Beberapa tahun sudah berlalu sejak kita TK dulu. Aku masih mengingat dengan jelas apa saja yang sudah kita lakukan pada masa kecil kita dulu. Namun, sekarang kamu sudah jauh. Pergi meninggalkanku sendiri. Kini, aku sudah bersekolah di sekolah menengah atas atau SMA.
"Sha, mikirin apa sih? Udah bengong aja pagi-pagi," ucap sebuah suara di belakangku.
"Nggak mikirin apa-apa kok," sampai saat ini, aku masih belum menceritakan dia pada sahabatku ini. Mungkin, suatu saat aku harus memberitahukannya.
"Tuhkan, anterin gue ke kantin aja yuk. Daripada lo bengong sendiri di sini," ajak Fanya.
"Yaudah deh yuk," maaf Fan, aku masih belum siap untuk nyeritain dia.
Di koridor, aku hanya diam mendengarkan cerita Fanya yang tadi pagi mengerjai adiknya.
"Terus Faldy kaget gitu mukanya, hahaha," tawa Fanya.
"Jahat banget sih lo, orang lagi tidur gitu malah digangguin. Kalo gue jadi adek lo, udah gue pecat lo jadi kakak," ujarku.
"Adek durhaka itu namanya, yang ada gue yang pecat lo jadi adek gue," lalu kami tertawa bersama. Tiba-tiba ada yang menabrak tubuhku dari belakang.
"Maaf, gue nggak sengaja. Lo nggak apa-apa?" Tanya cowok yang menabrakku itu.
"Ehm, nggak apa-apa kok," jawabku.
"Yaudah kalo gitu gue duluan," lalu meninggalkanku dan Fanya.
"Itu murid baru ya Sha? Kok gue baru liat," tanya Fanya yang terus memperhatikan ke arah cowok itu pergi.
"Iya deh kayaknya, gue juga baru liat," balasku.
"Ganteng banget Sha. Pegang gue Sha, gue pengen terbang," aku hanya memutar bola mataku.
"Lebay banget deh lo, biasa aja kali. Udah ah yuk katanya tadi mau ke kantin," ketika kami sampai di kantin, bel masuk pun berbunyi.
"Udah bel, yaudah balik aja deh yuk. Daripada kita nanti nggak boleh masuk," ajakku.
Sesampainya di kelas, aku melihat kursi yang berada di dekat pintu terisi sebuah tas. Padahal biasanya kursi itu kosong.
"Fan, ini tas siapa ya? Bukannya di sini kosong?" Tanyaku pada Fanya. Ia hanya mengendikkan bahunya cuek.
"Mungkin ada yang pindah tempat kali," lalu berjalan menuju kursi kami yang berada di tengah kelas.
Tidak lama, aku melihat cowok yang tadi pagi menabrakku menduduki kursi itu. Mungkin ia murid pindahan yang akan menjadi teman sekelasku.
Saat jam istirahat, aku melihat ia berjalan ke arahku. Mungkin ia ingin berbicara dengan orang yang ada di belakangku. Tetapi mengapa ia menatap lurus ke arahku?
"Ehm, hai," sapanya yang membuatku mengerutkan kening. Kenapa tiba-tiba dia menyapaku seperti ini? Ah mungkin hanya ingin berkenalan karena kita satu kelas.
"Iya hai," balasku. Ia segera duduk di kursi yang berada di depanku lalu menghadapku.
"Gue Randy, lo Sasha kan?" Tanyanya. Bagaimana ia bisa mengetahui namaku. Padahal daritadi tidak ada yang mengabsen.
"Iya, lo tau nama gue dari mana?" Tanyaku penasaran.
"Lo nggak inget gue? Jahat banget sih lo, gue Randy sahabat lo dulu pas TK. Kita sering main bareng dulu," ucapannya itu membuatku membelalakkan mata tidak percaya. Sudah lebih dari 11 tahun kami tidak bertemu dan dipertemukan tidak terduga seperti ini.
Aku hanya memperhatikan wajahnya yang kini sudah berubah. Mengapa bisa aku tidak mengenalinya, sementara ia bisa mengenaliku. Waktu memang sudah merubah semuanya. Aku sekarang tidak tahu harus berbicara apa padanya. Aku ingin bisa seperti dulu lagi, saat sebelum ia pergi jauh dariku.
"Hei, kok melamun? Mikirin apa sih?" Tanyanya.
"Ehm, nggak mikirin apa-apa kok, nyokap lo apa kabar? Kangen deh gue," ucapku sambil mengingat semua yang kulakukan dulu bersama keluarganya.
"Baik kok. Btw, jujur gue awalnya sedikit ragu kalo lo itu temen masa kecil gue dulu. Pas gue tanya nama lo sama temen sebangku gue tadi, ya gue jadi sedikit yakin dan ternyata itu beneran lo. Sasha si chubby kesayangan gue," lalu ia mencubit pipiku.
"Udah Ndy, sakit tau," ia hanya tertawa melihat aku mengusap pipiku yang menjadi merah karenanya.
"Lucu banget sih, gemes gue," aku langsung menepis tangannya yang ingin mencubit pipiku lagi.
"Yaudah kalo gitu gue mau ke kantin. See you Sha," lalu berjalan meninggalkanku.
"Eh Sha, kok lo bisa akrab gitu sama dia?" Tanya Fanya yang daritadi terdiam.
"Oh dia temen masa kecil gue. Maaf Fan, gue belum pernah cerita tentang dia ke lo," ujarku merasa bersalah.
"Lo hutang cerita sama gue, pokoknya pulang sekolah nanti gue main ke rumah lo. Lo harus cerita semuanya," balas Fanya.
Pada akhirnya, aku bisa bertemu dengan teman masa kecilku. Meskipun sekarang dia sudah berubah. Aku hanya berharap, ia tidak akan pernah melupakanku selamanya.
Karya : syafsilarozaoctaria
KAMU SEDANG MEMBACA
Time - October
Short StoryApa yang kau pikirkan tentang waktu? Bungakan imajinasimu, rangkaikan ratusan kata dengan satu kunci yang diberikan: WAKTU. Lihatlah bagaimana cara The Rebels memaknai waktu lewat barisan aksara yang teruntai.