4; Harapan, Rencana dan 'kepedean'

123 50 23
                                    

"Ada hal yang lebih menyakitkan dari pada hubungan tanpa status. Yaitu; Harapan palsu."

***

"NILAM Lugiana."

Nilam mengerjap lalu menoleh ke arah kanan ketika Aulia menyebutkan nama lengkapnya. Cewek itu menautkan alisnya bingung. "Kenapa?" Tanyanya tanpa suara.

Aulia menunjuk ke arah depan dengan telunjuknya. "Tuh ada tugas, bengong mulu."

Nilam mendengus. Kesal dengan para guru-guru yang absen. Absen tak mengajar tapi memberi tugas yang tak tanggung-tanggung. Merangkum dua bab plus mengerjakan uji kompetensi di bab tersebut, kurang sedikit gimana lagi coba.

Berhubung Nilam anak baik, dengan sedikit terpaksa cewek itu mengeluarkan buku tulis dan paketnya, mulai mengerjakan tugasnya.

"Nini." Nilam membalikkan tubuhnya, menatap Dimas dengan datar.

"Lagi pms, ya?" Tanya Dimas. Cowok itu melihat mimik Nilam yang bete, berbeda dengan biasanya.

Nilam melengos lalu membalikkan tubuhnya kembali. Sebenarnya, bete Nilam ini ada kaitannya dengan Dimas, cewek itu capek di beri harapan melulu dan kini Nilam tengah mencoba bersikap cuek. Siapa tahu doi peka.

"Ni, aku ada salah ya sama kamu?" Nilam sedikit bergidik ketika Dimas berbicara tepat di telinganya.

Nilam menggeleng sebagai jawaban. Membuat Dimas semakin bingung dengan tingkah cewek itu.

"Maap ya kalo ada salah." Kata Dimas yang lagi-lagi tak di gubris Nilam. Dan Membuat cowok itu membisu, tak menganggu Nilam kembali.

Jadi segitu doang usaha lo?

***

Ifya menatap Aulia iba, wajah sahabatnya itu benar-benar pucat.

"Kamu serius?" Untuk kesekian kali Ifya merapalkan kalimat itu pada Aulia. Memandang sahabatnya itu antara percaya dan tidak percaya.

Aulia menghela napas panjang. "Kalo lo gak percaya, yaudah."

Ifya kelabakan, merasa tak enak dengan respon Aulia. Aduh, dia salah bicara. "Bukan gitu Ul tapi gimana ya, duh bingung." Omong-omong Nilam sedang ke ruangan guru bersama Dimas. Jadi kini Aulia dan Ifya mengobrol berdua.

Aulia mengangguk. "Gue ngerti yang lo pikirin." Katanya dengan senyum hambar.

"Lo mau bantu Gue?" Ifya mengerutkan alisnya. Mencoba menunggu kalimat apa yang akan di sampaikan Aulia selanjutnya. "Plis gue butuh elo." Lanjutnya.

"Kalo aku bisa aku pasti bantu."

Lantas bibir Aulia menyungingging. Dengan semangat cewek itu langsung membisikkan sesuatu pada Ifya. "Gimana?" Tanyanya setelah selesai memberi tahu ide yang berkeliaran di otaknya.

Ifya pucat. "Aku gak bisa maap." Katanya langsung, menurutnya rencana yang di bisikkan Aulia terdengar gila.

"Kenapa?"

"Aku gak mau jahat." Jawaban polos Ifya membuat Aulia mentapnya tajam.

"Sok suci. Gue benci lo!" Aulia bangkit meninggalkan Ifya.

Forgive My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang