Saat lonceng yang menandakan waktu istirahat kedua berbunyi, Prilly langsung beranjak dari duduknya dan berjalan santai ke arah kantin. Setelah 1 cup lemon tea sudah berada di tangannya, Prilly melangkah meninggalkan kantin yang cukup ramai. Namun, tidak seramai saat jam istirahat pertama tadi. Karena kebanyakan orang memilih untuk menghabiskan waktu istirahat keduanya untuk sholat dzuhur berjama'ah di masjid sekolah yang dapat di katakan besar karena mampu menampung lebih dari 500 jama'ah. Masjid bertingkat 2 dengan cat hijau yang melapisi dindingnya. Arsitektur yang modern membuat masjid An-Nur milik SMA Garuda ini terlihat simple namun mewah. Karena kedatangan tamu bulanan, membuat Prilly tidak bisa sholat untuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim. Maka, Prilly memilih untuk menghabiskan waktu istirahat keduanya dengan bersantai di taman belakang sekolah.
Taman yang cukup terawat dan bersih namun jarang di datangi oleh orang banyak karena letaknya yang terlalu di belakang. Namun, inilah yang memang Prilly butuhkan. Ketenangan. Saat ini, Prilly sudah mendudukkan bokongnya di kursi kayu ber-cat putih yang terdapat di taman itu. Taman yang tidak terlalu luas namun terasa nyaman dan asri. Prilly seorang diri disini. Paling tidak, hanya ada beberapa siswa yang mungkin juga tengah mencari kedamaian hingga berada di sini. Ya, setidaknya Prilly tidak benar-benar merasa sendirian di taman ini. Aurel tidak ikut. Ia mana pernah mau di ajak ke sini. Pernah, sekali ia ikut dengan Prilly untuk bersantai di taman ini namun Aurel selalu ribut sendiri. Entah banyak nyamuk lah katanya. Atau terlalu sepi, lah. Membosankan, lah. Dan lain-lain sebagainya. Makanya sekarang Aurel lebih memilih menghampiri Dio ke kelasnya. Btw, Dio itu adalah gebetan barunya setelah Fandi. Dio, anak basket yang cukup menarik dan sedikit nakal. Ya, lumayanlah, pikir Aurel. Sedangkan Fandi, satu sosok yang berbanding terbalik dengan Dio. Fandi adalah seorang kutu buku yang cukup tampan. Biasanya kan, kutu buku itu terkenal nerd dengan kaca mata tebal yang bertengger di batang hidungnya. Namun, tidak untuk Fandi. Gaya coolnya bahkan membuat gadis-gadis di SMA Garuda cukup terpana karenanya.
Begitulah kebiasaan Aurel. Atau lebih lengkapnya, Aurel Diba Permata. Gadis cantik dengan wajah Indonesia asli. Gadis yang memiliki rambut berwarna hitam gelap yang jatuh tepat di bahu. Gadis yang sudah berteman dekat dengan Prilly, karena mereka memang satu sekolah sejak di SMP. Maka tak heran kalau dimana ada Prilly, disitu pula pasti ada Aurel. Begitupun sebaliknya. Tapi meskipun mereka sering terlihat bersama, bukan berarti sikap mereka juga sama. Mereka beda, beda jauh. Kalau Prilly lebih terkesan cuek, maka Aurel lebih heboh. Kalau Prilly malas untuk menjalin kasih, Aurel malah sering berganti-ganti kekasih. Namun, perbedaan itu sama sekali tidak menghalangi persahabatan keduanya yang sudah terjalin cukup lama. Menurut Aurel, Prilly adalah sosok sahabat sejati. Sosok penyayang, penyabar walaupun kalau ngomong suka tidak di saring alias ceplas-ceplos. Namun, Aurel sangat menyayangi Prilly. Begitu pula sebaliknya.
Ditemani 1 cup lemon tea, earphone yang menyumpal kedua telinganya hingga alunan lagu yang berasal dari ponsel Prilly mengalir kencang ke kedua telinganya. Dan di temani sebuah novel yang belum sempat Prilly selesaikan minggu lalu. Prilly menikmati setiap detiknya.
Sampai akhirnya pikirannya melayang ke satu sosok. Sosok yang sejak semalam mengganggu pikirannya. Sosok yang secara tidak sengaja selalu bertemu dengannya. Seperti 1 hari yang lalu, saat Prilly ingin keluar dari perpustakaan untuk mengembalikan buku yang beberapa hari lalu ia pinjam, tiba-tiba seseorang juga membuka pintu yang ingin Prilly buka. Dan muncullah sosok lelaki bertubuh tinggi dengan wajah ke-arab-an dengan ekspresi yang senantiasa terlihat dingin di hadapan Prilly. Prilly menggeser tubuhnya ke pinggir guna memberi ruang untuk lelaki itu berjalan. Setelah lelaki itu masuk ke dalam perpustakaan, barulah Prilly yang keluar dari ruangan ber-AC yang berisikan buku-buku itu.
Prilly menghela napas panjang. Ia berusaha fokus pada novel di genggamannya. Namun, tetap tidak bisa. Pikirannya seperti di kendalikan, hingga ia tidak bisa mengendalikannya sendiri. Fokus Prilly hanya ke lelaki itu. Lelaki yang baru saja masuk ke SMA Garuda satu bulan yang lalu. Lelaki urakan yang tidak Prilly sukai. Namun, jika Prilly tidak menyukai lelaki itu mengapa sekarang Prilly malah memikirkannya? Mungkin, karena terlalu seringnya bertemu membuat Prilly sering kepikiran pula tentangnya? Entahlah.
Namun, harus di akui jika lelaki yang bernama lengkap Alian Devano itu adalah lelaki yang cukup tampan. Ah, bukan cukup lagi. Tapi memang benar-benar tampan!
Ucapan Aurel di kelas tadi sedikit menyentilnya pada kenyataan bahwa Ali sudah memiliki Cherry. Jadi, ia tidak mungkin suka pada Ali apalagi sampai merebut Ali dari wanita semacam Cherry. Prilly kenal betul siapa Cherry, bagi siapa saja yang merebut apapun yang menjadi miliknya, maka tak segan-segan Cherry akan memberi pelajaran untuk orang itu. Bukannya Prilly takut pada Cherry, tidak sama sekali. Namun, ia benar-benar enggan membuat masalah pada siapapun. Termasuk Cherry. Jadi, lebih baik Prilly mengalah.
Tunggu.
Tadi apa yang baru saja Prilly pikirkan? Mengalah? Mengalah untuk hal apa? Mengalah untuk Ali yang lebih memilih Cherry ketimbang dirinya? Ah, tidak, tidak! Pikirannya mulai kacau.
Dengan kasar, Prilly membuang napasnya. Matanya ia pejamkan erat-erat selama beberapa detik. Setelahnya, matanya menyapu setiap sudut taman. Dan sekarang, matanya hanya berpusat pada satu hal. Satu hal yang berhasil membuatnya membelak kaget.
Di sana, sekitar 10 langkah darinya, terlihat seorang lelaki duduk dengan santainya. Dapat Prilly lihat dengan jelas jika tangan kanan lelaki itu menggenggam sesuatu. Rokok.
Prilly memandang jijik ke orang itu. Orang yang merokok dengan membelakangi Prilly hingga Prilly tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang itu. Intinya, satu yang ada di pikiran Prilly saat ini; bisa-bisanya orang itu asyik merokok di lingkungan sekolah seperti ini? Tidak tahu malu.
Dengan langkah ragu, Prilly menghampiri orang itu. Niatnya, hanya ingin menegor orang itu untuk tidak merokok sembarangan lagi lain kali. Namun, matanya terpaku saat tahu siapa orang yang telah merokok itu. Dia, Ali. Alian Devano. Seseorang yang beberapa menit lalu sempat hinggap di pikiran Prilly. Dan kali ini, berdiri nyata di hadapan Prilly.
Ah, permainan apalagi ini, Tuhan? Batin Prilly sebal.
Sungguh, jika tahu orang itu adalah Ali, Prilly benar-benar enggan menghampirinya. Prilly tidak mau berhubungan lagi dengan Ali walau hanya lewat tatapan mata sekilas saja. Tapi, lihatlah. Karena perbuatannya sendiri Prilly harus menanggung resikonya. Resiko yang pasti akan terjadi karena berani menunjukkan dirinya di hadapan Ali yang sedang asyik menikmati rokoknya. Istilahnya, senjata makan tuan. Rasakan itu, Prilly! Dalam hati, Prilly tertawa hambar karena dapat menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
***
a/n
Alhamdulillah,ide lagi lancar terus. Jadi bisa next cepet deh. Selamat menimkati cerita abal-abal gue wkwk. Jangan lupa warnai bintang di pojok kiri bawah y! See you!
-Aya
Jakarta,
12 Oktober 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
My [Bad] Boyfriend
FanfictionBagaimana rasanya mempunyai pacar yang sangat acuh terhadap kita? Rasanya ingin segera mengakhiri saja bukan? Tapi, bagaimana jika kita benar-benar telah jatuh hati padanya? Lalu apa yang akan Prilly lakukan terhadap Ali yang seakan tak pernah menga...