegak di depan laki-laki itu.

"Bum!"

Semua siswi berteriak serentak dengan tergulingnya Kara ke samping Luka. Sekarang, suasana di lapangan sangatlah mencekam.

Luka melirik perempuan yang terdampar tak sadarkan diri disampingnya. Ia menggertakan giginya, darahnya mendidih, tangannya mengepal.

Gesta tertawa, "Kenapa? Lo marah?"

Luka berdiri dengan lemah, ia memegangi perutnya. Penglihatannya tidak terlalu buruk tanpa kacamata, ia bisa melihat Gesta dengan jelas.

Selang beberapa detik, Luka berlari dan melompat menendang perut Gesta hingga laki-laki itu terhantam ke tanah. Ia duduk di atas tubuh Gesta dan menghantam bertubi-tubi di pipi kiri dan kanan laki-laki itu.

Dibanding tatapan prihatin, yang ditampilkan mata diseluruh lapangan adalah rasa kagum dan tak percaya. Seorang Luka yang terkenal cupu ternyata bisa berkelahi.

Mendadak suara peluit terdengar di seluruh lapangan, seluruh siswa langsung menghilang seketika. Bersyukur satpam sekolah datang tepat waktu sebelum Gesta kehilangan nyawanya.

"Yaampun! Padahal baru saya tinggal sebentar buat ngeden di toilet." Omel satpam itu saat menarik Luka dari atas tubuh Gesta.

Luka berjalan lemas ke arah Kara, ia mengelap darah yang ada di sudut bibir perempuan itu. Tak ia perdulikan luka-luka di sekujur wajah dan tubuhnya, sebagian dari darah yang keluar pun sudah mulai mengering. Yang terpenting sekarang ialah bagaimana kondisi Kara.

Lalu ia menggendong Kara dan berjalan ke pagar sekolah.

"Kemana kamu? UKS bukan disana!" Teriak satpam yang sedang berusaha memapah Gesta.

"Rumah sakit."

***

13.11.16

VISIBILITY (Unseen Guard)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang