[9] - Kecurigaan

370 25 2
                                    

Elena keluar dari kelasnya dan mengikuti asal suara yang membuatnya menjadi tidak fokus membaca novel, ternyata asal suara itu dari kantin. Ia menerobos semua orang dan segera melihat kejadian tersebut.

"Kak, mau gak jadi pacar aku?" sepertinya itu ade kelas dari kelas X, ia berlutut sambil memegang setangkai bunga.

Wajah Ervan sangat cuek, dingin dan tidak berekspresi, kejadian itu ditonton semua orang, jika saja Ervan tidak merespon atau menolaknya pasti akan sangat amat memalukan.

"Sorry. No!" Ervan menekankan kata No lalu segera meninggalkan cewek itu dengan wajah cueknya.

Tak disangka Ervan menangkap sosok Elena yang sedang berada di tengah-tengah murid yang sedang menyaksikan kejadian memalukan barusan, pandangan mereka bertemu, dan dari tatapan itu entah mengapa malah membuat Elena agar berhenti membencinya.

Elena mencari Dira di salah satu meja kantin, akhirnya dia menemukan orang yang ia cari duduk di sebelah kantin taman. Saat Elena ingin duduk pandangannya fokus dengan perempuan yang ada di sebelah Dira yang tengah menyunggingkan senyumannya,
Elena membalasnya.

"Len, kenalin ini Rena anak baru di kelas gue, Rena ini Elena panggil aja Lena." Anak baru itu mengulurkan tangannya, lalu mereka hanya bersalaman singkat dan duduk kembali, "Hai Lena, Lo yang lagi deket bukan sama yang namanya Ervan?"

"Hah? Kata siapa itu? Gue gak pernah deket sama dia!" Elena menggebrak meja dan tidak terima dengan omongan Rena, tau dari mana dia?

"Soalnya di kelas kita banyak banget yang ngomongin Elena sama Ervan, eh ternyata gue udah ketemu deh sama yang namanya Elena, orang yang lagi trending topic di kelas gue." Rena tersenyum.

"Dan lo gak bilang gue?" tatapan Elena beralih ke Dira yang sedang meminum jus nya.

Dira tersenyum tanpa dosa dan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal, "Ehh, hmm iya gue lupa bilang ke elo, sebenernya waktu kejadian itu banyak banget yang ngomongin lo sama Ervan."

Elena memutarkan bola matanya.

"Udahlah gak usah bahas dia lagi, basi.
Nah sekarang gue ngobrol aja sama Rena, lo pindahan dari mana?"

"Bukannya pamer, tapi gue pindahan dari luar negri, ortu gue pisah dan gue harus tinggal sama bokap di Amerika sampe SMP nah pas gue SMA, gue balik lagi ke Indonesia dan sekarang tinggal sama nyokap gue."

"Oohh..." Mereka hanya ber-oh-ria.

"Terus alesan lo apa mau masuk ke sekolah ini?"

"Ya banyak, karena disini tuh katanya banyak anak berbakat, fasilitasnya bagus dan---" omongan Rena terpotong sebentar lalu ia tersenyum.
"Dan, disini juga ada temen masa kecil gue." lanjutnya.

"Beneran!? Namanya siapa? Gue pasti tau kok orangnya." Ujar Dira.

"Masalahnya gue gak inget namanya siapa, gue tau gara-gara dia tadi ketemu gue pas lagi di gerbang. Abis itu dia senyum ke gue dan gue inget banget kalo dia itu beneran mirip sama orang yang udah buat gue jatuh cinta." Dira masih saja mendengarkan cerita Rena lalu menyeruput jus jeruk nya hingga habis.

"Ohh jadi gitu. Dia temen masa kecil lo pas lagi di Indonesia?" Tanya Elena sambil berpangku tangan.

"Iyaa, dan semenjak usia gue 6 tahun tiba-tiba gue di ajak ke Amerika, tapi ternyata gak balik-balik lagi dan benda terakhir yang cowo itu kasih, ini," Rena segera menaikkan tangannya dan menunjukkan gelang berbentuk love yang menghiasi pergelangan tangannya, walaupun terlihat tidak terlalu panjang tapi itu malah membuatnya menjadi sangat menawan.

"Hhh, gue harap lo bisa ketemu cowo itu lagi dan tau namanya ya." Elena tersenyum kepadanya sambil menepuk pelan bahu Rena.

***

Ruang musik ramai dengan suara nyanyian dan alat musik lainjya karena ada yang latihan di dalam sana, ya mereka Ervan cs, kalian tau? Walaupun nakal mereka semua berbakat, jadi guru pun bingung harus mengeluarkan mereka.

Dilez memegang stik drum nya sambil sesekali mengedipkan sebelah matanya kepada cewek-cewek yang sedang rebutan ingin melihat band itu dari jendela.
Marvin mengeluarkan suara khas nya yang membuat para kaum hawa terkesiap begitu saja karena suara ala ahmad dhani yang dimilikinya.
Dan tentu saja, siapa lagi kalau bukan cowok yang di-cap most wanted di sekolah ini?
Ervan memegang gitar accoustic nya sambil sesekali mengikuti Marvin bernyanyi.
Adhy? Adhy hanya sebagai supporternya teriakannya hampir mirip dengan suara cewek, dan yang paling heboh!
Walaupun begitu, Adhy tetap di butuhkan dalam geng mereka karena hanya dia orang terkocak, terheboh yang pernah ada.

Elena memberhentikan langkahnya sejenak ketika melewati ruang musik, ia terkesiap seketika dengan geng itu, mereka bukan hanya bisa membuat masalah di sekolah ini tapi mereka juga bisa membuat semua orang memuji kehebatan mereka masing-masing.

Elena menyelipkan badannya di antara banyaknya orang hingga akhirnya ia sampai ke jendela, disana ia bisa melihat dengan jelas setiap gerak-gerik dari setiap personil, kadang ia merasa Ervan sangat amat menyebalkan, lalu sangat cuek tapi akhirnya mampu membuat Elena terkesiap kembali dan melupakan segala ulahnya yang menyebalkan.

Setelah beberapa menit mereka sudah selesai dan merapihkan semuanya, lalu pergi ke arah kantin. Ruangan musik masih terbuka, tapi entah kenapa ingatannya terputar kembali saat kerja kelompok bersama Ervan, ia mengingat semuanya dan entah dorongan dari mana Elena segera melangkah memasuki ruangan itu dan berdiri di depan piano hitam milik sekolah.

"Hhh, udah lama gue gak mainin piano." tangannya segera bergerak untuk memainkan piano itu dengan indah, ia mengeluarkan suaranya yang selama ini sudah lama tidak ia dengar semenjak kejadian mengenaskan itu.

Dulu ia dan ibu nya sangat senang memainkan piano, sampai suatu ketika ibu nya meninggal dari kecelakaan yang mengenaskan setelah ia mengajarkan beberapa not lagu untuk anaknya, Elena.

I have died everyday waiting for you

Darling don't be afraid i have loved you

For a thousand years

I love you for a thousand more..

Jemarinya memainkan piano itu dengan lembut, suara nya keluar tanpa ada hambatan. Tapi hatinya terlalu lemah, terlalu lemah untuk mengingat semuanya, semua kenangan indah bersama ibu nya saat bermain piano.

Dari jendela Ervan and the geng memperhatikannya, lalu Ervan tersenyum simpul, tapi ia menautkan kedua alisnya setelah Elena meneteskan air mata.

Sorry lama updatenya
Lagi sibuk sm sekolah dan O2SN
Sorry bgt yg udh nunggu lama
Thanks for waiting

Our TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang