1; Awal dari semuanya

167 64 44
                                    

"Pertemuan pertama mampu membuat jantungku terus menyerukan nama kamu."

***


NILAM mencebikkan bibirnya ketika angkutan umum yang di kendarainya mogok di tengah jalan.

Nilam kesal setengah mati pagi ini. Masalahnya, ini sudah pukul enam lima puluh lima menit dan sekolahnya masuk tepat pukul tujuh. Lima menit lagi dia harus sampai sekolah, jika tidak bisa-bisa Nilam terkena hukuman dan tidak mengikuti pelajaran pertama.

Anju, ini angkot gak ada yang lewat lagi apa ya!

Nilam menggerutu seraya menghentakkan kakinya. Pagi ini angkutan umum terasa enggan bertemu Nilam.

Dari kejauhan Nilam melihat sebuah taksi yang akan melewatinya. Nilam menghembuskan nafasnya berat.

Naik taksi? Duit jajan gue aja gak cukup buat bayarnya!

Nilam hidup dari keluarga yang sederhana. Ayah yang berpropesi sebagai gojek-online dan ibu rumah tangga biasa. Tapi Nilam tak pernah mempermasalahkan ekonomi keluarganya. Meskipun sederhana tetapi keluarganya berkecukupan, setidaknya, Ayah dan ibunya tidak pernah mengutang kesana-kesini.

Nilam kembali melihat arloji yang bertengger di lengannya. Tiga menit lagi menunjukan pukul tujuh dan mungkin kali ini Nilam harus pasrah akan keterlambatannya.

Saat jam menunjukan pukul tujuh lewat dua menit sebuah angkutan umum berhenti tepat di depannya. Nilam menghembuskan nafas lega, meskipun terlambat Nilam masih bisa mengikuti pelajaran hari ini.

***

Setelah selesai menerima hukuman Nilam langsung bergegas ke kelas.

Nilam sedikit bersyukur di Pelita Kasih aka PeKa ini jika murid telat namun baru sekali hukumannya hanya push-up dua puluh kali dan menulis sebanyak lima puluh kalimat saya berjanji tidak akan telat lagi!

Tidak terlalu berat dan tidak membutuhkan waktu yang lama juga.

"Ni, tumben telat?" Tanya Aulia ketika Nilam duduk di sampingnya. Omong-omong Nilam kembali lega, karena guru di jam pertama tidak hadir. Untuk pertama kalinya Nilam bahagia ketika guru tidak hadir.

"Angkot mogok."

Aulia mengangguk mengerti. Berhubung Aulia sahabat yang pengertian dia tidak bertanya apa-apa lagi Aulia tahu Nilam sedang badmood.

"Ify mana?" Nilam baru tersadar sahabat satunya itu tidak ada di belakangnya.

"Aku abis dari toilet." Ifya muncul dari arah luar kelas dengan cengirannya.

"Telat kenapa, Ni?" Sekarang, Ifya yang bertanya Nilam hanya menjawab dengan mengedikkan bahunya.

"Angkotnya mogok." Jawab Aulia mewakili.

"Ya, pagi aku tawarin jemput kamunya gak mau, sih."

"Gue gak mau repotin lo mulu."

Memang benar Nilam tak mau terus merepotkan Ifya. Setiap pulang sekolah Ifya selalu mengantarnya pulang, masa berangkat pun harus di jemput. Ifya sahabatnya bukan sopir. Pokoknya, Ifya sudah terlalu baik pada Nilam.

"Kek sama siapa aja sih, Ni." Ifya duduk di bangkunya, tepat dibelakang Nilam dan Aulia. "Besok aku jemput titik."

Nilam terkekeh. Betapa bahagianya dia memiliki sahabat-sahabat yang sangat baik. Meskipun mereka baru sebulan menjadi sahabat rasanya Nilam sudah menganggap mereka keluarga. Mereka seperti sudah akrab dan bersahabat lama.

"Gausah, Ify sayang, tadi-"

"Kalo gak Ify gue deh yang jemput lo! Nilam gak ada penolakan plis. Apa perlu kita berdua yang jemput lo."

Aulia menyela perkataan Nilam. Ah, memang sahabat Nilam yang satu itu bawel bukan main. Berbanding terbalik dengan Ifya yang kalemnya bukan main.

"Iya dah, semerdeka lo pada aja." Akhirnya Nilam menyerah.

Membuat Aulia dan Ifya ber-highfive dan berseru menang.

Nilam beruntung memiliki sahabat seperti Aulia dan Ifya. Sampai-sampai anak angkatan mereka saja merasakan iri melihat persahabatan ketiganya.

Ke tiganya beragam. Saling melengkapi. Dari Aulia yang ter-bawel, rempong, rusuh dan sejenisnya. Ifya yang super kalem, lembut, dan Nilam yang biasa-biasa saja tidak kalem seperti Ifya dan tidak se-bawel Aulia juga.

Nilam beruntung.

Aulia beruntung.

Ifya beruntung.

Ketiganya beruntung bisa di persatukan. Semoga kedepannya terus seperti ini.

Ya, semoga.

***

"Boleh gue duduk disini?"

Nilam, Aulia dan Ifya langsung menghentikkan obrolannya ketika seorang cowok menghampiri meja mereka.

"Ini kosong, kan?" Cowok itu menunjukkan bangku disebalah Ifya yang memang tak ada yang menghuninnya.

Cowok itu mengernyit kala tak ada yang merespondnya. "Hei, gue boleh duduk di sini?" Tanyanya, mengulang.

Nilam tersadar sedari tadi dia memperhatikkan Cowok itu.

Ganteng banget!

Puji Nilam dalam hati. Heh, ini bukan Nilam banget yang suka memuji orang yang baru di kenalinya. Tapi, ini Cowok kenapa ganteng banget. Sampai jantung Nilam berdetak cepat.

"Iya kosong." Nilam kembali ke dunianya kala mendengar seruan Ifya. Dengan gugup Cewek itu mengangguk--entah maksudnya apa. Nilam masih terpesona dengan sosok di hadapannya.

"Iya duduk aja." Lantas, Nilam menengok ke arah Aulia yang menyerukan kalimat yang sama dengannya. Di detik dan untuk orang yang sama pula.

Si Cowok terkekeh melihat dua Cewek itu. Kekehan yang terasa renyah di telinga Nilam. Kekehan pertama yang mampu membuat jantung Nilam berdetak melebihi ritmenya.

"Oke," Cowok itu kembali membuka suara kemudian duduk tepat di sebelah Ifya. "Btw, gue Dimas. Dimas Renza."

"Ifya." Singkat Ifya menjabat tangan Dimas. Diikuti Aulia. "Aulia." Tak bisa di bohongin sedari tadi senyum Aulia tak pudar kala menatap Dimas.

Dan terkahir Nilam, Cewek itu menyerukkan namanya. Keduanya berpandangan cukup lama, kaitan tangan mereka hampir dua menit belum terlepas. Persis difilm-film.

"Hmm." Setelah Aulia berdeham kaitan itu terlepas. Membuat Nilam maupun Dimas tersenyum canggung.

Ifya sedari tadi memperhatikan kedua sahabatnya. Nilam dan Aulia, ini tak beres. Mereka Seperti menyukai Dimas. Ah, tidak Mungkin itu hanya kesalahan Ifya dalam menganalisa.

Tetapi, meskipun ketiganya baru sebulan bersahabat. Ifya sudah tahu, jika Nilam dan Aulia menyukai Dimas. Tatapan Keduanya sangat kentara saat menatap Dimas.

***

Satu Vote dan Coment sangat berharga untuk penulis baru Wkwk:')

Forgive My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang