6

116 35 14
                                    

Gara-gara kejadian dua minggu yang lalu—saat aku salah mengenali waktu—aku jadi akrab dengan Kak Bobby. Bukan hanya Kak Bobby saja sih, tapi hampir seluruh teman yang satu geng dengan Jimin. Kecuali, Kak Taehyung.

Kalian tahulah, bahwa aku sangat ingin akrab dengan Kak Taehyung. Tapi, bagaimana bisa akrab jika melihatnya dari jarak jauh saja sudah berhasil membuat jantungku tidak keruan? Jangan salahkan aku. Salahkan dia yang pesonanya melebihi batas itu.

Omong-omong, sekarang aku sedang di kelas. Dan sepertinya sebentar lagi aku akan dihukum karena tidak mengumpulkan tugas. Bukannya aku malas atau bagaimana, tapi tadi pagi aku terlalu terburu-buru sehingga salah memasukkan buku.

"Siapa yang tidak mengumpulkan tugas?"

Duh.

"Ayo angkat tangan!"

Dengan tangan gemetar, aku mengangkat tangan.

"Lari keliling lapangan! Lima kali!"

Aku bernapas lega karena hukumannya adalah lari keliling lapangan. Itu masih lebih baik dibanding harus hormat pada bendera selama dua kali empat puluh lima menit. Bisa pingsan nanti.

Segera aku keluar kelas. Kalau saja lapangannya tidak berada di depan kelasku, mungkin saja aku sudah kabur ke kantin. Atau ke perpustakaan. Yah, mau apalagi kalau bukan buat membaca buku? Ehm, sebenarnya bukan sih. Hanya ingin duduk—kalau perlu berbaring—di sofa yang empuk.

"Woi, kenapa lo?" Kak Taeyong tiba-tiba saja berlari di sebelahku. Oh iya, aku sudah lari tiga putaran omong-omong.

"Nggak ngerjain tugas, kak."

"Dasar males." Cibir Taeyong.

"Bukan gitu kak, gue salah bawa buku." Aku melakukan pembelaan.

"Alasan aja lo."

"Lah lo kenapa kak?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Gue? Nggak kenapa-napa."

Aku mengernyitkan dahi, "Kok lari?"

"Nemenin lo, lah. Apalagi?"

HAH?

Ini benar kan aku tidak salah dengar? Duh, Kak Taeyong jangan bikin aku melambung dong, kak. Meskipun perasaanku masih pada Kak Taehyung, tapi, ya anak gadis mana sih yang jika dibeginikan dengan lelaki tampan macam Taeyong tidak melambung?

"Kurang berapa putaran lagi nih?"

"Dua. Eh, sekarang satu." Jawabku dengan napas yang sudah mulai tersengal-sengal.

Satu putaran terakhir, aku hanya diam. Kak Taeyong pun juga begitu.

Selesai.

Aku langsung duduk sembari meluruskan kaki dipinggir lapangan. Kulihat ada air minum. Hanya satu botol. Ah, paling itu punya Kak Taeyong.

"Eh, gue ke kelas dulu ya."

Loh? Dia tidak minum?

"Iya, kak."

Astaga, Kak Taeyong benar-benar baik. Ia bahkan membelikanku air minum. Sementara dirinya sama sekali tidak menegak setetes pun air mineral.

Kak Taeyong berhasil membuat aku melambung dua kali hari ini.

***

Aku sedang asyik bermain ponsel ketika Clara duduk di sampingku, "Ra, kakak lo makin ganteng aja ih."

Aku hampir muntah mendengar kata-katanya. Seriously, dia tidak seganteng itu. Entahlah, gara-gara kelakuannya yang super duper menyebalkan, kegantengannya sirna sudah di mataku.

"Comblangin gue kek sama dia."

"NO!"

Bukannya bagaimana, tapi aneh saja. Entah kenapa aku merasa aneh jika Clara yang notabene adalah teman dekatku, berpacaran dengan Kak Jimin—kakak kandungku. Dan yah, aku juga tidak yakin Clara mampu menahan kesabaran jika berhadapan dengan Kak Jimin.

"Lo cuman lihat gantengnya doang. Dia itu ngeselin tahu, nggak?"

"Iya emang. Gue line aja cuman di read."

WHAT THE...

Jadi hubungan mereka sudah sampai sejauh itu? Tidak jauh-jauh amat sih, tapi darimana Clara mendapat idline Jimin?

Tapi sepertinya tidak penting untuk menanyakan itu. Mengingat kemampuan bergaul Sena yang luar biasa. Dia bahkan mengenal seluruh anak di sekolah ini. aku bahkan curiga jika dia punya idline seluruh anak. Mungkin sampai guru-guru pun ia punya.

Asal tahu saja ya, setiap kami bermpat—aku, Sena, Clara, dan Jasmine—berjalan di daerah sekolah, pasti Sena selalu disapa.

Loh, ini kok jadi bahas Sena?

"Yaudah makannya gausah deket-deket kakak gue."

"Udah terlanjur sayang. Gimana dong?"

"Jijik sumpah."

"Ra, please."

"Berisik lo."

Belum juga selesai mengurusi Clara, Sena entah datang darimana, tiba-tiba berteriak "CIYEEE RAINA UDAH JADIAN SAMA KAK TAEYOOONG~ PEJE BISA KALI, RAAA."

Disambut dengan paduan suara berbunyi cie oleh seluruh penjuru kelas. Ingin rasanya menyumpal mulut Sena dengan sepatu.

"Lah, lo jadinya ama Kak Taeyong, Ra?" Jasmine yang sejak tadi diam ikut bertanya.

"NGGAK GUYS, GUE NGGAK PACARAN SAMA KAK TAEYONG. KALIAN KAYA GATAU SENA AJA," ucapku mengutarakan kebenaran.

Sena hanya nyengir sembari membentuk huruf v menggunakan jari telunjuk dan jari tengahnya.

"Jadi lo masih naksir Kak Taehyung? Kok tadi pas dapet hukuman larinya sama Kak Taeyong?" Sena mengintrogasi. Sekarang dia duduk di depanku. Tepat di sebelah Jasmine.

"Yaelah, Sen. Cowok kayak Kak Taehyung mana mau sama Raina. Pernah ngobrol aja enggak."

Sial. Tapi memang benar sih. Aku tidak pernah mengobrol dengan Kak Taehyung. Paling hanya sekadar menyapa. Itu pun jarang. Ya bagaimana, aku selalu menghindar dari Kak Taehyung. Tahu kan, jantungku itu tidak bisa berkompromi jika Kak Taehyung itu ada di sekitarku.

"Lah gimana mau ngobrol, masih jauh aja udah salting banget." Sena berkomentar.

"Ra, lo pilih deh, mau Taeyong apa Taehyung?" tanya Clara.

"Lah? Kalau Kak Taeyong mah gue sama dia cuma temen kali ah. Gue tetep naksir Kak Taehyung." Jawabku.

"Makannya deketin ih."

"Atau lo masih berharap sama cowok itu?" Clara menyipitkan matanya sembari memandangku.

"Yaelah Ra, lo masih berharap bisa ketemu guardian lo?" Sena ikut bertanya.

Aku mengangkat bahu. Jika dibilang berharap, tentu saja aku berharap. Tapi, mau tak mau aku harus menerima kenyataan bahwa aku hampir tidak mungkin bisa bertemu dengannya.

tbc


Kalau suka jangan lupa kasih vomment ya, terimakasiii~

xoxo,

heybabble aka Ocha


Ra's Guardian [Kim Taehyung] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang