L i m a b e l a s

1.9K 50 0
                                    

L i m a b e l a s

Vella tiba-tiba terkekeh. Jihan yang mendengarnya sontak menoleh sambil mengerutkan keningnya. "Lo kenapa deh Vel?"

"Kalo diliat-liat, lo sama Ghifar lucu deh. Bisa samaan gitu takutnya." Vella terkekeh kecil sambil memasukkan keripik yang tadi dia beli ke dalam mulutnya.

Jihan sontak memutar jengah kedua bola matanya. "Please deh Vel, itu kejadian udah 3 jam yang lalu. Masih aja diinget."

"Ya abisnya. Masa paniknya samaan. Histerisnya juga samaan lagi. Cocok jadinya."

Jihan melempar kripik miliknya kearah Vella. "Ngaco! Udah ah yuk pulang. Udah malem nih. Nanti gua dikunciin sama Ghifar."

Vella tersenyum miring. "Beda ya yang udah punya suami, mah. Pulang aja ada yang nungguin."

Jihan mendengus. "Ngomong sekali lagi gua sumpel mulut lo lama-lama!"

Jihan menatap rumah mereka miris. Gelap. Apa Ghifar sudah tidur? Apa dia tidak ingat jika Jihan masih diluar? Apa Ghifar menguncinya diluar? Suami macam apa dia?

Jihan mendengus dan berniat membuka pintu dengan kasar. Tapi ternyata pintu itu tidak dikunci. Jihan membukanya dan masuk perlahan.

Boleh Jihan menarik ucapannya? Pemandangan pertama yang ia lihat adalah, Ghifar yang tidur di sofa.

Ghifar-- menunggunya?

Cahaya yang remang-remang tidak menutupi wajah tampan Ghifar sedikitpun. Dia-- benar-benar tampan. Jihan tidak bisa mengelak tentang fakta yang satu itu. Kenapa bisa ada seseorang se-tampan dia?

"Lo beneran cinta gak sih, Ghi sama gue? Apa mungkin dalam waktu sesingkat itu, rasa itu ada?" Jihan berucap pelan dan menghampiri Ghifar. Niatnya yang ingin membangunkan Ghifar ia urungkan saat melihat wajahnya.

Dia terlihat sangat lelah. Tidak heran setelah mengingat apa yang mereka lakukan seharian ini. Tanpa Jihan sadari, tangannya terulur menyentuh puncak kepala Ghifar. Mengelusnya lembut. Entahlah, Jihan hanya ingin melakukannya. Tanpa alasan khusus. Hanya ingin.

"Tidur tuh di kamar! Gimana sih lo. Gak pake selimut lagi. Masuk angin baru tau rasa! Gua mana bisa ngerawat lo! Gua kan gak bisa bikin bubur. Masak aer aja, aernya abis duluan." Jihan tersenyum kecil. Dia membuka jaketnya dan menyelimuti badan Ghifar. Lagi-lagi, dia hanya ingin melakukannya. Tanpa alasan khusus. Tidak masuk akal memang. Tapi, itulah kenyataannya.

Jihan pergi meninggalkan Ghifar dengan langkah pelan. Takut-takut membuat laki-laki itu terbangun. Suara pintu yang ditutup memenuhi gendang telinga Ghifar. Dan saat itu juga, matanya terbuka.

"Rasanya rela tidur di sofa terus asal di pegang-pegang sama lo, Han." Senyumnya mengembang. Mungkin, Ghifar sedikit berubah? Dia mulai bisa mengungkapkan apa yang dia pikirkan.

Jika kau berpikir orang pendiam tidak memikirkan hal-hal yang kau pikirkan, kau salah. Mereka pasti pernah memikirkan hal-hal itu. Tapi, mereka tidak bisa mengungkapkannya dan lebih memilih diam.

Satu fakta yang Ghifar baru sadar hari ini. Dia bukan tidak bisa bergurau. Tapi karna dia hanya tidak pernah mengatakannya. Berada didekat Jihan yang ceplas-ceplos membuatnya sedikit berubah. Mungkin Ghifar tidak akan bisa seperti Jihan. Tapi, setidaknya dia tidak 'bisu'  lagi.

Jihan benar-benar membalikkan dunianya. Dan Ghifar menyukai fakta itu.

Pikirannya melayang ke beberapa tahun lalu,

....

Bokong laki-laki gemuk itu dengan kencang membentur aspal. Dia meringis. Matanya sudah berair. Tangannya lecet dan yang lebih buruk kacamatanya pecah.

Andai saja dia pemberani seperti anak laki-laki yang menindasnya ini. Andai saja dia punya keberanian bahkan hanya untuk mendorong anak laki-laki ini jatuh tersungkur juga, sama sepertinya.

Tapi sayangnya, dia adalah seorang Ghifar Arkan Wiratama. Anak laki-laki gemuk dan cupu yang selalu menjadi sasaran empuk pembullyan. Miris. Seharusnya, dengan badannya yang besar anak-anak lain takut, kan dengannya? Bahkan tubuhnya 2 kali lebih besar dari mereka. Tapi kenapa hanya untuk menatap mata mereka Ghifar tidak mampu?

Tangannya mengepal saat melihat kacamatanya diinjak dengan tanpa dosa didepan matanya. Dia marah. Dia benci. Tapi yang lebih membuatnya marah dan benci adalah kenyataan bahwa dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia memang se-pengecut ini dari dulu.

"WOY! WAH PARAH! JANGAN KALIAN GANGGU DIA!"

Suara nyaring seorang perempuan membuat Ghifar dan 2 orang anak laki-laki yang menindasnya itu menoleh cepat. Tanpa diduga-duga, dengan gerakan cepat sebuah skateboard mendarat didahi Ghifar. Ghifar sontak tergeletak ditanah. Kepalanya benar-benar pusing sekarang. Denyutan di sikunya membuat kondisinya makin buruk saja. Apa dia memang se-sial ini?

"Lah kok kenanya dia? Ya Allah Jihan... Ah bodo. Eh kalian berdua! Pergi gak! Kalo gak gue lempar pake skateboard!" Perempuan yang diketahui bernama Jihan itu menunjuk kedua anak laki-laki itu dengan brutal sambil mendekat dengan langkah besar.

Kedua anak laki-laki yang mendapat tatapan tajam dari Jihan pun ciut. Mereka berlari menjauh sambil menjulurkan lidah. Tetap ingin terlihat cool. Namanya juga bocah.

"Lah ngeledek dia. Gue lempar sepatu baru tau rasa!" Jihan mendengus kasar.

Kedua anak laki-laki itu berlari dengan tawa setan yang benar-benar Jihan benci. Kenapa ada manusia macam mereka? Kalo takut yaudah. Gaya-gayaan. Jihan berjalan mendekat kearah anak laki-laki gemuk yang tergeletak seperti mayat itu.

"Sakit ya? Maaf ya. Gue gak ada niatan ngelempar ke lo kok. Sumpah. Tadi skateboard nya belok sendiri masa." Jihan menarik tangan Ghifar agar dia bangun. Minimal duduk, lah. Masa iya mau telentang mulu.

"Gue pengen nolongin lo, tapi gue gak ngerti ngobatin orang. Nanti kalo tambah parah kan repot. Lo ke rumah sakit aja ya? Tapi gue gak bisa nganter. Udah sore. Nanti Bunda marah. Gue balik ya? Daaah." Jihan mengambil skateboard dan menaikinya menjauhi Ghifar yang tidak bisa mengontrol jantungnya. Benda itu berdetak sangat cepat diluar kendali Ghifar. Wajahnya memerah. Perempuan itu-- menurutnya perempuan itu-- keren.

....

Ujung bibir Ghifar tertarik keatas. Dari awal saja, pertemuan mereka memang aneh.

Dan semenjak itulah, seorang Ghifar Arkan Wiratama menyukai wanita yang tidak pantas disebut wanita. Yaitu Jihan Nabila.

To be continued...

As AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang