E n a m b e l a s
Jihan merebahkan tubuhnya. Dia menarik napas dalam. Tubuhnya benar-benar lelah karena seharian ini dia melakukan banyak kegiatan dan benar-benar menguras tenaga. Dan itu semua karena, Ghifar.
Baru kali ini Jihan sangat lelah begini. Baru kali ini dalam satu hari, kegiatannya sangat padat. Baru kali ini. Dan ini semua karna Ghifar. Semua yang dia lakukan hari ini adalah hal-hal baru. Hal-hal yang terpikirkan saja tidak pernah, apalagi melakukannya. Tapi Ghifar membuatnya melakukannya.
Pemotretan, menjerit karna kecoa, bahkan menyentuh seorang pria dibagian kepala. Ini semua hal baru bagi Jihan. Dia, menyukainya? Entahlah. Rasanya seperti itu. Dia memejamkan matanya, membiarkan Dewi Mimpi membawanya pergi. Pergi ketempat semu yang paling indah di dunia.
....
Benda persegi panjang itu bergetar. Jihan benar-benar ingin mengutuk Vella yang dari tadi terus menelponnya.
Jihan menyerah. Dia sudah tidak tahan dengan getaran benda itu di meja belajarnya. Dia tidak bisa konsen sedikitpun. Kenapa wanita itu tidak mengerti jika besok ada ulangan dadakan dari dosen sialan itu!
Jihan meraih malas benda persegi panjang itu dan menekan tombol hijau. "Apa sih, Vel? Gua--"
"Han... " Suaranya bergetar.
Detik itu juga Jihan menegapkan tubuhnya. "Vel, gak lucu ah nada omongan lo. Gausah kaya gitu."
"Tolongin gue Han, dia.. Reno.. Han.." Suaranya pelan, tapi Jihan bisa dengan jelas mendengar isakan disana.
"Ngomong yang jelas Vella!" Jihan gemas.
"Reno.. Dia ngunciin gue.. Di kamarnya.. Dia mau.. Itu.. Cepet dateng Han.. Gue takut.. "
Tangan Jihan mengepal. Dari awal, Jihan memang tau ada yang tidak beres dengan pria sialan itu. Mata yang dia gunakan untuk melihat Vella, tidak memandangnya dengan cinta. Hanya ada nafsu disana.
"Otw."
Jihan bangkit dan mengambil skateboardnya. Dia berjalan seperti orang kesetanan ke arah garasi. Dia mengambil sepedanya dan menaikinya dengan gerakan cepat. Dia mengayuh dengan sekuat tenaga. Apapun Jihan tabrak. Batu, rumput, trotoar, bahkan beberapa pejalan kaki. Dia tidak memelankan kecepatannya sedikitpun. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih.
Jihan turun dari sepedanya dengan kasar tanpa perlu repot-repot memarkirkannya. Dia menggenggam erat skateboard ditangan kirinya. Dengan brutal dia menendang pintu rumah Reno, pria sialan dengan jabatan 'pacar Vela' itu.
Isakan dan jeritan pelan seorang wanita yang sudah sangat Jihan hapal diluar kepala itu menambah amarahnya.
Ketika matanya bertemu dengan mata pria sialan itu, dia bersumpah. Dia sangat ingin membunuhnya. Rasa kebenciannya menambah saat melihat pria itu bahkan tidak mengenakan baju atasnya.
"Ji-Jihan? Kok lo disini?"
Jihan mendekat dengan langkah besar. Jihan melemparkan skateboardnya ke badan Reno. Reno meringis. Jihan emosi. Sangat.
Jihan menatap Reno dengan pandangan dingin. Wajahnya datar, tapi justru menambah kesan sangar pada diri Jihan. "Mau mati ya?"
Jihan kembali mendekat. Dia menggulung lengan bajunya. "Mau mati, hah?"
"Han.. Han.. Gua bisa jelasin.. Ini tuh gak seperti--"
BUG. Tendangan Jihan mendarat dengan mulus di pinggang Reno. Dia meringis. Astaga, bahkan hanya satu tendangan saja, membuat kaki Reno gemetar. Kakinya terasa susah untuk menopang tubuhnya. Jelas. Jihan pernah belajar taekwondo dan sedikit tau tentang boxing. Tenaganya tidak perlu diragukan.
"Gua tanya, mau mati?"
"Han.. Gak gitu Han, dengerin du-- AHH!"
Jihan kembali melayangkan tendangannya. Dan sukses membuat Reno jatuh terduduk.
"Mau.mati.hah?"
Jihan baru saja ingin melayangkan tendangannya lagi, tapi suara lirih Vella menghentikannya.
"Han.. Gue.. Mau pulang.. "
Jihan kembali mengepalkan tangannya setelah melihat bagaimana keadaan Vella. Rambutnya berantakan, bajunya juga berantakan. Bahkan rusak. Amarah Jihan naik lagi ke ubun-ubun setelah memikirkan bagaimana kasarnya Reno memperlakukan Vella tadi.
"Han.. Ayo pulang.. " Suaranya bergetar dan sangat pelan.
....
Jihan terbangun dengan gerakan kasar. Keringat mengucur di sekitaran pelipisnya. Napasnya terengah-engah.
Mimpi itu lagi. Mimpi itu-- kenapa harus datang lagi?
Jihan mengusap pelipisnya dan menarik napas dalam. Air matanya keluar dengan sendirinya. Kenapa-- mimpi itu muncul lagi? Kenapa kejadian itu datang lagi? Kenapa Jihan harus mengingatnya lagi?
Ingat sesuatu yang membuat Jihan membenci laki-laki dan cinta? Sesuatu itu adalah ini.
Sebuah trauma. Sebuah pemikiran konyol jika semua laki-laki itu sama. Tidak ada laki-laki yang menyukai perempuan dengan murni karna cinta. Selalu ada nafsu disana. Tentu saja. Tapi, nafsu yang Jihan maksud adalah nafsu yang berlebihan. Nafsu yang bahkan jumlahnya lebih besar dari rasa cinta itu sendiri.
Jihan benci laki-laki karena laki-laki itu jahat. Mereka kasar. Pengecualian terhadap Ayah. Dia benci cinta karena cinta tidak benar-benar ada. Itu hanyalah sebuah nafsu yang katanya adalah cinta.
Kedua hal itu membuat Jihan trauma dengan perasaan nyaman dan sejenisnya. Itu sebabnya Jihan membentengi dirinya dari laki-laki manapun. Dia tidak ingin terjebak dalam situasi semacam itu. Atau bisa dibilang, dia belum siap.
Dekat dengan laki-laki membuatnya mengingat kejadian itu lagi. Membuatnya kembali berpikir jika semua laki-laki itu jahat dan kasar. Dan cinta itu tidak ada. Cinta itu omong kosong. Dan itu membuatnya frustasi.
Ini begitu menyiksa sungguh. Dihantui oleh kejadian terburuk dalam hidupmu, apa ada yang lebih menyiksa dari itu? Jihan tidak sanggup dekat dengan laki-laki karena kejadian itu.
Lalu apa yang harus dia lakukan sekarang? Disaat dia mulai nyaman dengan Ghifar, trauma itu datang kembali dan seakan tidak membiarkannya bahagia.
Trauma.
Satu kata sederhana. Tapi jika kau merasakannya, semua seakan berubah menjadi rumit.
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
As Always
RomanceDipaksa menikah dengan laki-laki asing adalah hal terkonyol yang pernah Jihan alami. Selama ini, Jihan membentengi dirinya dari laki-laki manapun. Dan dengan tiba-tiba Bundanya menjodohkannya dengan anak sahabatnya. Dengan terpaksa, Jihan menuruti p...