Alina berdiri di depan gedung sekolah sambil menunggu ojek yang lewat. Pangkalan ojek di depan sekolahnya benar-benar kosong, maklum saja dia terlambat setengah jam saat bel pulang berbunyi.
"Alina!" sapa beberapa temannya.
"Hey kalian.." sapa Alina sambil melambaikan tangannya.
"Gak bareng Lea?" tanya salah satu temannya. Alina hanya menggelengkan kepala. Mereka pun saling berbisik.
"Duluan yahh dahh..". Alina diam, sebenarnya dia kesal kepada Leana.
Setengah jam yang lalu....
Alina berjalan menghampiri Leana yang bersiap-siap sudah mau pulang.
"Mau bareng gak?" tanyanya. Leana yang sedang memakai bedak lalu berhenti dan mulai berfikir.
"Iyaa tungguin yah, ada wawancara dulu dari ekskul mading." jawabnya cuek. Alina hanya mengangguk. Dia lalu duduk di koridor sekolahnya.
15 menit kemudian...
"Alin, pegangin kameranya dong... Kita mau foto bareng." ucap Leana. Alina lalu memegang kamera dan mulai bersiap untuk memfoto.
"Alina, foto bareng kita ajaa.. Kameranya pakai timer aja." ucap salah satu anak mading.
"Gak usah, jelek.. Mending fotoin aja sama Alin." kata Leana. Alina hanya memutarkan bola matanya.
"Satu... Dua... Tiga..." cekrek! Usai berfoto, Leana malah sibuk mengobrol dengan para anggota mading tanpa mempedulikan Alina.
"Oh ya Alin, aku lupaa.. Aku sekarang dijemput sama kak Sammy." ucap Leana seolah tidak terjadi apa-apa. Alina llu mengkerutkan dahi.
"Jadi? Gimana?" tanya Alina dingin.
"Pulang aja duluan, bye!" ucap Leana lalu meninggalkannya.
Mengingat kejadian tadi membuat Alina semakin kesal. Ditambah belum ada satupun ojek yang kembali. Tiba-tiba ada seseorang yang mengklaksonnya dari belakang.
"Lilin!" teriak seorang laki-laki dibelakangnya. Alina malas untuk menengok kebelakang dan hanya tetap diam. Lelaki yang dibelakangnya terus memanggilnya dan membunyikan klakson motornya. Karena kesal, Alina terpaksa memalikkan tubuhnya kebelakang.
"Berisik deh Defan! Kamu itu..." ucap Alina yang langsung diam dan melihat motor Defan. "Kamu ganti motor?" tanyanya.
"Kenapa? Terpesona ya sama aku?" tanya Defan yang percaya diri dan langsung membetulkan rambutnya. Dia lalu memarkirkan motornya dipinggir Alina.
"Gak!"
"Serius?"
"Iya! Ngapain sih ganti motor? Bikin repot kaka kamu ajah!" bentak Alina kesal. Defan hanya mengerutkan dahi.
"Kan yang beliin motor baru orang tua aku bukan ka Dzaka." ucap Defan jujur. Tatapan Alina semakin tajam.
"Masalah besar, karena kaka kamu gak akan dateng ke sekolah ini buat ngejemput kamu."
"Tapi aku bisa anter kamu pulang kok lin.." kata Defan cengengesan. Alina yang mendengarnya memperlihatkan ekspresi jijik.
"Ogah yey!" tolak Alina mentah-mentah. Defan hanya cemberut. Defan lalu memakaikan helmnya kembali dan menaikan standar motornya.
Tiba-tiba dari belakang mereka berdua terdapat sebuah mobil sport berwarna merah. Begitu kaca mobilnya diturunkan, terlihat sesosok gadis dan laki-laki di sebelahnya.
"Alin kok belum pulang sih? Gak bisa pulang sendirian?" tanya Leana meremehkan. Alina hanya melihatnya dengan sinis.
"Nggak kok ini mau pulang..." jawab Alina yang tak mau kalah.
"Kok masih disini yah?" tanya Leana yang mengerutkan dahi. Lelaki di sebelahnya lalu melepaskan kaca matanya dan menengok ke arah Alina dn Defan.
"Bareng kita aja?" ajak Sammy.
"Ka Sam, kaka lupa yah? Mobil ini kan cuman punya dua tempat duduk? Alina mau duduk dimana?" tanya Leana dengan nada yang sangat meremehkan.
"Diiket di belakang?" ucap Sammy. Mereka berduapun tertawa. Alina yang mendengarnya sangat panas dan sebal. Tanpa dia sadari Defan memperhatikannya.
"Nggak usah khawatir Lilin pulangnya gimana, aku yang antar kok.." ucap Defan dingin namun masih bisa tersenyum. Alina lalu melihat Defan, seolah mengerti yang dimaksud Defan Alina lalu tersenyum.
"Iya tenang aja Lea, ada Defan kok... Dia baik banget gak suka manfaatin temen lagi." kata Alina.
"Ohh.. Bagus deh." jawab Leana ketus.
"Defan yuk... Katanya mau nganterin aku pulang." ajak Alina tersenyum. Defan lalu memboncengi Alina dan pergi meninggalkan mobil sport merah.
"Hahaha.... Defan tadi liat gak muka si Lea?" senang Alina. Defan lalu melihat muka Alina yang tertawa bahagia. Satu kata yang ada di batin Defan, cantik.
"Fan, turunin aja aku disini." ucap Alina. Namun Defan terus melajukan motornya. Alina lalu mengetuk-ngetuk helm Defan.
"DEFAN!" bentak Alina, namun Defan pura-pura tak mendengar.
"Pegang erat-erat lin." hanya itu yang Defan katakan. Alina tak kehilangan akal. Dia lalu mencubit perut Defan. Defan lalu meringis kesakitan.
"Udah aku pegangin dengan ERAT!" kata Alina tersenyum. Defan hanya mengangguk menahan rasa sakit. Namun motor yang mereka kendarai sangat pelan, sehingga butuh waktu satu jam untuk menempuh 3 km.
Mereka sudah sampai di depan pintu depan sebuah gedung. Alina lalu turun dari motor.
Cklek!
Bunyi suara kamera hp. Alina kaget darimana bunyi suara tersebut.
"Buat kenang-kenangan.. Karena orang pertama yang aku boncengin kamu." senyum Defan
"Jadi tar pas ada orang yang kamu bonceng lagi, sama kamu difoto?" pancing Alina.
"Paling yang aku bonceng temen cowok aku, mamah aku pas pergi ke pasar, sama... Kamu." jawab Defan. Alina hanya tersenyum paksa dan dalam hati sangat greget pada lawan bicaranya.
"Aduh aku laper." kode Defan.
"Warung banyak."
"Gak ditawarin masuk ke rumah dulu gitu?"
"Aku kan tinggal di apartemen sendiri, ga usah macem-macem... Oh ya, makasih yahh.." jawab Alina dengan melambaikan tangan dan segera lari.
Hayyyy kalian makasih yah yang udah setia nunggu kelanjutan ceritanya wkwk... .
.
.
Mau gimana dong?:( udah kelas tiga jadi sibuk. Makasih ya kalianOh ya jangan lupa vomment terus kasih saran jugaaa...❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopeless Idols
RomanceMemangnya salah kalo fans terlalu antusias dengan idolanya? Kata orang itu bisa dikatakan penguntit.