D u a b e l a s

1.9K 58 4
                                    

D u a b e l a s

Jihan mengeratkan genggamannya pada kantung makanan yang dia bawa. Dia merutuki dirinya setelah menyadari apa yang akan dia lakukan. Dia melihat kantung makanan dan gedung besar yang ada dihadapannya secara bergantian.

Jihan memejamkan matanya sambil menghembuskan napas kasar. "Kesambet apasih gue sampe mau-maunya dateng kesini?"

BUKK!

Tiba-tiba saja ada yang menabraknya dari arah belakang. Seorang wanita. Dia tampak terkejut dan langsung membungkukkan tubuhnya.

"Maaf.. Maafkan saya."

Jihan mengerutkan keningnya. Baginya itu hanyalah senggolan biasa. Tidak separah itu. Tapi kenapa wanita ini meminta maaf seakan-akan dia melakukan hal yang besar?

"Eh gak papa. Gausah sampe segitunya." Jihan menampilkan senyumannya.

Wanita tadi yang awalnya enggan menatap mata Jihan, kini perlahan menatap matanya dan tersenyum. "Mari saya antar kedalam."

Lagi-lagi Jihan mengerutkan keningnya. "Eh? Emang tau, saya mau kemana dan ketemu sama siapa?"

"Wajah ibu ada dimana-mana bu. Ibu istrinya Pak Ghifar kan? Wajah ibu lagi sering-seringnya di TV sama majalah."

"Eh? Kaya buronan aja."

Wanita itu tersenyum dan menyentuh punggung Jihan lalu mendorongnya sedikit. "Mari saya antar." Jihan hanya menurut.

Dan tanpa diduga-duga saat Jihan baru melangkahkan kakinya kedalam, orang-orang yang berlalu lalang tiba-tiba melihat kearahnya kemudian membungkukkan tubuhnya. Memberi hormat.

Jihan mendekatkan mulutnya kearah telinga wanita tadi. "Saya bukan pejabat tau. Kok digituin?"

"Ibu itu istri CEO diperusahaan ini. Jelas mereka harus hormat ke ibu." Wanita itu tersenyum.

"Tapi saya juga bukan tiang bendera. Atau benderanya. Saya manusia. Tulen.. Sumpah." Jihan membentuk jarinya menjadi huruf V.

Wanita itu tertawa kecil lalu berhenti berjalan. "Ini ruangannya bu. Langsung masuk aja."

Tidak terasa mereka sudah sampai didepan ruangan Ghifar. "Eh? Ah. Iya. Makasih mba."

Wanita itu tersenyum kemudian pergi meninggalkan Jihan sendirian didepan pintu ruangan Ghifar. Entah kenapa, jantungnya berdegup kencang. Dia seperti ingin menjalani sidang skripsi. Padahal hanya untuk mengantar makanan untuk Ghifar. Apa yang menegangkan dari itu? Gak ada. Emang.

Jihan mengatur napasnya. Tangannya berkeringat.

Astaga, nganter makanan doang Han. Kok ampe begini sih ah. Batin Jihan berbicara.

Jihan menggerakkan tangannya perlahan menuju gagang pintu ruangan Ghifar. Dia menggenggamnya. Tidak dibuka. Jihan menggigit bibir bawahnya pelan. Belum sempat Jihan mendorong pintu tersebut, pintu itu sudah terbuka lebih dulu. Sontak Jihan melepaskan genggamannya. Dan tanpa dia sadari makanan yang tadi ada ditangan satunya jatuh begitu saja ke lantai.

KRIK..

Ghifar terkejut bukan main saat melihat Jihan didepannya.

KRIK..

Tatapan mata Ghifar yang tepat dimatanya membuat Jihan bingung harus berbuat apa. Untuk sekedar mengedipkan matanya saja rasanya tidak sanggup.

KRIK..

Mereka bertatapan cukup lama. Ghifar berdehem. Barulah setelah itu Jihan mengedipkan matanya berkali-kali.

"Lo ngapain Han disini?" Ghifar memegang tengkuknya.

"Ah.. Itu.. Nganter makanan." Jihan segera mengambil kantung makanan tadi, dan segera menyodorkannya pada Ghifar lalu membalikkan tubuhnya, berniat meninggalkan Ghifar. Tapi Ghifar menahan tangannya.

"Jangan- pergi."

"Ah.. Iya." Hanya itu yang keluar dari mulut Jihan. Hanya kata singkat itu, tapi mampu membuat hati Ghifar berdebar. Jadi, Jihan akan tinggal lebih lama? Menemaninya? Ini.. Mimpi?

"Masuk Han." Ghifar membuka pintu ruangannya dengan lebar.

"Iya" Jihan melangkahkan kakinya masuk, dan duduk disalah satu sofa yang ada diruangan tersebut. Sementara Ghifar duduk di sofa yang lain.

"Lo bawa apa?" Ghifar memperhatikan kantung makanan yang dibawa Jihan.

"Makanan jadi. Tadi beli dijalan." Jihan mengeluarkan makanan tersebut dan membukanya. "Nih, makan."

Ghifar mengambil makanan itu dan menyuapkannya kedalam mulutnya. "Kenapa lo gak masak sendiri?"

Jihan memutar kedua bola matanya. "Lo mau makan areng kalo gua yang masak?"

"Seenggaknya itu masakan lo. Hasil dari tangan lo. Gimana pun wujudnya, rasanya. Pasti gua makan." Ghifar menatap Jihan serius.

"Besok gua bawain areng buatan gua. Dimakan ya." Tidak ada unsur humor dalam ucapan Jihan. Karena memang dia serius.

"Iya."

Jihan melihat kesekitar. Ghifar benar-benar tau cara mendekor rumah maupun ruangannya. Dia beralih melihat majalah yang ada didepannya. Jihan mengambilnya dan membalikkan majalahnya. Matanya membulat dengan sempurna.

"Lah. Kok. Ada. Gue?!" Betapa terkejutnya dia karena fotonya menjadi cover belakang majalah itu. Jihan merasa foto ini diambil secara diam-diam oleh seorang paparazi. Di gambar itu, Jihan sedang berjalan menuju mobil Ghifar. Ah. Jihan ingat ini. Jihan rasa, ini hari dimana mereka mengunjungi butik pakaian pengantin.

"Ghi. Emang lo se-terkenal itu ya? Seumur-umur, baru kali ini gua masuk majalah. Candid lagi. Berasa artis."

Ghifar hanya terkekeh. Enggan menjawab. Tapi kemudian Ghifar teringat sesuatu.

"Han."

Jihan hanya berdehem sebagai jawaban Ghifar. Jihan masih asik memandangi foto candid yang menurutnya perf itu.

"Lo ditawarin pemotretan."

Sontak Jihan langsung melihat kearah Ghifar. "Hah? Jadi kaya model gitu? Kaya Kendall Jenner gitu?" Tiba-tiba saja suaranya menjadi semangat.

Ghifar hanya mengangguk dan melanjutkan makannya. Sementara pikiran Jihan melayang kemana-kemana. Dia sedang membayangkan dirinya yang berdiri dengan pose-pose keren dan kamera tidak henti-hentinya menjepret wajahnya. Tidak lupa flash dimana-dimana. Meski dibilang tomboy. Kaya laki. Tapi Jihan ingin sekali menjadi model. Itu impian terpendamnya selama ini.

Jihan mengerjapkan matanya setelah jentikan jari Ghifar yang tepat di depan wajahnya. "Hah, apa?"

"Mau gak?"

"Mau mau! Kapan? Besok bisa?" Jihan sangat antusias.

"Bisa diatur." Jihan tersenyum lebar mendengar ucapan Ghifar. Sementara Ghifar hanya tersenyum kecil melihat reaksi Jihan yang jauh dari perkiraannya. Dia pikir Jihan akan menolak mentah-mentah. Tapi ternyata Jihan malah setuju dengan cepat dan sangat bersemangat.

Satu hal lagi yang membuat Ghifar jatuh ke Jihan. Tidak mudah ditebak.

-

Ada yg masih nunggu cerita abal ini? :v
Nyambung gak? Ngelantur gak? Gua agak ragu pas bikin:v
Bodo lah yaa~
Intinya gitu. Maaf kalo mengecewakan. Makasih yang udah nunggu, yg udah vote, yang udah baca:*
Sampe ketemu di part selanjutnyaa~

With love, as always.

M.

As AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang