13rd

10 0 1
                                    

"Oh ya? Nampil dimana?"

"Di GC'z, lo ikut ya? Gue jemput."

"Gimana ya? Nanti gue kabarin lagi deh."

"Gue tunggu lho-- kabarnya."

Kara tertawa mendengar kalimat bernada godaan di seberang sambungan telponnya dan meng-swipe lambang telepon berwarna merah setelah mengucapkan kata 'bye'. Perempuan itu mengambil garpu dan dengan secepat kilat melahap mangga yang dipotong dadu dimangkok putih dihadapannya.

"Bi, ngelap meja terus ih."

Bi Cassie hanya tersenyum simpul sambil memperlambat kecepatan tangannya di atas meja makan, "Kayaknya bukan Den Luka ya, Non?"

Kara mengangguk antusias, "Kalau sama Luka, mana bisa Kara ketawa kaya tadi, adanya juga berantem."

"Hati-hati lho, Non. Kadang hati nggak selaras sama perbuatan," nasehat Bi Cassie seraya kembali fokus pada pekerjaannya.

Perempuan yang rambutnya dicepol asal itu mengangguk-angguk sembarangan dan melanjutkan kegiatan ngemilnya dengan meninum segelas susu vanila. Menurut Kara, Alex adalah pribadi yang baik, hangat, dan pandai memperlakukan perempuan. Ditambah lagi dengan tampang dan kepintarannya, baik akademik maupun non-akademik, laki-laki itu bahkan nyaris sempurna.

Kaki Kara mendarat penuh dilantai, ia pergi ke arah tangga, berniat menuju kamarnya.

"Non?"

Panggilan Bi Cassie membuatnya terhenti di anak tangga kedua, "Kenapa, Bi?"

"Gut nait!" Seru Bi Cassie dari dapur tanpa memperlihatkan wujudnya di hadapan Kara.

"Apaan sih, Bi?" Gumamnya pelan sambil menahan agar tawanya tidak meledak saat itu juga.

***


Sepasang tangan dengan jari-jari besar tampak sangat hati-hati memegang kacamata dan sebuah kain persegi kuning kecil yang kemudian digunakan untuk membersihkan kaca penjelas itu. Tatanan rambut yang biasanya rapi tergerai acak karena si pemilik tidak merapikannya.

"Luka? Udah tidur?" Suara Fee sepersekian detik kemudian setelah ia mengetuk pintu kamar anaknya itu.

Mata Luka yang semula terpaku pada kacamata yang baru ia masukan ke dalam kotaknya beralih ke pintu di kanan meja belajarnya yang kini ia tempati.

"Udah," jawabnya sambil beranjak ke kasur.

"Besok bawa mobil aja, sambil jemput Kara. Kasihan dia, baru keluar rumah sakit dianterin pakai motor," nasehat Fee di balik pintu yang masih tertutup.

Luka menarik selimutnya dan mengangguk.

"Luka?"

"Iya, Ma, iya."

Laki-laki itu mengambil ponselnya, membuka kunci dengan pola pattern 123569514587. Rumit, namun tingkat protektifnya tinggi. Kebetulan, sebuah getar dan diikuti notifikasi dari Line terpampang dilayar ponselnya saat itu.

Kara : Besok ga usah jemput

Butuh waktu kurang lebih 5 menit untuk Luka mencerna kalimat itu, diikuti dengan pertimbangan-pertimbangan jawaban apa yang harus ia utarakan.

Luka : Ga masuk? Ok

Kara : Dijemput Alex.

Luka mengernyitkan keningnya, memang tempo hari Kara pernah menunjukan akun instagram laki-laki bernama Alex itu, tapi apa hubungan mereka sudah sedekat itu?

Luka : Tapi bokap lo tlp gue tadi, suruh
jagain

Kara : Kan bokap ga liat

Luka : Ga boleh, besok gue jemput.

Kara : Kok rese?

Luka hanya membaca pesan Kara tanpa membalasnya, setelah itu ia menyetel alarm dan bergegas tidur. Tidak menghiraukan ponselnya yang bergetar beberapa kali di atas nakas.

***


25.02.17

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VISIBILITY (Unseen Guard)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang