"Hidup bukan melulu tentang mencintai dan dicintai. Ada hal yang lebih penting dipikirkan; cita-cita. Berhenti memekarkan cinta-cinta, coba mulai menanam cita-cita."
***
HUJAN turun mengguyur bumi pagi ini. Nilam sudah berada dihalte yang cukup jauh dari rumah dan sial payungnya tertinggal.
Akhir-akhir ini Nilam jadi teledor dan pelupa, kemarin topi sekarang payung. Lama-lama hati juga tertinggal, eh, bukannya memang sudah tertinggal di doi ya kalau hati.
Ah, efek terkena gerimis tadi mungkin membuat Nilam berpikiran se abstrak itu.
"Bus ato angkot datang, kek." gumam Nilam berkali-kali. Persis seperti merapalkan sebuah mantera. Dan secuil keberuntungan tengah berpihak pada cewek itu, angkutan umum jurusan sekolahnya berhenti tepat di hadapannya, dengan penumpang yang tidak terlalu padat. Untuk pertama kalinya Nilam tersenyum bahagia di pagi mendung ini.
Nilam sedikit berlari ketika turun dari angkot. Berhati-hati takut rok abunya terciprat genangan air hujan. Cewek itu memelankan langkahnya, gedung sekolah tinggal sepuluh langkah lagi.
Seperti sudah tidak ada lagi air yang menetes, Nilam mendongak dan mendapati sebuah payung bergradasi pelangi tengah menaunginya.
"Gerimis, bikin pening." ujar cowok itu dengan senyum yang omong-omong baru Nilam sadari ternyata manis, ditambah lesungnya yang tampak ketika Rafaro tersennyum dan tertawa saja.
"Iya, payung gue tadi ketinggalan." balas Nilam curhat colongan.
Keduanya sudah sampai di gedung sekolah yang tampak besar jika dilihat dari sini saja. PeKa memang salah satu sekolah berkelas di kota ini. Jika bukan karena beasiswa pun Nilam tak akan bersekolah disini. Rafaro melipat payungnya lalu di simpannya di tempat yang telah disediakan.
"Makasih, Kak. Gue duluan." pamit Nilam. Hendak berbelok ke arah kanan karena Rafaro akan berbelok ke arah kiri.
"Sebentar,"
Lantas Nilam menghentikkan langkahnya dan berbalik lagi ke arah Rafaro, "Kenapa?" tanyanya.
Rafaro menggaruk tengkuknya singkat, hal yang biasa cowok itu lakukkan ketika bingung. "Pulang sekolah lo ada acara?"
Nilam menggeleng singkat sebagai jawaban. "Gue mau ajak lo jalan," katanya cepat. Nilam diam, membuat Rafaro jadi takut jika cewek itu menolak. Se idiot itu jika berhadapan dengan orang yang kita suka. "Tepatnya sih, sepupu gue ulang tahun, gue bingung mau kasih kado apa. Berhubung dia seumuran lo gue mau minta tolong cari kadonya." ralatnya. Tidak sepenuhnya berbohong.
"Oke, pulang sekolah."
Dan ketika Nilam pergi. Rafaro berteriak heboh dengan senyuman yang tak luntur dari bibirnya. Membuat murid yang berlalu lalang menatapnya heran seraya berkata; "Untung ganteng, Kak."
***
Saat jam Matematika berlangsung, seorang siswi di perintah Bu Rara--guru Bimbingan konseling plus wali kelas memanggil Nilam keruangannya. Dengan sopan, Nilam meminta izin pada sang guru yang tengah menerangkan materi Trigonometri itu lalu keluar menemui Bu Rara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forgive My Heart
Teen FictionDimulai dari Dimas yang menghampiri ke tiga remaja yang tengah mengobrol. Memberi sedikit sapaan dan senyuman. Membuat Nilam dan Aulia seakan terpesona dengan sosok Dimas. Berbeda dengan Ifya, Cewek itu merasakan sesuatu yang mengganjal. Persahabata...