8. De La Pa N

439 62 10
                                    

"Ta, pokoknya kita ga boleh rugi!" Bisikku pelan pada Okta.

"Rugi? Maksudnya gimana?"
Balas Okta ikut berbisik, kami sedang berjalan di belakang Kak Shania dan Kak Beby.

"Pokoknya ntar kamu bantuin mereka aja, sebisa mungkin ulur waktu, aku ada misi lain." Ujarku sambil melirik ke arah pantry. Cocok! Yang abis liburan mah ga heran punya banyak makanan.

"Misi apaan, Gre?" Tanya Okta sedikit menundukan kepalanya karena memang Okta jauh lebih tinggi dariku.

"Udah jangan banyak tanya, ntar juga tau jawabannya." Aku menyeringai senang, salah sendiri nyuruh aku masuk apartemen mereka, itu tandanya mereka emang pengen bagi-bagi makanan. Hihihi :p

Okta mengangguk tanda mengerti, "Oke, siap!"

"Yaudah, sip." Ujarku lagi masih berbisik.

"Oy! Bisik-bisik apaan lu? Ngedumel ya? Kalo gak ikhlas yaudah gausah!" Seru Kak Shania dari depan, aku tersentak kaget, dan segera melemparkan senyuman termanisku untuk menghilangkan kecurigaan Kak Shania.

"Eh? Hehe. Ngga kok! sliw aja sih sama Gracia mah." Jawabku sekenanya.

"Kalian juga ikut bantuin Okta ganti lampunya, kan? Kasian masa Okta ganti lampu sendirian." Ujarku, mencoba memancing. Gimanapun aku harus buat mereka sibuk di kamar mandi. Biar aku bisa leluarsa menjalankan misi.

"Iya dibantuin kok." Jawab Kak Shania membuat senyumku semakin mengembang.

"Nih, lampu baru nya, ngertikan cara gantinya?" Kak Beby mengulurkan lampu LED yang masih terbungkus kardus kepada Okta.

"Gini-gini Okta itu anak IPA loh. Begitu doang mah gampil." Ujar Okta menyombongkan diri. Aku menaikan sebelah alisku mencoba menelaah apa hubungannya antara anak IPA dengan cara masang lampu. Emang ada ya? :o *lupakan*

"Sip! daebak lah Okta!" Kak Beby menepuk-nepuk pundak Okta senang. Kemudian kita berempat masuk ke dalam kamar mandi yang ukuran serta desainnya tidak jauh beda dengan kamar mandi di apartemenku.

Kamar mandi yang bisa dibilang cukup besar, karena terdapat westafel + cermin, bathtub kotak, shower, dan juga kloset. Sejenak aku berfikir tak heran kalau Kak Shania dan Kak Beby terlihat gak sabar ingin melanjutkan bermain-main dikamar mandi, memang suasananya nyaman dan ekhem mendukung.

Halah! Ngerti apa aku tentang hal gituan, namun entah kenapa ketika memasuki kamar mandi ini aku seperti merasakan aura yang beda. Aura seperti...em...sudahlah...

Di tengah sudah terdapat sebuah bangku tepat tegak lurus di bawah lampu, "yaudah, Ta. Coba naik kita pegangin." Ujar Kak Beby.

Sebelum menuruti ucapan Kak Beby, Okta melirik ke arahku, aku membalasnya dengan kedipan memberikan isyarat. Beruntung Okta mengerti, Ia mengangguk lalu mulai mencoba menaiki bangku itu.

"Kak, kurang tinggi nih, tangan Okta masih belom sampe." Aku tersenyum miring melihatnya. Okta hebat juga aktingnya, padahal aku yakin sebenarnya kalau Okta sedikit jinjit pasti dia bisa menggapai lampu itu. Hihi...

"Bentar deh, kayanya di apartemen aku ada box kecil, bisa buat tumpuan biar agak tinggian dikit." Ujarku berbohong.

"Yaudah ambil cepet!" Seru Kak Beby tidak sabaran.

"Sip, kalian pegangin ya itu Okta, jangan sampe jatoh. Ku ambil dulu box nya." setelah mengucapkan itu aku segera meluncur keluar dari kamar mandi.

*1 Menit*
.
*3 menit*
.
.
*5 menit*
.
.
.
*10 menit
.
.
.
.
*15 menit*
.
.
.
"Aaaaakkk..." Teriakku dan Kak Shania berbarengan. Kami hampir saja bertabrakan saat aku berlari masuk Apartemen Kak Shania dan Kak Shania sedang berjalan dari arah berlawanan denganku.

Tetangga Apa Banget ?! Season 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang