[11] - Teman masa kecil

470 23 7
                                    

"Eh.. Eh.. Ituu! Itu orangnya.." Rena mengapit dagu kedua sahabatnya lalu membuat posisi wajah mereka ke arah yang Rena tuju.

"Loh, itu kan-- itu kan Calvin!?"

Elena tidak mampu bergerak, seakan tubuhnya kaku dan lemas.

Dan sekarang Calvin malah menghampiri meja mereka.

"Hai Lena." Bukannya menyapa Rena ia malah menyapa Elena, itu jadi membuatnya tidak enak dengan Rena.
Elena tidak menjawab, ia menatap Rena yang sedang melihatnya heran sekaligus kaget, kenapa Calvin malah negor Elena ya? Kenapa bukan aku? Batin Rena.

Setelah itu menatap Calvin dan Elena secara bergantian, ada tatapan kecewa yang di tujukan untuk Elena. Dan itu sangat amat membuatnya merasa bersalah.

Elena menatap Rena dengan tatapan seolah meminta maaf.

Calvin mengikuti arah pandangan Elena, dan mendapatkan sosok perempuan yang sudah di kenalnya sejak lama, Rena tersenyum kaku.
Tapi Calvin tidak membalas senyuman itu ia malah langsung pergi begitu saja.

Apa yang barusan ia lihat? Ternyata, teman masa kecilnya adalah sahabat yang ia sayangi dan mungkin juga cinta pertamanya, Calvin.
Kemarin Elena baru menyadari bahwa ia sudah jatuh cinta terhadap Calvin tapi mengapa ada orang yang membuatnya tidak bisa memilikinya.

Elena menyadari bahwa Calvin bukanlah takdirnya, ia yakin bahwa ada banyak orang lain yang lebih baik daripada Calvin, ia harus mengalah dengan Rena karena mereka sudah kenal sejak kecil, sementara Elena baru mengenalnya semenjak ia masuk ke sekolah ini.

Elena memegang pundak Rena, "Ren." lirih Elena, membuat Rena yang tadinya menatap kepergian Calvin sekarang menoleh ke Elena.

Bukannya menjawab ia malah meninggalkan Elena dan Dira dengan ekspresi yang sama sekali tidak bisa ditebak, entah sedih atau semacamnya.

Dira? Daritadi ia hanya melongo memperhatikan kejadian barusan.

"Barusan itu apa?" Dira menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

Elena langsung tepuk jidat.

----


Ervan masuk rumahnya dengan mengucapkan salam.

"Yey, bang epan udah puyang." Ujar Cellia adiknya yang imut.

"Iya Cel, nih abang bawa permen kesukaan kamu."

"Yeyy, permen jempol." bocah berumur 3 tahun itu berdiri dan mengambil permen itu dari tangan Ervan.

"Van, kok kamu ngasih Celli permen sih. Nanti dia batuk." Sofia, mama Ervan menuruni tangga dan melihat anaknya yang kebiasaan membawa permen untuk adiknya.

"Gak papa lah ma, kan dia suka."

"Betuy ituh kata abang, Celli kalo batuk langsung minum obat kok," Ucap Cellia sambil mengemut permennya.

"Tenang ma, ini dijamin gak bikin batuk kok, Ervan belinya yang harganya seratus ribu," Ujar Ervan ngawur.

"Hih, terserah kamu deh, Celli, kamu jangan banyak-banyak ya makannya."

"Iya amih."

Ervan duduk di sofa dan melonggarkan dasi sekolahnya.

Tring.

Bunyi notifikasi line berbunyi dari HP yang ia taruh di kantong baju nya berbunyi.

Our TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang