1

516 125 94
                                    

walaupun ceritanya udah end tetep vomment ya :)))



Oh, astaga, ini benar-benar membosankan. Aku tidak habis pikir. Bisa-bisanya seluruh penghuni kelas ini masih mampu bertahan mendengarkan celotehan dari guru. Maksudku, bukankah pelajaran yang sekarang diajarkan itu sudah diajarkan kemarin? Mengapa mereka tak bosan?

Sebaiknya aku mencari alasan agar bisa kabur dari kelas ini secepatnya. Aku bisa mati bosan kalau terus menerus duduk di sini. Mendengarkan gurauan Bu Nia yang sama sekali tidak lucu.

Dengan alasan klasik--ijin ke uks karena sakit perut--aku berhasil keluar dari neraka itu. Lega sekali rasanya. Baiklah, sekarang saatnya menuju kantin.

Kantin tidak sepi. Meskipun jam pelajaran, banyak murid yang ada di sini. Beberapa dari mereka mengenakan seragam olahraga. Ada juga yang mengenakan seragam OSIS. Sama sepertiku.

Aku memilih duduk di pojok. Supaya tidak banyak yang melihat. Bisa mati aku kalau ketahuan Jimin yang notabene adalah kakakku. Masih kelas satu sudah berani membolos. Tapi sepertinya Park Jimin sedang ada di kelasnya. Ia tak mungkin ada di sini kecuali sedang pelajaran olahraga--astaga.

Aku hampir lupa kalau Jimin memintaku memasukkan seragam olahraga ke tasnya tadi pagi. Mampus.

Kini telingaku mendengar suara yang tidak asing--suara Jimin. Aku mencari asal suara. Benar. Itu Jimin beserta beberapa teman sekelasnya.

Aku pindah posisi duduk. Sengaja. Supaya aku membelakangi mereka. Bisa mati aku kalau ketahuan Jimin. Dia pasti akan mengadukan ke Ibu. Kemudian uang sakuku terpotong.

"Jimin, itu adek lo bukan, sih?"

Mampus.

Sekarang, aku mendengar suara langkah. Jimin dan gengnya datang. Seseorang menyentuh bahuku. Mampus. Pasti Jimin.

Seseorang duduk di depanku. Taehyung. Gila itu Kim Taehyung! Aduh, hancur sudah citra baikku di mata Taehyung.

TUNGGU, TAEHYUNG ITU TEMAN KAK JIMIN?

Kini, lelaki itu menarik ujung-ujung bibirnya. Membentuk sebuah senyuman yang bisa membuatku hilang kendali.

Aku mengatur napas, berusaha untuk tidak menjerit karena kini aku sedang berada di kantin.

"Boleh ikut makan ramennya nggak, dek? Suapin, dong." Taehyung membuka mulutnya.

TAEHYUNG MINTA DISUAPIN?! SAMA GUE?!

Oke, kini lelaki di hadapanku ini berhasil membuat jantungku kalang kabut.

"Makan tuh tisu." Jimin menyumpalkan tisu ke dalam mulut Taehyung.

"Sialan lo, Jim." Ucap Taehyung sembari mengeluarkan tisu dari mulutnya.

Aku menahan tawa. Serius, Taehyung menggemaskan sekali.

Jimin memandang ke arahku, "Balik ke kelas atau gue aduin ke nyokap?"

Eh sebentar, kalau Jimin duduk di sebelah Taehyung, terus yang memegang pundakku siapa?

"Taeyong, udah gausah pegang-pegang pundak adek gue."

Seseorang yang dipanggil Taeyong menyingkirkan tangannya dari pundakku. Aku bangkit. Pergi meninggalkan mereka.

Sial. Padahal ramenku belum habis. Masih lapar.

Semua gara-gara Jimin. Gayanya mau mengadukanku ke ibu. Cih. Padahal aku yakin dia juga sering membolos. Lihat saja nanti. Aku akan membalaskan dendam.

Omong-omong, teman-temannya Jimin ganteng-ganteng. Tinggi-tinggi lagi. Beda sekali dengan Jimin yang tingginya hanya beda tujuh sentimeter denganku.

Satu hal yang mencengangkan adalah bahwa Taehyung teman Jimin. Sungguh, aku tidak tahu sama sekali. Kenapa dia tidak pernah bercerita sih?

Tapi setelah dipikir-pikir, jika di rumah, kami tidak pernah membicarakan siapa temanku, atau siapa teman Jimin.

***

"Kak, temen lo ganteng-ganteng, ya." Komentarku saat aku memasuki kamar Jimin.

"Iyalah, sama kayak gue."

Aku terbatuk begitu mendengar perkataanya.

"Kenapa? Gue bener, kan?"

Aku mengangguk. Terpaksa mengakui ketampanannya. Kata Clara--temanku--sih, Jimin tampan. Aku juga heran darimana ia melihat sisi itu.

"Lo kok ngangguk aja? Biasanya langsung berisik kalau gue muji diri sendiri?"

Aku hanya nyengir.

"Lo pasti ada maunya."

Kakakku yang satu ini memang benar-benar paham apa yang ada di pikiran adiknya.

"Tahu aja, kak."

"Mau apa lo? Jangan bilang lo naksir salah satu temen gue."

Aku duduk di samping Jimin yang tengah asyik memainkan leptopnya sambil berbaring.

"Emang kenapa kalau gue naksir?"

Jimin menoleh ke arahku, "Cewek apaan sih lo baru sekali lihat langsung naksir gitu? Setahu gue, lo itu pilih-pilih deh kalau urusan cowok."

"Gue naksir dia udah agak lama, kak. Cuman gue baru tahu kalau dia itu temen lo."

"Oh." Kini lelaki yang setahun lebih tua dariku kembali memandang layar leptopnya.

Aku mengernyit, "Cuman oh doang?"

"Ya terus gue harus respons apa?" Tanyanya tanpa menoleh dari layar leptopnya.

"Ya apa, kek. Kasih gue id line temen lo, misalnya."

"Nggak, gue gasuka ya lo suka sama temen gue."

"Kak?" aku melembutkan suaraku.

"Apa sih?"

Aku memutar otak. Mencari ide supaya bujukanku berhasil. "Nanti gue traktir makanan kesukaan lo, deh."

"Bisaan deh lo. Tapi gue gamau."

Aku memutar otak lagi.

"Udahdeh, Ra. Asal lo tahu, ya. Temen gue itu udah punya pacar semua."

"Masa?"

"Iya," Jimin bangkit dari tidurnya. Ia kemudian berdiri dan menarikku keluar kamar. "Udah ah, jangan ganggu gue."

Blam

Pintu ditutup. Kemdian suara kunci terdengar.

Aku mengetuk pintu, "Kak?"

"Gue nggak denger~" sahut suara dari dalam.

Sialan.

Eh tapi beneran udah punya pacar semua? Yah, patah hati dong.

Tbc.

halooo, akhirnya aku kepikiran juga buat bikin cerita berchapter. Ehehe. Semoga kalian suka.
kritik dan saran akan sangat aku terima.
Semoga saja bisa sering apdet.

Xxx, kembarannya biblee.

Ra's Guardian [Kim Taehyung] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang